Alasan Untuk Berjuang
Source: Google |
Malam
ini aku ditemani seorang ibu yang pernah aku ceritakan di tulisan sebelumnya. Klik di sini untuk membaca. Beliau sekarang sedang melakukan video
call bersama suami dan anaknya sambil bilang, “Ibuk kangen sama adek.”
Huwaa aku terharu pengen nangis :(
Terharu
bukan karena aku homesick sih, tapi
karena melihat perjuangan beliau yang harus ninggalin anaknya beberapa hari ini
untuk mengurus berkas-berkas seminar proposal. Beliau harus izin dua hari dan
bolos satu hari dari kerjanya. Karena maksimal izin di kantornya hanya boleh
dua hari. Aku ngetik ini sambil mau nangis. T.T
Percakapan
mereka itu gini:
Ibuk :
Adek sabar dulu ya, nanti kalau kuliahnya ibuk udah selesai, ibuk bersama lagi sama adek. Ibuk tinggal serumah lagi sama
adek. Sekarang nginep di kos dulu.
Anak : Ibuk cepat pulang, ya. Pulang sekarang aja
gapapa, Buk.
Tambah remuk
rasanya hatiku pas anaknya bilang gitu sambil mau mewek. Ucapan dan perasaan
anak kecil itu lebih jujur dan lebih ngena di hatiku.
Beliau
pernah aku tanya, “Buk, gimana cara ngatur waktunya? Ibuk kan jadi ibu rumah
tangga, pekerja, dan harus mengerjakan tesis pula.”
Beliau jawab
gini, “Mengerjakan tesisnya malam Mbak sampai Shubuh. Tidur sebentar trus
berangkat kerja. Di kantor itu saya sambil ngantuk-ngantuk nyambi ngerjakan
juga.” Serasa aku ditampol saat itu juga. Kalau
ibu itu bisa, pasti kamu juga bisa, Nik. Kamu nggak ada apa-apanya dibanding ibu itu. Malahan
beliau yang berhasil sempro duluan dibanding kamu. HIKS. (Tapi semoga wisuda
kita barengan, Buk)
Mungkin
ini cara Allah buat nyemangatin aku. Dari pagi sampai malam ini, aku lihat
ibunya belajar, buka tutup materi presentasi buat hari Senin mendatang. Beliau pernah
bilang, “Penyemangat saya biar cepet lulus itu ya anak sama suami, Mbak.”
Aku merasa
kecil sekali setiap ketemu ibu ini. Semangatnya luar biasa sekali. Beliau mengaku
keringat dingin dari tadi membayangkan seminar proposalnya hari Senin
mendatang.
Aku juga inget sama mbak mama muda di kosku. Mbak
ini rela LDR-an dengan suami dan anaknya semenjak semester 8 sampai dia kuliah
lagi ngambil keprofesian dokter gigi. Dia sering curhat juga ke aku malahan
sambil nangis. Dia bilang, “Aku cuma minta satu hal aja sama Allah. Aku pengen
cepet lulus biar bisa kumpul sama anak suami lagi.” Saat itu juga hatiku
nyeesss. Dan sekarang setelah keprofesiannya sudah selesai dan dia udah balik
ke rumahnya di Surabaya, setiap hari status whatsapp-nya dipenuhi foto anaknya.
Mungkin begitu ya rasanya seorang ibu yang bisa menemani tumbuh-kembang
anaknya. Bahagiaaaa~
Sebenarnya
aku juga punya penyemangat di rumah yaitu bapak dan ibuk. Mereka rela hampir
empat tahun ini ngelepas aku di tempat yang jauh. Padahal beliau sendiri juga
tak begitu mengenal tempat ini. Beliau percaya ada Allah yang selalu menjaga
anak gadisnya ini. Seharusnya aku juga bisa semangat seperti mereka. Setelah
Allah, cuma mereka alasanku untuk berjuang sampai detik ini. Tunggu semester
ini aku lulus, Pak, Buk. Allah Maha Mendengar doa kita dan Maha Melihat usaha
anakmu ini. :’)
0 komentar