Tentang Rindu dan Rumah
Sabtu lalu, ada seorang ibu tinggal di kamar kosku. Beliau
adalah mahasiswi S2 di kampusku. Dulu beliau menyewa kamar kos di sini, tetapi
karena hanya dua minggu sekali menginap, kadang sebulan sekali, akhirnya
orangnya memutuskan untuk paroan kamar denganku. Alhamdulillah, ada kasur double di kamar sebelah jadi bisa
dipinjamkan untuk beliau.
Sebelum tidur, beliau bilang begini, "Mbak Anik ini
hebat ya, kuat tidak ketemu orangtua sampai enam bulan." Aku tersenyum
tipis lalu menjawab ucapannya begini, "Ini masih belum apa-apa, Bu. Masih
hebatan wanita yang sudah menikah yang bertahun-tahun tidak bisa bertemu.
Sekali pun bertemu, paling hanya saat lebaran."
Aku jadi inget ucapannya @gitasav di videonya yang berjudul Cara Menangani homesick. Gita bilang intinya seperti ini, homesick itu hanya untuk orang-orang yang
menganggap tempat yang dia tinggali saat ini bukan rumahnya. Itulah kenapa, dia
selalu ingin pulang. Tapi makin ke sini,
aku merasa Jerman ini juga rumahku. Makanya homesick-ku nggak separah dulu.
Aku serasa mendengarkan diriku yang ngomong gitu. Karena
apa? Aku persis ngalamin seperti Gita. Sekarang aku merasa di perantauan ini
adalah rumahku. Kadang aku juga mikir, nanti setelah lulus kalau aku tetap di
sini gimana ya? Beberapa teman kos juga bilang, aku ini orangnya nggak gampang
kangenan. Beda dengan teman lain yang ada kesempatan waktu pulang dikit
langsung pulang. Kalau mau pulang, aku mesti mikir, nanti di rumah ngapain ya.
Pasti ujung-ujungnya aku nggak seproduktif di perantauan, apalagi di rumah
nggak ada wifi dan sinyal juga sulit. Tambah tak sukalah aku.
Jujur, aku lebih nyaman di perantauan saat ini, nggak tahu
nanti. Karena di sini aku dekat dengan berbagai hal dan tempat yang kuinginkan,
misalnya aksi sosial, kajian, dan lainnya. Ya jelaslah, aku tinggal di area
kampus pasti banyak kegiatan mahasiswa yang bisa kuikuti. Sedangkan di rumah,
yang sering kulakukan hanya kegiatan di rumah, ke Gramedia, atau perpustakaan
kota. Ya cabang organisasi relawan ada sih di rumah, kajian juga ada meski
tidak sebanyak di perantauan. Hanya saja tempatnya terlalu jauh dan entah
semakin ke sini aku jadi asing dengan kota kelahiranku.
Di sisi lain, ada banyak
hal di kota kelahiran yang tidak kutemukan di perantauan. Entah suasana,
orang-orangnya, fasilitas kota, dan banyak hal. Ya sebenarnya setiap tempat pasti punya plus
minus sendiri. Kalau lagi di perantauan, aku kangen kampung halaman, begitu
juga sebaliknya. Di rumah, aku nggak bakal sebebas di sini. Bisa keluar kapan
aja, bisa maen kemana aja, entah itu pulang malam atau nginap di kos teman. Aku
bisa bebas ngelakuin banyak hal yang memang aman tanpa ada kekangan dari
orangtua. Aku lebih nemuin duniaku di perantauan. Tapi nyatanya, tetap rumah
yang mempunyai presentase tinggi untuk aku kembali. Karena memang, tidak ada
tempat ternyaman selain rumah dan ada ibu di dalamnya. :’)
Tapi bagaimana pun, ada saatnya aku pulang dan mengabdi di
kelahiranku.
0 komentar