Aku adalah wanita yang saat ini masih
berstatus mahasiswa, dan kelak akan kau panggil ibu, bunda, atau panggilan
sayang lainnya.
Saat aku menulis ini, kau belum ada di
dunia ini, Nak. Jangankan untuk melihat keberadaanmu, menemukan sesosok lelaki
yang akan kau panggil Ayah saja juga belum. Akhir-akhir ini aku sering
terpikirkan olehmu—sosok yang belum bisa kubayangkan wajahnya seperti apa.
Sering kulihat sosok mungil, putih, dan
tertawa lucu memperlihatkan gigi susunya atau berlarian mengambil bola di
halaman rumah, aku selalu membayangkan sosokmu nanti juga seperti itu. Lucu dan
menggemaskan di pangkuanku.
Nak, akhir-akhir ini aku merasa cemas
dengan masa depanmu kelak. Mungkin aku terlalu berlebihan, bertemu Ayahmu saja
belum, tapi sudah mencemaskanmu. Entah, naluri keibuan muncul dengan sendirinya
setiap bertambahnya detik mengiringi usiaku. Tapi kurasa, tidak ada kata
berlebihan untuk masa depan anak.
Aku selalu percaya tentang pertemuan
aku dan ayahmu telah tergores di kitab takdir-Nya. Aku tak mengkhawatirkan itu,
karena nanti jika daun takdir itu gugur, maka dia akan datang dengan tuntunan-Nya.