facebook twitter instagram Tumblr

Anik's Blog


See the source image
Source: Google
Mencintai itu fitrah. Setiap manusia dikaruniai oleh Allah rasa cinta kepada sesama mahluk. Manusia boleh mencintai lawan jenis, tidak ada larangan untuk itu. Hati kita tidaklah mati rasa yang akan terasa biasa saat bertemu dengan lawan jenis yang mengagumkan atau sikapnya yang meneduhkan. Manusiawi jika ada rasa getaran apabila bertemu pandang dengan seseorang yang diam-diam mencuri hati. Namun, sebagai muslim/ah kita harus tahu bagaimana cara mencintai yang sesuai syariat. Bukan dengan melakukan tindakan yang dimurkai Allah seperti pacaran.

Mencintai yang baik itu dengan cara menyebutnya dalam doa dan memantaskan diri agar kelak diberikan jodoh yang pantas pula. Mencintai seperti ini biasa disebut dengan mencintai dalam diam. Menyimpan rasa kepada seseorang tanpa mengungkapkan. Hanya memendam diam-diam, namun ramai dalam lantunan doa untuknya.

Kalian juga pernah mencintai diam-diam? Atau bahkan sekarang sedang mengalaminya? Sering stalking instagramnya, kah? Sering kepo statusnya di facebook? Atau sering tanya-tanya kabar si doi ke temannya?

Kalau jawabannya kebanyakan sering, patut dipertanyakan lagi, sebenarnya perasaan kalian itu mencintai diam-diam atau diam-diam mencintai? Memang apa bedanya, bukannya sama saja?

Sebenarnya sama saja. Sama-sama tidak mengungkapkapkan perasaan kepada doi. Namun yang membedakan, mencintai diam-diam itu menyerahkan segalanya kepada Allah. Apabila rindu, menyampaikan kerinduannya kepada Allah yang Maha memiliki hati doi. Bukan memenuhi linimasa media sosial dengan status galau yang memperlihatkan kalau kita sedang rindu dengan seseorang. Jika rindu malah stalking instagram, memandangi foto, dan melihat foto unggahan lamanya.

Mencintai diam-diam itu bukan dengan mencari-cari jalan agar bisa berpapasan, melihat sekilas wajahnya, atau memandanginya dari kejauahan. Namun, menjaga pandangan dari doi yang belum halal. Malahan yang lebih baik, menghindar tidak bertemu agar tidak menumbuhkan perasaan.
Baca Selengkapnya: https://trenlis.co/mencintai-diam-diam-itu-bukan-diam-diam-mencintai-lho/
Share
Tweet
Pin
Share
6 komentar
See the source image
Source: Google


Pernikahan tidak terjadi begitu saja. Sesuai syariat, ada proses yang harus dilalui sebelum melaksanakan akad pernikahan, yaitu taaruf (perkenalan melalui pihak ketiga), khitbah/lamaran, lalu pernikahan. Islam sudah mengatur tata cara proses ini sebaik mungkin untuk menjaga diri pasangan calon. Akan tetapi, semakin ke sini banyak hal yang berubah pada kebiasaan masyarakat. Ajaran Islam tidak diindahkan lagi dan menggantinya dengan mengikuti budaya barat. Dimulai dari proses awal taaruf saja, banyak orang yang menyalahgunakan masa ini untuk mendekati seseorang. Dengan bersembunyi dibalik tameng taaruf, salah satu pihak beralasan untuk sering berkirim kabar dan menanyakan hal-hal pribadi. Padahal dalam syariat, taaruf dilakukan melalui perantara untuk bertukar informasi satu sama lain dalam bentuk dokumen. Kedua belah pihak tidak diperkenankan untuk melakukan urusan berdua tanpa sepengetahuan perantara.


Apabila pasangan calon sudah ke tahap khitbah, statusnya tetap belum sah. Hanya akad nikah yang menghalalkan keduanya. Dalam masa khitbah, kita tetap harus menjaga diri dari calon laki-laki/wanita. Tidak berarti dalam masa itu kita sudah berhak pergi bersama hanya berdua, lebih sering berkomunikasi, dan hal lain semacamnya. Tetap semua harus melalui perantara seperti saat melakukan taaruf. Sekali pun nantinya pasangan calon ini melakukan pernikahan, akan tetapi keduanya harus tetap menjaga diri dari satu sama lain. Dalam masa ini setan lebih mudah masuk ke dalam hati karena adanya perasaan memiliki satu sama lain setelah sudah saling terikat dengan lamaran. 


Baca Selengkapnya: https://trenlis.co/taaruf-dan-khitbah-itu-bukan-pacaran-lho-terus-apa/
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Masa muda adalah masa paling tepat untuk menghabiskan waktu dengan berkarya dan membangun jaringan sebanyak mungkin. Usia memang tidak menjadi batas seseorang untuk berkarya.  Namun, saat usia muda semangat belajar masih membara dan waktu luang yang begitu banyak. Anak-anak muda belum disibukkan dengan urusan anak dan rumah tangga, waktunya tercurah untuk dirinya sendiri. Pada saat itulah seharusnya anak muda memanfaatkan waktu untuk hal-hal produktif. Agar kelak saat sudah menua tinggal memetik hasilnya.

Kelak ada masanya setiap orang diminta pertanggungjawaban atas waktu yang dia gunakan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda dalam hadits Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhu, "Tidak akan beranjak kaki anak Adam pada hari kiamat dari sisi Rabbnya sampai dia ditanya tentang 5 (perkara) : Tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa dia gunakan, tentang hartanya dari mana dia mendapatkannya dan kemana dia keluarkan dan tentang apa yang telah dia amalkan dari ilmunya". (HR. At-Tirmizi)

Dunia anak muda itu luas, tidak hanya sekadar masalah cinta dan perasaan. Hubungan asmara memang penting untuk ke depannya. Namun, tidak semua waktu tercurah hanya untuk mengurusi hal itu. Percayalah dengan janji Allah, jodoh akan mengetuk pintu pada waktunya. Tidak perlu membuang-buang waktu dengan orang yang salah, lebih baik masa muda kita gunakan untuk meningkatkan kualitas diri. Kalau ada yang bilang pacaran itu untuk menumbuhkan semangat, jawab saja Allah dan orangtua lebih memberi semangat dari segalanya. Kalau hanya sibuk mengurusi pacar, maka kita tidak akan tahu begitu luasnya dunia luar.
Baca Selengkapnya: https://trenlis.co/inilah-5-cara-bahagia-jadi-jofis-jomblo-fi-sabilillah/

Source: Unsplash.com

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

See the source image
Source: Google

Setiap hal di kehidupan kita ada ilmu yang bisa kita pelajari. Semua ada tata cara yang mengaturnya agar bisa menjalani dengan baik dan sesuai tujuan. Tak terkecuali dengan mendidik anak pun ada ilmunya, yang biasa disebut dengan ilmu parenting. Ilmu yang mempelajari cara mendidik anak dengan baik dan benar serta membekali orangtua yang sedang menemani tumbuh kembang anak. Kebanyakan orang berpikir mendidik anak tidak perlu menggunakan teori, yang terpenting mencontohkan hal-hal yang baik dengan kasih sayang dan kelembutan. Itu saja sudah cukup bagi mereka. Padahal nyatanya, banyak orangtua melakukan hal-hal yang bertujuan untuk menyayangi, nyatanya malah memanjakan dan membentuk karakter anak yang tidak mandiri. Nah, itulah pentingnya ilmu agar kita jadi tahu mana yang baik dan benar.

 Ada juga yang berpikir belajar mendidik anak nanti saja setelah menikah atau menjelang mempunyai anak. Memang sih, belum masanya para jomblo untuk fokus pada hal-hal seperti ini. Bagi mereka mempelajari ilmu yang masih digunakan beberapa tahun ke depan entah kapan itu adalah pekerjaan yang membuang-buang waktu, lebih baik mempelajari ilmu-ilmu sesuai bidang kuliah atau pekerjaan yang sedang digeluti.

Untuk para jomblo, kalian boleh berkilah dengan mengatakan, “Nanti dulu deh, kan aku belum ingin punya anak.” Mendidik anak itu tidak melihat berapa tahun sebelum kalian mempunyai anak, bertahun-tahun kalian belajar pun malah lebih bagus. Sekali pun kalian masih jomblo, belum ada pasangan, belum punya keinginan menikah, tidak ada buruknya jika menyiapkan lebih awal untuk ilmu parenting. Belajar mendidik itu membutuhkan proses yang panjang. Tidak hanya membutuhkan teori, namun juga kesiapan mental yang matang untuk menjalaninya nanti.

Tidak harus terlalu serius mempelajarinya, bisa menjadi selingan di saat ada waktu senggang. Atau saat tidak sengaja menemukan artikel di internet kita bisa membacanya sedikit-sedikit. Poin pentingnya adalah kita tidak menutup diri dengan hal ini. Tidak perlu malu untuk membeli buku, follow blog, bahkan datang ke seminar parenting. Kelak kita akan lebih malu jika sudah mempunyai anak tapi tidak tahu cara mendidiknya.

Sebenarnya kenapa sih kita harus belajar parenting, berikut alasannya:
Baca Selengkapnya: https://trenlis.co/inilah-5-alasan-pentingnya-jomblo-belajar-ilmu-parenting/

Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
unsplash.com

Setiap orang mempunyai alasan dan niat saat akan melakukan sesuatu. Tanpa niat yang kuat, seseorang tidak bisa mantap mengambil keputusan. Ibarat skripsi, latar belakangnya harus kuat. Begitu pun juga dengan menikah. Ibadah yang kita lakukan sampai berakhirnya usia kita ini membutuhkan niat yang kuat saat mengambil keputusan untuk mengakhiri masa lajang. Entah karena sudah mapan, sudah berumur, sudah memiliki pasangan, atau sudah siap lahir dan batin.



Begitu juga dengan memilih pasangan dalam menikah, semua orang mempuyai alasan masing-masing. Bila seseorang ditanya kenapa memilih laki-laki/wanita tersebut menjadi calon pasangannya, kebanyakan orang menjawab karena mencintainya. Meski ada juga yang menjawab, karena dia merasa pilihannya adalah pilihan yang tepat. Kalau seperti ini, sebenarnya menikah itu untuk beribadah atau untuk memiliki seseorang yang kita cintai? Nah loh.



Menikah untuk beribadah seakan hanya menjadi teori. Semua orang baligh pasti sudah tahu tentang hal ini. Namun yang menjadi pertanyaan, seberapa jauh kita memahami dan mempraktikkan teori ini. Mencintai lawan jenis itu fitrah, bukan hal yang dilarang dalam agama Islam. Tidak ada yang menyalahkan jika kita mencintai seseorang. Akan tetapi, kecintaan kita terhadap manusia jangan sampai melebihi kecintaan terhadap Allah. Sampai-sampai nantinya kita lupa bahwa semua ibadah seperti menikah pun tetap harus Allah yang menjadi tujuan. 



Kita bisa belajar dari kisah Abdullah bin Abu Bakar RA. Memang apa kisahnya? Baca selengkapnya Menikah itu Bukan Sekadar untuk Memilikinya, tetapi Demi Menambah Kecintaan kepada-Nya

Share
Tweet
Pin
Share
7 komentar

Beberapa hari aku memang sengaja tidak menyempatkan waktu untuk menulis di blog. Karena ada tugas menulis di tempat lain dan nyambi nyicil skripsi. Kali ini ada sesuatu yang pengen aku ceritain. Semoga saja ada yang membaca tulisan ini. Insyaallah bermanfaat.

Dari tadi siang sebelum sholat Jumat, ada teman yang menghubungi melalu whatsapp. Sebenarnya bukan sengaja menghubungi sih, cuma tadi mengomentari postingan foto dagangan di status wa-ku dan kubalas hanya sekadarnya. Lalu dia me-reply pesanku yang sudah lama sekali tenggelam di chat paling atas. Kuklik pesanku itu ternyata sudah tidak ada karena aku pernah membersihkan keseluruhan chat. Pesan itu tentang obrolan kecil kami mengenai akun dakwah yang dia kelola. Akun ini sudah sukses, sering bekerja sama dengan berbagai acara dan followers-nya mencapai ratusan ribu.

Aku ditawari untuk menulis di sana. Sebenarnya sudah lama sejak tahun lalu. Tapi karena aku memang dasarnya susah mempelajari hal-hal yang abstrak, jadinya aku tidak mengiyakan tawarannya. Lebih tepatnya aku menggantungnya, menerima nggak, menolak juga nggak. Aku lebih cepat nyantol dan mudah mempraktikkan kalau mempelajari tentang bagaimana menghitung biaya produksi, mencatat transasksi keuangan, atau membuat laporan keuangan. Aku suka menulis, tapi untuk mempraktikkan teori-teorinya bagiku susah. Ya karena memang, menulis, mendesain, dan mengisi konten membutuhkan daya kreatif. Sedangkan, aku orangnya nggak kreatif-kreatif amat. Alasan aja sih, lebih tepatnya tidak mau berusaha. -_-

Hari ini aku ditawari lagi sama dia. Lagi-lagi aku tetap tidak menjawab iya dan nggak. Sebenarnya aku mau, karena dengan begitu aku bisa ada wadah untuk menulis tulisan-tulisan inspiratif.

Mungkin dia agak kesel juga dengan aku yang kesannya begitu lelet dan nggak bisa diajak kerjasama cepet. Dia tanya begini, “Ada rencana mau nulis buku, nggak?” Kupikir dia tanya begini karena ingin menawari aku untuk nulis buku bareng atau apa gitu. “Iya pengen. Tapi sampai sekarang aku belum tahu mau nulis apa,” jawabku.

“Siapa role modelnya?”

“Dwi Suwiknyo sama Asma Nadia,” jawabku. Karena memang akhir-akhir ini aku lagi ngefans sama Dwi Suwiknyo, kalau sama bunda Asma sih udah lama. Aku suka beliau karena tulisannya lembut dan ringan. Kalau Mas Dwi, sebenarnya aku belum baca bukunya. Hanya membaca tulisannya di blog dan webnya. Aku suka pemikiran dan tindakannya yang care banget sama penulis pemula seperti aku ini.

Lalu temanku ini bilang seperti ini, “Kamu tahu Kurniawan Gunandi sama mbak yang nulis buku Rentang Kisah, nggak? Awalnya mereka itu bisa besar karena mempunyai fans di media sosial. Mereka membangun pembaca dan pendengar setia dulu di media sosial. Sekarang tuh eranya kayak gitu.”

Batinku, bukan cuma sekadar kenal sama mbak yang nulis Rentang Kisah, aku juga fans dan stalker akutnya dia. Kalau lagi suntuk atau down, aku stalking blog dan vlog-nya. Kalian tahu kan siapa dia? Yup, Gita Savitri Devi atau Gitasav. Aku cerita sama temanku ini kalau aku ngefans sama dia bla bla bla. Bahkan aku juga cerita liburan kemarin sampai rela berjam-jam di Gramedia untuk baca buku Rentang Kisah sampai habis. Karena waktu itu aku nggak punya uang buat beli.

 “Aku terlalu takut untuk mengekspos diriku di media sosial. Entah, karena lingkaranku yang nggak suka nulis sehingga aku jadi tidak ada dukungan untuk itu. Atau karena aku merasa tulisanku belum sebagus lainnya,” jawabku yang sedikit curhat kepada dia.

“Sebenarnya orang-orang yang setuju dengan pemikiran kita nggak harus suka nulis juga. Nulis aja sesuatu yang terlintas dalam diri entah kejadian teman atau orang sekitar. Tulisan yang relatable dengan banyak orang itu yang sering viral. Banyak orang yang merasa terwakili. Jadi takutnya karena apa?”

“Apa ya, entah aku kurang percaya diri. merasa takut kalau tulisanku dibaca orang yang kukenal. Makanya selama ini aku hanya ramai di blog. Tapi takut untuk share di media sosial.”

Kulihat lagi dia membalas pesanku seperti ini, “Kalau seumpama Gitasav nggak berani sharing di media sosialnya, nggak mau ngomong di youtube, orang-orang jadi tahu dan menerima pesan dan pola pikirnya nggak, ya? Oh kayaknya bakal tahu sih, kan dia juga nulis di blog. Tapi bakal se masive atau bahkan terinspirasi sama buku dan kisah yang ditulis nggak, ya?”

Dia seperti sedang bicara dengan dirinya sendiri, tapi sebenarnya dia mengajak aku berpikir tentang apa yang diucapkannya.

Dengan sedikit bingung, aku menjawabnya seperti ini, “Pertanyaan sederhana tapi cukup membuat aku mikir terlalu dalam.”

“Sebenarnya dalam benakmu sudah ada jawabannya, kan, ya?”

“Iya, realisasinya yang sulit,” jawabku.

“Memang tidak bisa sih dorongan dari luar soal seperti ini. Harus dorongan dari dalam.”

Sampai sekarang aku mengetik ini, aku mengumpulkan keberanian untuk bisa menunjukkan diriku kepada orang lain. Sebenarnya apa yang dia bilang benar sekali. Tapi ada yang perlu digaris bawahi, semata bukan aku ingin tenar seperti Gitasav. Tapi logikanya gini, katanya aku mau tulisanku menginspirasi banyak orang, tapi siapa yang mau terinspirasi, kalau ternyata aku sendiri nggak mau tulisanku dibaca orang.

Aku nggak tahu harus bagaimana agar aku bisa keluar dari rasa takut dan zona nyaman ini. Sebenarnya kuncinya ada pada diriku sendiri yang harus melawannya. Ya emang bener sih, kelak tulisan akan menemukan jodohnya. Tapi bukan berarti aku harus diam saja. Setidaknya aku mencari jalan agar tulisanku bisa mudah untuk menemukan jodohnya. Kalau didiamkan di sini siapa yang mau menemukan? #Ngomongsamakaca
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar



Dari aku kecil, Bapak tidak mendidik dengan menuruti semua apa yang kuinginkan. Bapak tidak mengiming-imingi  barang yang memang tidak bisa dibelinya hanya untuk meredakan tangis anaknya. Karena Bapak tahu luka anak kecil yang dibohongi akan membekas sampai dewasa. Sekali pun beliau mampu membelikan, manfaat barang itu juga dipertimbangkan. Kalau ternyata hanya untuk kesenangan, lebih baik tidak membelinya, jika aku tetap ingin membeli harus dengan hasil tabungan sendiri.

Suatu ketika aku pernah protes kepada Bapak perihal lantai rumah yang tidak dikeramik seperti rumah tetangga yang lebih terlihat kinclong. Jawaban beliau membuat aku tertegun beberapa lama. Kalian tahu jawabannya? Jawabannya seperti ini, “Bapak lebih suka rumah bapak sederhana tapi bisa menyekolahkan anak, daripada rumah bagus tapi biaya sekolahnya nunggak.” Cara mengucapkannya biasa, kalimatnya juga sederhana, tapi begitu luar bisa membuat aku terharu dan baper sejadi-jadinya. 

Bapak itu orang yang prinsipnya kuat menurutku. Beliau bukan orang yang mudah mengikuti trend hanya untuk meninggikan prestise-nya di mata masyarakat. Siapa pun bapak, beliau hidup dengan pikiran dan hatinya sendiri. Bukan untuk mengikuti penilaian atau omongan orang.

Beliau pernah bercerita kepadaku tentang tetangga yang rumahnya sepuluh langkah lebih lima dari rumah kita. Tetangga itu curhat ke bapak tentang hutang-hutangnya yang kian menumpuk. Itu hal yang mencengangkan bagiku. Karena apa? Karena tetangga itu rumahnya mewah lantai dua, pagar besi, mobil bagus, dan toko grosirnya tak sepi dari pembeli. Bahkan, kalung dan gelang istrinya berkarat-karat dipakai.

Ada lagi tetangga sebelah rumah yang begitu bangganya memakai motor barunya. Tapi beberapa bulan kemudian, motornya disita karena tidak bisa mencicilnya. Atau orang kaya sebelah sana tapi uangnya terkuras habis untuk membiayai penyakitnya yang tak kunjung sembuh. Begitulah, cerita orang-orang yang bapak sampaikan kepadaku.

Aku juga jadi ingat dengan seorang teman kuliah yang hidupnya secara materi enak. Pergi dan pulang kuliah naik mobil, tinggal di perumahan, dan makan apa saja bebas tanpa mikir. Tapi nyatanya, setiap pagi matanya sembab menangisi bapaknya yang harus keluar-masuk rumah sakit karena serangan jantung. Materi yang dia punya tidak berarti apa-apa dalam keadaan seperti ini.

“Kita hidup bukan untuk menuruti penilaian orang,” ucap bapak setelah selesai bercerita.

“Secara materi kita memang lebih kurang dari mereka. Tapi secara batin, kita lebih bahagia dari mereka. Makan seadanya kalau hidup tenang dan sekeluarga sehat, itu sudah lebih dari cukup bagiku. Daripada memperbagus rumah dan kendaraan hanya agar mendapat pujian dari orang, tapi pikiran carut-marut setiap malam tanpa ada yang peduli.”

Setelah berbicara panjang, Bapak menatap layar televisi untuk melanjutkan nontonnya. Dan aku sibuk memikirkan ucapannya.


Share
Tweet
Pin
Share
5 komentar

Sistem pendidikan Indonesia yang menggunakan peringkat membuat kita besar menjadi pribadi yang kompetitif. Dari sekolah dasar sampai menengah atas, siapa yang menduduki peringkat pertama maka dia yang menjadi bintang di kelas. Tidak peduli dengan cara apa dia mendapat nilai, apakah nilai itu sebanding dengan pemahamannya, yang terpenting nilainya tinggi. Tak jarang anak yang tak begitu menguasai materi bisa saja masuk dalam 10 besar. Karena semuanya hanya diukur dari nilai atau hasil belajar.

Hasilnya, kita dididik untuk menjadi orang yang selalu lebih dari orang lain. Tak peduli dengan cara sikut-menyikut, dorong-mendorong, atau bahkan mencelakai lawan kita. Karena semuanya dinilai dari hasil yang kita peroleh. Semua orang melihat seberapa besar nilai dan pencapaian kita. Mereka seakan tidak peduli bagaimana cara mendapatkan nilai itu. Entah berdarah-darah, menangis-nangis, atau bahkan hanya berpangku tangan.

Dari hasil didikan bertahun-tahun itulah membuat kita tanpa sadar dididik untuk menjadi orang yang selalu membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Ya sebenarnya memang bagus sih kalau kita berlomba-lomba pada kebaikan. Tapi titik poin pembicaraanku bukan itu. Aku ingin membicarakan bagaimana pribadi orang selalu merasa kurang karena pencapaiannya tidak sama dengan orang lain.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Belakangan ini trend hijrah memang sudah menjamur. Ditandai dengan banyaknya akun dakwah dan olshop yang menjual pakaian syar’i dan pelengkapnya. Peminat pakaian syar’i semacam gamis begitu banyak. Tidak hanya dari kalangan ibu-ibu yang memang sudah terbiasa memakai pakaian terusan, remaja masa kini juga lebih suka menggunakannya untuk pakaian sehari-hari. Pun juga aku, yang setahun belakangan ini lebih suka memakai rok dan berangsur-angsur mencicil membeli gamis untuk pakaian sehari-hari. Menurutku pribadi, menggunakan gamis itu lebih simple, tidak perlu mencari warna yang cocok antara atasan dan bawahan. Ya karena memang gamis adalah model baju terusan.

Akan tetapi, menggunakan gamis dan hijab tidak asal-asalan hanya melihat motif dan warnanya yang bagus. Meskipun secara sekilas gamis adalah pakaian muslim yang disyariatkan, tapi semakin ke sini banyak gamis dan hijab yang didesain berlebihan sehingga tidak memenuhi kriteria syariat lagi. Sebagai contoh, gamis yang bagian pinggang ukurannya lebih kecil, apabila dipakai akan membentuk lekukan tubuh. Serta motif gamis didesain beraneka macam dan warnanya begitu mencolok. Bahannya juga terbuat dari kain yang tipis dan nerawang.

Gamis yang baik digunakan yaitu gamis yang modelnya lurus dan panjang, bukan yang membentuk lekukan tubuh. Serta yang warnanya tidak mencolok dan tidak bermotif. Hal ini ditakutkan akan menarik perhatian lawan jenis. Jadi, memakai sesuatu itu tidak hanya dipertimbangkan sisi keindahannya, tapi juga sisi syariatnya. Dari banyaknya penjual gamis dan hijab, kalian sudah menemukan yang tepat belum? Aku ada nih rekomendasi brand pakaian syar’i yang koleksinya bikin mata melek. Karena koleksi brand ini tidak hanya indah dipandang mata, tapi juga sesuai syariat insya Allah.

Siapa dia gerangan? Dia adalah GeraiRosmala, butik muslimah yang pemasarannya melalui online dan offline. Desainnya original yang simpel, nyaman, dan elegant. Brand yang dimiliki Teh Santi Rosmala dari Bandung ini mengusung tagline comfort syar’i. Adanya butik muslimah ini bisa menjadi teman yang cocok untuk kalian para muslimah yang sedang berproses hijrah atau yang sudah berpakaian syar’i dan ingin menambah koleksinya.


Aisyah khimar yang unik dan cantik dengan pilihan bahan jetblack super comfy. Modelnya yang casual cocok untuk menemani berbagai aktivitas harianmu, Shaliha.
Sebuah kiriman dibagikan oleh Gamis Khimar Syari Bandung (@gerairosmala) pada 14 Mar 2018 jam 6:

Salah satu koleksinya yang aku suka yaitu Rumaisha series yang terbuat dari bahan katun Toyoba premium yang halus, tidak menerawang, jatuh, menyerap keringat, dan adem. Cocok untuk kegiatan sehari-hari.




Rumaisha Series 
Sebuah kiriman dibagikan oleh Gamis Khimar Syari Bandung (@gerairosmala) pada 11 Mar 2018 jam 6:33 PDT


Para muslimah yang tinggal di daerah panas, tidak perlu khawatir kepanasan karena memakai pakaian tertutup seperti ini. Gamis-gamis koleksi Gerai Rosmala terbuat dari bahan yang adem sehingga tidak membuat gerah. Bahannya dari katun Toyobo yang bisa menyerap keringat.

Khimar di Gerai Rosmala juga didesain bagian belakang lebih panjang dan bagian depan sempurna menutup dada. Mungkin kalian ada yang terlalu risih dengan model seperti ini karena takut akan menghalangi kegiatan sehari-hari, tenang ada juga khimar yang desainnya dibelah pinggir. Sehingga tangan gerak bagaimana pun tidak akan terhalang oleh jilbab.
Shafiyyah khimar dengan pemilihan material ceruti ultimate, model double layer untuk memenuhi kebutuhan hijab syar'imu dear ukhti fillah wa shaliha. 
Sebuah kiriman dibagikan oleh Gamis Khimar Syari Bandung (@gerairosmala) pada 28 Peb 2018 jam 6:07 PST


Model gamis di Gerai Rosmala didesain dengan model yang sederhana, tidak ribet, dan tetap modis. Untuk pemesanan sesuai keinginan dan ingin stalking koleksinya, bisa langsung meluncur ke instagramnya @gerairosmala atau website-nya www.gerairosmala.com  

Gerai Rosmala teman hijrah yang tepat untuk para muslimah :)



Share
Tweet
Pin
Share
8 komentar



Kalian yang sedang kuliah atau kerja di luar kota, pasti memilih tinggal di kos jika tidak mempunyai sanak saudara di tempat tersebut. Hidup di kos kadang jadi momok untuk orang-orang yang sudah terbiasa tinggal enak bersama kedua orangtua. Bayangan anak kos sering makan mie instans, harus serba irit, dan susah mengatur uang bulanan memang selalu menjadi bahan pembicaraan. Akan tetapi, tinggal di kos juga mengajari kita untuk hidup mandiri dan berempati kepada orang lain. Di kos kita tidak hanya tinggal dengan satu atau dua orang, bisa belasan bahkan puluhan. Saat kita berteman dengan beberapa orang saja, banyak konflik yang kita alami. Apalagi kalau hidup seatap dengan puluhan orang dengan karakteristik berbeda. Kegiatan kita dari membuka mata sampai memejamkannya selalu melibatkan orang lain di dalamnya, entah bergantian menggunakan fasilitas kos , pinjam-meminjam barang, atau bayar-membayar iuran.

Beberapa hari lalu ada konflik di kosku. Sampai-sampai salah satu teman kos menyebutkan nama salah satu penghuni kebun binatang. Ini baru pertama konflik kos yang sampai separah ini selama aku tinggal di sini. Di kos ini tidak tinggal bersama ibu kos. Jadi hal apa pun penghuni kos sendiri yang mengaturnya, entah itu kebersihan, iuran elpiji, wifi, keteraturan parkiran, dan lainnya. Sebenarnya ada ibu pekerja yang diberi amanah ibu kos untuk membersihkan kosan, namun tugas beliau hanya membersihkan kamar mandi dan menyapu lantai. Selebihnya, pekerjaan beliau ada di rumah ibu kos sendiri.
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
See the source image
Source: Google

Malam ini aku ditemani seorang ibu yang pernah aku ceritakan di tulisan sebelumnya. Klik di sini untuk membaca. Beliau sekarang sedang melakukan video call bersama suami dan anaknya sambil bilang, “Ibuk kangen sama adek.” Huwaa aku terharu pengen nangis :(
Terharu bukan karena aku homesick sih, tapi karena melihat perjuangan beliau yang harus ninggalin anaknya beberapa hari ini untuk mengurus berkas-berkas seminar proposal. Beliau harus izin dua hari dan bolos satu hari dari kerjanya. Karena maksimal izin di kantornya hanya boleh dua hari. Aku ngetik ini sambil mau nangis. T.T
Percakapan mereka itu gini:
Ibuk    : Adek sabar dulu ya, nanti kalau kuliahnya ibuk udah selesai, ibuk bersama lagi  sama adek. Ibuk tinggal serumah lagi sama adek. Sekarang nginep di kos dulu.
Anak   : Ibuk cepat pulang, ya. Pulang sekarang aja gapapa, Buk.
Tambah remuk rasanya hatiku pas anaknya bilang gitu sambil mau mewek. Ucapan dan perasaan anak kecil itu lebih jujur dan lebih ngena di hatiku.
Beliau pernah aku tanya, “Buk, gimana cara ngatur waktunya? Ibuk kan jadi ibu rumah tangga, pekerja, dan harus mengerjakan tesis pula.”
Beliau jawab gini, “Mengerjakan tesisnya malam Mbak sampai Shubuh. Tidur sebentar trus berangkat kerja. Di kantor itu saya sambil ngantuk-ngantuk nyambi ngerjakan juga.” Serasa aku ditampol saat itu juga. Kalau ibu itu bisa, pasti kamu juga bisa, Nik.  Kamu nggak ada apa-apanya dibanding ibu itu. Malahan beliau yang berhasil sempro duluan dibanding kamu. HIKS. (Tapi semoga wisuda kita barengan, Buk)
Mungkin ini cara Allah buat nyemangatin aku. Dari pagi sampai malam ini, aku lihat ibunya belajar, buka tutup materi presentasi buat hari Senin mendatang. Beliau pernah bilang, “Penyemangat saya biar cepet lulus itu ya anak sama suami, Mbak.”
Aku merasa kecil sekali setiap ketemu ibu ini. Semangatnya luar biasa sekali. Beliau mengaku keringat dingin dari tadi membayangkan seminar proposalnya hari Senin mendatang.
 Aku juga inget sama mbak mama muda di kosku. Mbak ini rela LDR-an dengan suami dan anaknya semenjak semester 8 sampai dia kuliah lagi ngambil keprofesian dokter gigi. Dia sering curhat juga ke aku malahan sambil nangis. Dia bilang, “Aku cuma minta satu hal aja sama Allah. Aku pengen cepet lulus biar bisa kumpul sama anak suami lagi.” Saat itu juga hatiku nyeesss. Dan sekarang setelah keprofesiannya sudah selesai dan dia udah balik ke rumahnya di Surabaya, setiap hari status whatsapp-nya dipenuhi foto anaknya. Mungkin begitu ya rasanya seorang ibu yang bisa menemani tumbuh-kembang anaknya. Bahagiaaaa~
Sebenarnya aku juga punya penyemangat di rumah yaitu bapak dan ibuk. Mereka rela hampir empat tahun ini ngelepas aku di tempat yang jauh. Padahal beliau sendiri juga tak begitu mengenal tempat ini. Beliau percaya ada Allah yang selalu menjaga anak gadisnya ini. Seharusnya aku juga bisa semangat seperti mereka. Setelah Allah, cuma mereka alasanku untuk berjuang sampai detik ini. Tunggu semester ini aku lulus, Pak, Buk. Allah Maha Mendengar doa kita dan Maha Melihat usaha anakmu ini. :’)


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar



Sabtu lalu, ada seorang ibu tinggal di kamar kosku. Beliau adalah mahasiswi S2 di kampusku. Dulu beliau menyewa kamar kos di sini, tetapi karena hanya dua minggu sekali menginap, kadang sebulan sekali, akhirnya orangnya memutuskan untuk paroan kamar denganku. Alhamdulillah, ada kasur double di kamar sebelah jadi bisa dipinjamkan untuk beliau.

Sebelum tidur, beliau bilang begini, "Mbak Anik ini hebat ya, kuat tidak ketemu orangtua sampai enam bulan." Aku tersenyum tipis lalu menjawab ucapannya begini, "Ini masih belum apa-apa, Bu. Masih hebatan wanita yang sudah menikah yang bertahun-tahun tidak bisa bertemu. Sekali pun bertemu, paling hanya saat lebaran."

Aku jadi inget ucapannya @gitasav di videonya yang berjudul Cara Menangani homesick. Gita bilang intinya seperti ini, homesick itu hanya untuk orang-orang yang menganggap tempat yang dia tinggali saat ini bukan rumahnya. Itulah kenapa, dia selalu ingin pulang. Tapi makin ke sini, aku merasa Jerman ini juga rumahku. Makanya homesick-ku nggak separah dulu.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Panitia aksi 


Hari Sabtu lalu aku memang sibuk seharian mempersiapkan aksi di organisasi kerelawananku yaitu Relawan Nusantara Jember yang bersinergi dengan Relawan Inspirasi, pemuda-pemudi Desa, Forum Komunikasi Koperasi Mahasiswa Jember (FKKMJ) dan UKM LABAIK Politeknik Negeri Jember. Sepulang dari sana, aku lelah sekali. Pukul 22:00 WIB sudah tidur. Padahal biasanya aku insomnia sampai pukul 00:00 WIB lebih. Karena lelah, Minggunya aku gunakan hanya untuk santai-santai. Akhirnya, dua hari lalu blog ini tidak ada postingannya.

Aksi yang aku laksanakan bersama teman relawan yang lain yaitu Siaga Sehat dan Yuk Berjilbab. Aksi Siaga Sehat adalah program pengobatan gratis. Sedangkan, aksi Yuk Berjilbab adalah tausiyah tentang menutup aurat dan pembagian jilbab gratis. Acara ini sudah dilaksanakan kedua kalinya, pertama di Kecamatan Pakusari dan kedua kemarin di Kecamatan Panti. Awal Februari kita sudah menggalang donasi jilbab layak pakai. Alhamdulillah, hasilnya ada 2.200-an jilbab, gamis, baju, dll yang terkumpul dari Gorontalo, Madura, Malang, Kediri, Semarang, Madiun, dan lainnya aku lupa.

Sebenarnya kami hanya ingin melaksanakan aksi pembagian jilbab ini sekali pada bulan Februari kemarin, tapi karena jilbab yang terkumpul sangat banyak, ada aksi season kedua, niatnya ketiga, dan sampai jilbab donasi habis.

Aksi Yuk Berjilbab kami kolaborasikan dengan Siaga Sehat tujuannya agar acara tidak monoton, menarik warga desa untuk ikut serta, dan memberikan fasilitas ke warga desa yang notabene-nya mereka memiliki biaya yang minim untuk berobat. Alhamdulillah, tenaga medis berasal dari relawan sendiri, ada yang apoteker dan perawat.
Bagian tensi darah

Bagian tes gula darah dan konsultasi kesehatan

Bagian obat


Serangkaian acara di Siaga Sehat ini terdiri dari pendaftaran, tensi darah, tes gula darah, konsultasi kesehatan, dan obat gratis yang di-support oleh Rumah Zakat. Warga berbondong-bondong ke acara ini. Namun sayangnya, karena waktu kami dari hanya dari habis Ashar sampai menjelang Maghrib, maka ada kuota pendaftaran yaitu 50 orang. Warga yang mendaftar ada 46 dan bisa terlayani semua menjelang Maghrib.

Warga mengaku senang dengan adanya pengobatan gratis ini. Mereka mengaku, uang mereka hanya cukup untuk makan dan kebutuhan sehari-hari. Sebenarnya pengobatan gratis bisa dilaksanakan di puskesmas. Karena jarak puskesmas yang cukup jauh, mereka enggan untuk ke sana. Apalagi pada pagi sampai siang hari, mereka masih sibuk dengan pekerjaan rumah. Banyak warga yang gula darahnya tinggi. Mereka mengaku karena suka minum-minuman yang manis. memakan nasi yang dimasak di magic com juga salah satu penyebabnya. Karena nasinya mengandung gula yang tinggi. Begitulah penjelasan tim medis yang sempat kudengar. Kalau memang ingin tetap menanak nasi di magic com, tanak lagi nasinya agar air di nasi tersebut bisa turun kadar gulanya.

Pada sehabis Maghrib, kami melaksanakan aksi Yuk Berjilbab. Pertama, acara pembukaan dengan pembacaan ayat suci Al-Quran dan sari tilawah. lalu kedua, sambutan dari panitia pemuda-pemudi desa dan koordinator relawan. Lalu masuk ke acara inti yaitu tausiyah tentang pentingnya berjilbab. Pada tausiyah ini diisi oleh ketua muslimatan di desa yaitu Bu Amma. Tapi kali ini, Bu Amma mempercayakan kepada putrinya untuk mengisi. Tausiyah ini tujuannya untuk mengenalkan kepada warga tentang kewajiban seorang muslimah berjilbab.
Tausiyah

Sambutan coordinator relawan

warga desa yang antusias




Lalu ada ppembagian jilbab gratis, setelah itu aku dan seorang teman relawan yaitu Afifah memperagakan penggunaan jilbab secara baik dan benar sesuai syariat. Pada tutorial ini kami tidak mempergakan jilbab yang sulit. Hanya jilbab yang sederhana. Poin pentingnya bukan sebagus apa modelnya, tapi apakah jilbab itu sudah sempurna menutup aurat kita atau belum. Kami menjelaskan bahwa jilbab itu harus memanjang menutupi *maaf* dada. Dan kami juga memberikan tips bagaimana cara menggunakan jilbab paris agar tetap panjang dan tebal yaitu dengan men-double-nya menjadi dua lalu dilipat kecil saja.
tutorial jilbab





Alhamdulillah, respon warga desa dan takmir Masjid begitu positif dengan adanya acara ini. Acara ini juga berjalan dengan lancar tanpa suatu halangan yang berarti.





Relawan Inspirasi yaitu Akh Emu (Erik Mustaqim) menjelaskan saat rapat evaluasi bahwa acara seperti ini merupakan wadah pemuda-pemudi desa untuk belajar berorganisasi dan mengelola suatu acara. Poin pentingnya bukan terletak pada jilbab yang dibagikan, tapi ilmu yang kisa bisa kita dapatkan. Dengan ada acara ini bisa menumbuhkan rasa empati kita terhadap masyarakat desa.
Akh. Emu Relawan Inspirasi 



Kapan-kapan aku pengen cerita tentang Relawan Inspirasi yang juga menginspirasiku ini. :’)


Share
Tweet
Pin
Share
8 komentar
See the source image
Source: Kincir.com

Kemarin tengah malam sekitar pukul 23:30 WIB, aku mengurungkan memejamkan mata karena melihat notifikasi whatsapp. Ada nama seseorang tertera di sana. Agak heran, di tengah malam seperti ini ada seseorang yang bisa dikatakan tidak terlalu dekat denganku menghubungi. Dia adalah temannya temanku yang kuliah di Surabaya. Kami belum pernah bertemu sebelumnya. Hanya sering berkomunikasi melalui chat, tapi hubungan kami kurasa tidak terlalu dekat karena di antara kami jarang membicarakan masalah pribadi. Pikiranku mulai bingung melihat emot menangis yang dia kirim. Ada apa, batinku.
Tanpa berpikir panjang, langsung kuketik balasan untuk dia, Kamu kenapa? Dia bercerita kalau barusan sedang mimpi buruk. Mimpi buruk apa, aku penasaran. Di sisi lain, aku juga penasaran kenapa dia menceritakannya kepadaku di tengah malam pula. Bukankah setelah mimpi buruk lalu menghubungi seseorang adalah tindakan yang refleks? Kalau refleks, tentu yang dia hubungi adalah sahabat yang dijadikan tempat cerita biasanya. Entah kenapa, kali ini dia memilih bercerita kepadaku.
Share
Tweet
Pin
Share
4 komentar

See the source image
smeaker.com


Tumblr adalah media sosial platform blog yang digandrungi penulis dan remaja sekarang ini. Sayangnya, akhir-akhir ini santer berita bahwa Tumblr diblokir karena terdapat banyak konten pornografi. Aku pernah memakai akun ini, tapi tidak terlalu aktif. Hanya sesekali posting lalu kutinggalkan akunku bersarang laba-laba tanpa pernah merawatnya. Meskipun begitu, aku ikut bersedih hati melihat teman-temanku yang kebingungan karena tidak bisa lagi menemukan tulisan penulis favoritnya di sana atau bahkan mereka kehilangan rumah untuk bercerita.

Postingan ini kutulis karena aku melihat banyak sekali story kesedihan teman-teman, entah yang kukenal atau tidak. Aku tahu mereka begitu kecewa, dan aku pernah merasakan di posisi itu. Aku kehilangan banyak sekali dokumen tulisanku di laptop karena virus yang diam-diam menggerogotinya. Beruntungnya, semua tulisanku hampir semua sudah kuposting di blog ini—meski akhirnya semuanya aku hapus beberapa bulan silam.

Aku mulai takut kalau ternyata blogger ini juga diblokir. Karena menurutku, jika alasannya karena pornografi, tentu di situs mana saja sedikit banyak pasti ada konten tersebut. Apalagi blogger yang kita ketahui begitu bebas digunakan oleh siapa saja dengan gratis. Semua media sosial kurasa juga ada konten pornografinya. Karena jujur saja, secara tidak sengaja aku melihat akun-akun dengan gambar tak senonoh itu berseliweran di akun yang direkomendasikan dan explore instagram. Akun dan postingan itu muncul dengan sendirinya tanpa perlu dicari. Yah begitulah, selalu saja ada tangan-tangan jahil yang menggunakan fasilitas untuk hal negatif. Imbasnya, kita-kita yang berusaha memanfaatkan fasilitas untuk berkarya dan kebaikan jadi tak punya wadah lagi.

Akun instagram @sundarihana (buleknya Kirana) yang aktif menulis di Tumblr menuliskan kekecewaannya di Instagram. Dia bilang, aku kehilangan rumah tempat bercerita dan bersembunyi. Tumblr adalah tempat membuang isi pikiranku.

Sama seperti dia, aku merasa di blog ini seperti rumah tempatku berkeluh-kesah. Tempatku bercerita saat tak ada orang lain yang mau mendengar, atau saat hatiku ingin bersuara melalui aksara. Blog ini juga menjadi tempat persembunyian paling aman. Tidak banyak orang mengenalku di dunia nyata yang tahu aku aktif ngeblog di sini. Aku memang sengaja tidak memberitahu mereka dan menyembunyikan segala rasa yang tertumpah ruah di sini.

Berbeda dengan orang lain yang lebih ingin dikenal sebagai penulis atau blogger dengan orang-orang disekitarnya. Bagiku, itu tidak terlalu berarti. Yang terpenting dalam kaca mataku adalah bagaimana aku bisa nyaman menumpahkan segala rasa di sini tanpa ada yang mempertanyakan tentang kebenarannya serta identitas orang yang aku kisahkan.

Aku paling tidak suka jika menulis suatu hal lalu dia bertanya, “Yang ada di ceritamu itu maksudnya si X, ya?” itu adalah hal privasi yang tidak perlu ditanyakan menurutku. Meskipun aku mengumbar beberapa cerita keseharianku di sini, tapi aku tidak pernah membuka identitasnya. Untuk apa? Ya untuk kenyamanan bersama. Aku bercerita di sini bukan bermaksud membuka aib orang, aku hanya ingin bercerita dan meluapkan segala isi pikiran dengan diakhiri sebuah solusi yang aku gali dari diriku sendiri.

Bercerita seperti ini adalah cara untuk berbicara dan menyugesti  diriku sendiri. Caraku untuk mengajak diri sendiri menggali apa yang sebenarnya diriku inginkan. Apa yang sebenarnya aku rasakan. Tanpa tertumpah melalui aksara seperti ini, segala yang dipikiran akan tetap menjadi maya yang sulit untuk ditelusuri. Dengan sudah tersusun rapi menjadi aksara, setidaknya aku bisa memiliki draft dari perasaan dan pemikiranku.

Itulah alasanku aku menyembunyikan blog ini dari teman-teman nyataku. Aku lebih suka orang yang mengenalku di dunia maya yang membaca tulisanku. Karena aku tidak mau jika ada teman dunia nyata membaca tulisanku, mereka ada prasangka atau kesalahpahaman lain. Itu juga alasanku kenapa aku tidak terlalu suka bercerita atau menumpahkan perasaanku di media sosial. Karena media sosialku berisi dengan orang-orang yang kukenal. Serta aku tidak ingin tulisanku berserakan di media sosial yang nantinya menimbulkan hal-hal sensitif seperti komentar-komentar tidak jelas dan tak nyambung. Cukup di tempat ini saja aku mengarsipkannya dengan rapi.

Dan semoga, tempat ini tetap berdiri kokoh tanpa ada yang menutupnya. Jika sampai rumah ini tergusur, aku tak tahu  harus mencari rumah mana lagi untuk kujadikan tempat teduhan hati ini. :’)
Share
Tweet
Pin
Share
14 komentar

Doc. Pribadi
Mungkin bagi kalian bertemu orang baru adalah hal yang menyenangkan. Berbasa-basi dengan orang asing atau mengobrol panjang lebar dengan seseorang adalah hal yang baik menurut kalian. Tapi bagiku, itu amat sulit. Membutuhkan energi yang banyak untuk bisa berlama-lama tenggelam dalam sebuah pembicaraan dengan seseorang yang baru kukenal. Jika pun aku terlihat baik-baik saja saat bertemu orang baru, percayalah, sebenarnya dalam diriku sedang tidak nyaman, kaku, dan berpikir keras tentang bahan obrolan. Yang ada malah aku terlihat kikuk, salah tingkah, senyum atau tertawa dipaksakan untuk memecah suasana.

Aku adalah seorang introvert, lupa apa jenisnya. Untuk menjawab telepon dan membalas chat dari seseorang saja aku harus berpikir panjang. Aku tidak suka ramai di chat atau status orang kecuali itu hal yang penting atau sudah mengenal dekat orang tersebut.

Bukanlah hal mudah seorang introvert untuk pergi kemana-mana. Karena, orang dalam tipe ini membutuhkan waktu yang panjang untuk bisa beradaptasi dan mengakrabi orang-orang baru. Orang tipe ini lebih suka diam di suatu ruangan sibuk dengan dirinya sendiri atau bepergian seorang diri. Terdengar aneh mungkin, banyak orang tidak suka kemana-mana sendirian. Sedangkan aku, paling suka menghabiskan waktu seorang diri.

Akhir-akhir ini, aku takut dengan diriku sendiri. Takut jika aku tidak bisa mempunyai teman yang lebih banyak. Aku tidak suka kesepian tapi aku menyukai kesendirian. Bingung, kan?

Aku bukan orang yang kelihatan periang. Lebih tepatnya aku sangat terlihat pendiam. Tidak mudah untuk mengeluarkan sepatah dua patah kata di depan publik. Sekali pun dalam pikiranku banyak hal menggelayut, tapi hanya beberapa saja yang berhasil keluar dari otakku.

Apalagi, semenjak aku kecil, orangtuaku mendidik dengan cara menakut-nakuti. Melarang ini –itu sesukanya tanpa pernah memberi penjelasan yang jelas. Yang ada, saat sudah mendewasa, aku besar dengan pribadi yang penakut, tidak menyukai tantangan, dan hal baru. Sampai-sampai aku kebingungan bagaimana caranya agar aku bisa menjadi orang yang berani melakukan banyak hal, berani menerima tantangan, dan suka untuk melakukan hal-hal baru.

Aku merasa ruang gerakku sempit. Aku merasa hanya memilih orang-orang tertentu untuk menjalin jaringan. Dan orang-orang itulah yang menurutku nyaman dan bisa aku ajak bicara. Hasilnya, tak banyak hal yang kutemukan dan lakukan. Hidupku serasa monoton. Hanya berkutat pada orang-orang itu saja dan pada hal yang sama setiap harinya.

Hal yang paling membuatku takut yaitu aku mulai membenci diriku sendiri. Aku mulai membentuk diriku menjadi orang lain. Nyatanya, tetap tak bisa. Sulit mengubah hal-hal dasar pada diri kita. Berulang kali aku membisiki diriku sendiri, bahwa setiap orang itu unik. Sebeda apa pun kamu dengan orang lain, atau bahkan senyeleneh apa pun itu, tetap akan ada orang yang menyukai dirimu.

Adakalanya, aku juga bisa asyik, periang, atau pembawa suasana. Tapi tidak dengan semua orang. Hanya orang-orang tertentu yang sudah akrab. Jika kalian bertemu aku dengan tertawa lepas, suka bercerita, dan terbuka menceritakan apa saja, berarti aku sedang nyaman. Jika tidak, bukan berarti aku tidak suka. Tapi aku butuh waktu untuk bisa biasa kepada kalian. :’)






Share
Tweet
Pin
Share
8 komentar
Newer Posts
Older Posts

About Me

Foto saya
Anik's Blog
Hi, ini tempat pulangnya Anik. Berisi hal-hal random yang rasanya perlu ditulis.
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Follow Us

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Tumblr

Member Of

1minggu1cerita

Categories

  • Blogwalking
  • Calon Ibu
  • FIKSI
  • Flashback
  • Kerelawanan
  • Obrolan Cermin
  • Review Ala-Ala
  • Sudut Pandang Pernikahan

Postingan Populer

  • Rezeki Tak Perlu Dicari
  • Hujan-Hujan di Bulan Juni
  • Inilah 5 Cara Bahagia Jadi Jofis (Jomblo Fi Sabilillah)
  • Menikah itu Bukan Sekadar untuk Memilikinya, tetapi Demi Menambah Kecintaan kepada-Nya
  • (Review) Pertanyaan Tentang Kedatangan

Blog Archive

  • Maret 2024 (1)
  • Februari 2024 (1)
  • Juli 2023 (2)
  • Agustus 2021 (1)
  • Juli 2021 (2)
  • September 2020 (2)
  • Agustus 2020 (4)
  • Juli 2020 (3)
  • Juni 2020 (7)
  • Mei 2020 (17)
  • April 2020 (4)
  • September 2019 (1)
  • Agustus 2019 (3)
  • Juli 2019 (9)
  • Juni 2019 (4)
  • Mei 2019 (3)
  • April 2019 (1)
  • Maret 2019 (7)
  • Februari 2019 (3)
  • Januari 2019 (3)
  • Oktober 2018 (6)
  • Maret 2018 (22)
  • Februari 2018 (14)
  • Agustus 2017 (7)
  • Juli 2017 (11)
  • Juni 2017 (11)
  • Mei 2017 (1)
  • April 2017 (5)
  • Maret 2017 (3)
  • Februari 2017 (4)
  • Januari 2017 (14)
  • Desember 2016 (12)
  • November 2016 (2)

Created with by ThemeXpose