Tentang Rindu dan Rumah

by - 17.11




Sabtu lalu, ada seorang ibu tinggal di kamar kosku. Beliau adalah mahasiswi S2 di kampusku. Dulu beliau menyewa kamar kos di sini, tetapi karena hanya dua minggu sekali menginap, kadang sebulan sekali, akhirnya orangnya memutuskan untuk paroan kamar denganku. Alhamdulillah, ada kasur double di kamar sebelah jadi bisa dipinjamkan untuk beliau.

Sebelum tidur, beliau bilang begini, "Mbak Anik ini hebat ya, kuat tidak ketemu orangtua sampai enam bulan." Aku tersenyum tipis lalu menjawab ucapannya begini, "Ini masih belum apa-apa, Bu. Masih hebatan wanita yang sudah menikah yang bertahun-tahun tidak bisa bertemu. Sekali pun bertemu, paling hanya saat lebaran."

Aku jadi inget ucapannya @gitasav di videonya yang berjudul Cara Menangani homesick. Gita bilang intinya seperti ini, homesick itu hanya untuk orang-orang yang menganggap tempat yang dia tinggali saat ini bukan rumahnya. Itulah kenapa, dia selalu ingin pulang. Tapi makin ke sini, aku merasa Jerman ini juga rumahku. Makanya homesick-ku nggak separah dulu.


Aku serasa mendengarkan diriku yang ngomong gitu. Karena apa? Aku persis ngalamin seperti Gita. Sekarang aku merasa di perantauan ini adalah rumahku. Kadang aku juga mikir, nanti setelah lulus kalau aku tetap di sini gimana ya? Beberapa teman kos juga bilang, aku ini orangnya nggak gampang kangenan. Beda dengan teman lain yang ada kesempatan waktu pulang dikit langsung pulang. Kalau mau pulang, aku mesti mikir, nanti di rumah ngapain ya. Pasti ujung-ujungnya aku nggak seproduktif di perantauan, apalagi di rumah nggak ada wifi dan sinyal juga sulit. Tambah tak sukalah aku.

Jujur, aku lebih nyaman di perantauan saat ini, nggak tahu nanti. Karena di sini aku dekat dengan berbagai hal dan tempat yang kuinginkan, misalnya aksi sosial, kajian, dan lainnya. Ya jelaslah, aku tinggal di area kampus pasti banyak kegiatan mahasiswa yang bisa kuikuti. Sedangkan di rumah, yang sering kulakukan hanya kegiatan di rumah, ke Gramedia, atau perpustakaan kota. Ya cabang organisasi relawan ada sih di rumah, kajian juga ada meski tidak sebanyak di perantauan. Hanya saja tempatnya terlalu jauh dan entah semakin ke sini aku jadi asing dengan kota kelahiranku.

Di sisi lain, ada banyak hal di kota kelahiran yang tidak kutemukan di perantauan. Entah suasana, orang-orangnya, fasilitas kota, dan banyak hal.  Ya sebenarnya setiap tempat pasti punya plus minus sendiri. Kalau lagi di perantauan, aku kangen kampung halaman, begitu juga sebaliknya. Di rumah, aku nggak bakal sebebas di sini. Bisa keluar kapan aja, bisa maen kemana aja, entah itu pulang malam atau nginap di kos teman. Aku bisa bebas ngelakuin banyak hal yang memang aman tanpa ada kekangan dari orangtua. Aku lebih nemuin duniaku di perantauan. Tapi nyatanya, tetap rumah yang mempunyai presentase tinggi untuk aku kembali. Karena memang, tidak ada tempat ternyaman selain rumah dan ada ibu di dalamnya. :’)



Tapi bagaimana pun, ada saatnya aku pulang dan mengabdi di kelahiranku.


You May Also Like

0 komentar