Kapan Kita dinilai Lebih Baik?
Sistem pendidikan
Indonesia yang menggunakan peringkat membuat kita besar menjadi pribadi yang
kompetitif. Dari sekolah dasar sampai menengah atas, siapa yang menduduki
peringkat pertama maka dia yang menjadi bintang di kelas. Tidak peduli dengan
cara apa dia mendapat nilai, apakah nilai itu sebanding dengan pemahamannya,
yang terpenting nilainya tinggi. Tak jarang anak yang tak begitu menguasai
materi bisa saja masuk dalam 10 besar. Karena semuanya hanya diukur dari nilai
atau hasil belajar.
Hasilnya,
kita dididik untuk menjadi orang yang selalu lebih dari orang lain. Tak peduli
dengan cara sikut-menyikut, dorong-mendorong, atau bahkan mencelakai lawan
kita. Karena semuanya dinilai dari hasil yang kita peroleh. Semua orang melihat
seberapa besar nilai dan pencapaian kita. Mereka seakan tidak peduli bagaimana
cara mendapatkan nilai itu. Entah berdarah-darah, menangis-nangis, atau bahkan
hanya berpangku tangan.
Dari hasil
didikan bertahun-tahun itulah membuat kita tanpa sadar dididik untuk menjadi
orang yang selalu membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Ya sebenarnya
memang bagus sih kalau kita berlomba-lomba pada kebaikan. Tapi titik poin
pembicaraanku bukan itu. Aku ingin membicarakan bagaimana pribadi orang selalu
merasa kurang karena pencapaiannya tidak sama dengan orang lain.
Mulai dari
hal terkecil misalnya, orang-orang selalu membanding-bandingkan kenapa A tidak
juara kelas dan B selalu menjadi juara kelas. Padahal bisa saja B selalu
menjadi juara kelas dengan tambahan total nilai yang sedikit. Sedangkan A,
meski dia belum menyentuh juara kelas, sebut saja dia menduduki peringkat 20. Tapi
nilainya yang berangsur-angsur mulai membaik. Semakin lama nilainya selalu
naik. Meski nantinya sampai kelulusan dia hanya menyentuh peringkat 15. Bukankah
esensi belajar yang terpenting itu adalah saat kita bisa lebih baik dari diri
kita yang kemarin?
Dan itulah
yang sering dilupakan banyak orang. Mereka pun juga aku selalu sibuk untuk membandingkan
pencapaiannya dengan pencapaian orang lain. Padahal ada hal yang harus kita
sadari, bahwa proses dan perjalanan setiap orang berbeda. Setiap orang merajut
pencapaiannya dengan hal berbeda. Rasanya tak mungkin jika nanti hasil
pencapaiannya juga sama.
Dua kata
yaitu “lebih baik” tidak tepat jika diposisikan antara si A dan si B. Tapi dari
diri si A kemarin dan hari ini. Kita dinilai lebih baik jika pencapaian kita
bisa lebih baik dari kemarin, bukan lebih baik dari pencapaian orang lain.
Banyak orang
selalu mengidamkan kesuksesan atau pencapaian orang lain, padahal sebenarnya
dia sendiri bisa membuat kesuksesan dengan hal yang lebih kreatif dan berbeda. Hal
itu dikarenakan di awal kita sudah mencetak pikiran dan diri kita untuk seperti
orang lain.
Lakukan
semuanya dengan hati agar kita tahu apa yang sebenarnya diri kita inginkan. Poin
pentingnya, bukan untuk seperti orang lain tapi untuk mengekspresikan diri
kita.
Sebenarnya
ini hanya tulisan yang ditulis sambil ngaca, lebih tepatnya untuk menasehati
diri sendiri. Mengingat aku selama ini selalu membanding-bandingkan diriku
dengan orang lain. Yang ada, aku jadi lupa apa yang harus kuperbaiki dari diri
ini.
0 komentar