Hujan-Hujan di Bulan Juni

by - 20.57


Katanya bulan Juni itu bulannya Sapardi Djoko Damono. Waktunya menunggu hujan. Sebenarnya bagiku hujan, senja, dan kopi adalah hal mainstream untuk diceritakan. Kata orang-orang hujan mengandung 1% air dan 99% kenangan. Hm, emang iya ya? Pas hujan aku nggak pernah inget apa-apa tentang hal yang telah lewat. Nggak ada kenangan yang tiba-tiba mampir di kepala. Sebenarnya orang-orang benar punya kenangan dengan hujan, atau sengaja menyambung-nyambungkan dua hal yang padahal nggak ada korelasinya? 

Bagiku hujan cukup dinikmati tanpa kita harus sibuk mengais-ngais masa lalu. Dimana kita berada saat itu sedang hujan, ya itulah hujan. Setiap waktu punya cerita dan momennya masing-masing. Tapi dari dulu hujan selalu bisa merebut pikiranku. Cuma kulihati, kudengerin instrumen gemericiknya, kurasakan sepoi angin dan dinginnya, lalu pikiranku kosong gitu aja, males untuk ngomong. Tapi bikin tenang. Dan yang aku tunggu-tunggu, ketika hujan kita bisa memanjatkan doa apa saja. Waktu terkabulnya doa salah satunya adalah ketika turun hujan, ketika rahmat Allah juga diturunkan. Kalau pas malem hujan deras, rasanya kayak dininaboboin, tambah nyenyak. Jadi inget pas meletusnya Kelud 2014 lalu. Suara hujan pasir malam-malam kupikir suara hujan, tambah nyenyak. Meski curiga kenapa petirnya menggelegar berulang kali. Ada suara teriakan dari luar, ohhh baru sadar tadi bukan hujan, tapi Kelud meletus. Wkwkwk

Hari ini, tanggal 2 Juni 2020

Aku hujan-hujan setelah sekian lama tidak bisa mencuri waktu untuk melakukannya. Meski setelah dewasa ini definisi hujan-hujan telah bergeser. Dulu pas kecil, hujan-hujan ketika aku bisa lari ke sana ke mari di bawah guyurannya. Main lumpur, duduk di bawah air terjun buatan dari seng, nyuci sepeda memakai air hujan, pura-pura renang di genangan air padahal kedalamannya nggak seberapa. Lalu entah di kelas berapa aku lupa, mungkin semenjak berseragam putih biru aku malu lagi melakukannya. Malu sama umur. Andai saja aku punya lahan luas di belakang rumah, sampai sekarang pasti bakal hujan-hujan.

Semenjak saat itu, definisi hujan-hujan adalah ketika aku sering mencuri waktu agar sengaja kehujanan. Sepulang sekolah sengaja nggak neduh, lanjut aja sepedahan sambil hujan-hujanan. Pokok buku sudah diamankan plastik di dalam tas. Dan berlanjut sampai kuliah. Sering ada kegiatan harus menempuh perjalanan jauh nggak bawa mantel, lalu lanjut aja hujan-hujan sama temen. Inget banget, dua hari terakhir di Jember menempuh perjalanan jauh dari hujan, panas, hujan lagi, sampai panas lagi. Tapi seru aja di jalan. Untungnya, aku nggak gampang sakit setelah hujan-hujan. Jadi ajakan temen ketika tanya, "lanjut nggak nih?" Aku selalu mantap jawab lanjuut. 

Aku juga suka jalan kaki sepulang kuliah pas sore setelah hujan. Udaranya segar. Atau kuliah pagi kemarin malam hujan, tanah basah, di kampus ada yang motong rumput, aromanyaaaaaaa sedap nian. Naik kereta atau bus waktu hujan trus duduk di pinggir jendela juga nikmat sih ini. Nyentuh kaca yang dingin, lihatin jalanan, dan sibuk dengan pikiran sendiri. 

Setelah lama di rumah nggak bisa ngelanjutin kebiasaan ini lagi. Karena pasti dapat pertanyaan di rumah, "Kenapa hujan-hujan padahal bawa mantel?" Seorang ibu pasti khawatir sekali kalau anaknya sering hujan-hujanan. Padahal anaknya seneng-seneng aja. Wkwk

Kemarin-kemarin beberapa kali sore pas buka puasa  masih di jalan dalam keadaan gerimis. Aku seneng aja, kulanjutin. Lalu pernah suatu sore hujan deres sekali, tapi aku harus banget keluar ada urusan. Akhirnya diizinin keluar pake mantel. Ternyata ada sisi kehidupan yang lama nggak aku lihat. Kalau dulu  semasa kuliah, pas hujan-hujanan sering bagi-bagi nasi sama temen-temen relawan. Ada banyak orang yang ketika hujan tidak bisa bercengkrama dengan keluarganya, tidur di emperan toko, harus menerjang hujan untuk mencari sesuap nasi. Kalau pas bulan puasa kemarin aku ngelihat ibu yang memeluk dan menutupi kepala anaknya dengan bajunya di bawah pohon di perempatan lampu merah, pakaian mereka lusuh. Ada bapak yang menggigil di halte entah sedang menunggu apa. Beberapa orang meringkuk di becaknya. Padahal seringnya pas hujan aku selimutan, bikin mie rebus, baca buku, teh anget, dan hal lain yang rasa nyamannya lupa kusyukuri.

Pernah suatu ketika mau janjian sama teman mau ngopi, dia yang pesan kopi aku pesan matcha. Wkwk  Aku ngajak dia karena ada hal yang mau aku curhatin. Pas mau perjalanan mendung, aku buru-buru berangkat sebelum turun hujan. Udaranya mau hujan kan kek semilir gitu ya anginnya, eh gerimis tiba-tiba. Di atas motor, galau, anginnya sepoi-sepoi, gerimis pula, kurang backsoudnnya sih ini. Hm, gerimisnya tambah deres nggak kerasa dingin, karena yang kerasa hangatnya di pelupuk mataku. :(

Baru semingguan lalu duduk di ruang tamu lihat anak kecil lari pas hujan-hujanan. Batin aja, pengen hujan-hujanan lagi. Lalu hari ini keturutan. Sedang dalam perjalanan lumayan jauh, tengah jalan hujan males neduh. Akhirnya basah, tapi nggak apa-apa. Aku suka. Aku bisa ngerasain hujan pertama di bulan  Juni benar-benar di bawah langit, bukan di langit-langit rumah. Aku nggak tahu istimewanya hujan bulan Juni apa. Tapi aku bisa benar hujan-hujanan setelah sekian lama, bertepatan pas hujan pertama di bulan Juni. 

You May Also Like

0 komentar