facebook twitter instagram Tumblr

Anik's Blog



Apa jadinya jika media sosial tanpa status?

Pasti membosankan dan tidak ada variasi. Itulah alasannya mengapa setiap aplikasi selalu memberi terobosan baru pada fiturnya.  Jan Koum dan Brian Acton yang mendirikan whatsapp berinisiatif menambah fitur status pada aplikasinya agar semakin banyak orang yang tidak jemu lalu meninggalkan aplikasi buatannya.

Tapi beda denganku yang malah menyesal kenapa di whatsapp ada fitur status. Padahal dulu aku rela uninstal BBM dan beralih ke WA  karena di WA hanya ada fitur chat dan panggilan. Itu pun dulu hanya tersedia panggilan suara.

Terdengar aneh memang. Harus kuakui, aku adalah orang yang type bapernya akut. Kronis malah, sudah stadium empat. Tahu sendiri kan, di BBM setiap pagi sampai malam, bahkan 24 jam sudah seperti warung makan yang menyediakan foto makanan lauk apa saja. Seperti majalah yang menyediakan foto cewek dan cowok dengan gaya yang berbagai rupa. Serta menyediakan foto yang banyak sekali tidak jelas. Dan harus kuakui juga, aku pernah masuk dalam kategori itu. Dikit-dikit upload, dikit-dikit buat status. Kalau sedikit saja ada sesuatu yang terjadi, seakan dunia harus tahu dengan mempostingnya di status.
Share
Tweet
Pin
Share
7 komentar



Tadi pagi saat masih pagi sekali. Embun pun belum kering membasahi daun. Aku melihat ponsel yang tergetak lemas di meja. Kemarin malam sengaja aku matikan sambungan internetnya. Sekali aku nyalakan, banyak pesan whatsapp masuk, apalagi dari grup. Dari sekian pesan yang masuk, ada satu pengirim yang tidak kukenal memancing perhatian. Orang yang baru kuketahui bernama Mbak Hanna tersebut mengirim pesan seperti ini, “Halo mba anik assalaamualaikum. Mbaa makasih yaaa surat cinta utk calon anaknya...really inspiring..aku suka banget baca nya masyaALLAH. Barakallah mbaa.”

Dalam keadaan masih kacau dan berantakan karena baru bangun tidur, aku tertegun begitu lama membaca pesan tersebut. Aku balas sekenanya karena nyawa juga belum merasuk sempurna. Lalu kutanya dia siapa. Lama sekali berjam-jam aku tidak mendapatkan balasan.

Aku penasaran dengan surat terbuka keduaku yang beliau maksud  itu yang kini dimuat di inspirasi.co. Aku membukanya ingin tahu bagaimana kabar tulisanku di sana. Adakah komen yang mampir atau adakah yang melihatnya. Setelah kubuka, aku kaget kageet sekali. Pembaca tulisan tersebut sudah mencapai 1,2k, barusan sehabis Maghrib aku lihat sudah 1,6k. Maaf masih newbie, lihat angka segitu sudah heran. Wkwkw Kemarin malam aku sempat kagum dengan penulis surat terbuka untuk penanam ganja yang sudah mencapai 6,6k. Dan kemarin pun kulihat viewer tulisanku masih 600-an.
Share
Tweet
Pin
Share
4 komentar



Ada seorang teman yang bilang, “Kita itu harus keras dengan diri sendiri, tapi harus lembut dengan orang lain.”

Karena musuh terbesar di kehidupan ini adalah diri kita sendiri. Ada hal yang tidak sama sekali kita inginkan, tapi demi kebaikan kita diharuskan untuk melakukannya. Begitu juga sebaliknya. Sulit memang, tapi yaitulah pentingnya untuk memilih atau mengambil keputusan. Kita dilarang memanjakan diri sendiri. Bukan dilarang, lebih tepatnya tidak sering memanjakan diri sendiri. Sekali dua kali diri dan hati kita menuntut akan haknya, tapi di sisi lain ada suatu hal yang kita harus keras dan menolak bahkan menjauh pada suatu hal yang kita inginkan.

Perempuan itu diciptakan oleh Allah dengan sisi kelembutannya. Sifat kalem dan rasa belas kasih yang besar bersemayam pada dirinya. Tapi hidup ini terlalu keras sehingga tidak semua hal harus dihadapi dengan lembut. Ada beberapa kondisi dimana perempuan mau tidak mau harus bersikap keras terlebih pada dirinya sendiri.
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
fadelisme.files.wordpress.com

Setiap langit sudah lama memperlihatkan gelapnya, aku mendengar suara orang menangis. Tidak terlalu keras, hanya isakan yang sengaja dipelankan. Lama sekali suara itu menangis. Kudengar dia juga sedang berbicara terbata-bata, entah berbicara dengan siapa. Setahuku kamar yang berada di pojok itu hanya dihuni oleh seorang gadis. Hanya pemilik kamar itulah yang sering bersuara di malam hari menjelang pagi. Kamar lainnya senyap yang terdengar hanya dengkuran pemiliknya.

Pertama kali mendengarnya, kukira ada seorang kawannya yang sedang menginap. Tapi mana mungkin kawannya bisa menginap setiap hari di kamar kosan itu. Mengingat peraturan dari pemilik kos tidak boleh membawa teman menginap lebih dari tiga hari, kecuali jika kawan itu mau membayar separo harga kamar. Begitulah, percakapan tentang peraturan kos yang pernah kudengar dari beberapa anak di sini.

Aku sudah lama hidup diam-diam di rumah kosan besar ini. Bahkan, aku sudah hafal nama-nama pemilik setiap kamar. Tanpa mereka ketahui, aku sering menguping obrolan mereka. Entah itu berbicara tentang laki-laki, keluarga, teman, kuliah, bahkan urusan keuangan. Sedikit-sedikit aku mencuri ilmu dari mereka. Saat ada orang mengobrolkan film terbaru, aku jadi tahu. Aku pun juga tahu drama korea apa yang baru mereka tonton. Merk sepatu apa yang baru mereka beli, baju warna apa yang mereka inginkan, bahkan siapa nama laki-laki yang sedang dekat dengan salah satu dari mereka.
Share
Tweet
Pin
Share
4 komentar


“Jangan menangis, Ra. Malu dilihat Allah.”

Perempuan itu tak menggubris ucapan suaminya. Dia masih sedu sedan. Meski setiap malam Rana berusaha menyembunyikan isak tangis, Tomy tetap tahu. Ada sepotong hati yang terasa nyeri juga disembunyikan oleh Tomy. Meski terlihat pipinya mengering tanpa ada bekas tangis, bagaimana pun hatinya sama sakitnya dengan istrinya. Laki-laki memang seperti itu. Selalu berusaha lebih tegar dari perempuan meski hatinya rapuh.

“Tidak patut kalau kita berlarut-larut merasa kehilangan padahal ini semua hanya titipan.”

Tanpa menjawab, perempuan itu beranjak dari pembaringannya. Sekilas pun tak ada temu pandang dengan suaminya. Malam ini dia memilih tidur di kamar sebelah. Meringkuk menikmati kesedihannya seorang diri. Dia tahu kenapa suaminya bisa berkata seperti itu. Seorang laki-laki tidak merasakan sembilan bulan mengandung. Membawa kemana-mana buah hatinya. Segala hal telah dilakukan berdua dengan janin pertamanya. Bagaimana rasanya perut diaduk-aduk saat makanan memenuhi perutnya. Meski lelah mondar-mandir dari kamar ke kamar mandi untuk membuang isi perut yang memberontak, semua terasa nikmat. Tidak ada keberatan untuk seorang anak yang dinantinya.

Seorang suami juga tidak merasakan bagaimana sakitnya saat janin  mulai bergerak-gerak pada bulan tua masa kehamilan. Apalagi saat ketuban sudah pecah, nyaris rasanya semua sakit berkumpul menjadi satu pada tubuh perempuan itu. Peluh membanjiri dahi saat mengejan melahirkan. Semua tidak ada apa-apanya dibandingkan kegembiraan mendengar buah hati yang menangis untuk pertama kalinya. Rasa sakit yang mendera itu bukanlah rasa sakit yang sebenarnya, tapi sebuah dorongan dari batin untuk berjuang lebih keras lagi. Semakin terasa sakit, perempuan itu yakin waktu bertemu dengan anaknya akan semakin dekat.
Share
Tweet
Pin
Share
14 komentar

Dok. Pribadi
Sehingga siapa pun yang hendak menikah sudah selayaknya merenungkan nasihat sederhana ini: daripada kita habiskan waktu bertahun-tahun untuk saling mengenal, padahal itu tidak menjamin apa-apa kecuali peluang untuk melakukan dosa, lebih baik kita membangun kesiapan untuk menerima. (Hlm.45)

Sekilas dari judulnya hampir semua orang berpikiran buku ini menuliskan kisah seseorang yang sedang menunggu jodoh. Memang iya, pada halaman awal kita akan disuguhi dengan cerita pendek tentang proses taaruf antara Azhar Nurun Ala dan istrinya yang bernama Vidia Nuarista. Tentang sebuah pertemuan yang sudah lama terjadi, namun mereka lebih memilih mengenal lebih dekat dengan sebuah pernikahan.

Meskipun jodoh sudah berada di sisi, pertanyaan tentang kedatangan tetap datang bergantian. Bukan berarti pertanyaan tentang jodoh adalah satu-satunya yang membuat seseorang menjadi mati kutu. Tapi setelah itu, akan lebih banyak lagi pertanyaan yang mampir di telinga lalu membuat sesak ruang hati yang masih tersisa.
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar



Tahu Ustadz Hanan Attaki, nggak? Ustadz gaul dan kece yang mengemas dakwah menjadi kekinian. Sehingga banyak anak muda Bandung yang berhasil dirangkulnya dengan mendirikan gerakan Pemuda Hijrah.

Sehari lalu saat mendengarkan kajian Ustadz Hanan, beliau bilang seperti ini, “Saya memang mengambil mahzab bahwa bercadar itu sunah, istri saya pun tidak bercadar. Namun saya amat respect terhadap orang yang bercadar. Begitu juga saya mengambil mahzab bahwa celana tidak isbal itu bukan dari segi pakaian, tapi dari segi perilaku. Dimana kita tidak diperbolehkan menyombongkan diri dengan pakaian yang kita kenakan. Tapi saya sangat respect dengan orang-orang yang bercelana tidak isbal.”

Seketika itu juga aku mengapresiasi apa yang beliau katakan. Jika kebanyakan umat muslim mempunyai pemikiran seperti itu. Mereka bisa menerima perbedaan pendapat tentang umat muslim lain. Tidak merasa pendapatnya paling benar dan menghujat umat muslim yang berbeda dengannya. Bukankah damai rasanya? Aku sedang tidak membahas hukum cadar atau fiqih lainnya. Hanya mengungkapkan unek-unek akhir-akhir ini.
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Newer Posts
Older Posts

About Me

Foto saya
Anik's Blog
Hi, ini tempat pulangnya Anik. Berisi hal-hal random yang rasanya perlu ditulis.
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Follow Us

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Tumblr

Member Of

1minggu1cerita

Categories

  • Blogwalking
  • Calon Ibu
  • FIKSI
  • Flashback
  • Kerelawanan
  • Obrolan Cermin
  • Review Ala-Ala
  • Sudut Pandang Pernikahan

Postingan Populer

  • Rezeki Tak Perlu Dicari
  • Hujan-Hujan di Bulan Juni
  • Inilah 5 Cara Bahagia Jadi Jofis (Jomblo Fi Sabilillah)
  • Menikah itu Bukan Sekadar untuk Memilikinya, tetapi Demi Menambah Kecintaan kepada-Nya
  • (Review) Pertanyaan Tentang Kedatangan

Blog Archive

  • Maret 2024 (1)
  • Februari 2024 (1)
  • Juli 2023 (2)
  • Agustus 2021 (1)
  • Juli 2021 (2)
  • September 2020 (2)
  • Agustus 2020 (4)
  • Juli 2020 (3)
  • Juni 2020 (7)
  • Mei 2020 (17)
  • April 2020 (4)
  • September 2019 (1)
  • Agustus 2019 (3)
  • Juli 2019 (9)
  • Juni 2019 (4)
  • Mei 2019 (3)
  • April 2019 (1)
  • Maret 2019 (7)
  • Februari 2019 (3)
  • Januari 2019 (3)
  • Oktober 2018 (6)
  • Maret 2018 (22)
  • Februari 2018 (14)
  • Agustus 2017 (7)
  • Juli 2017 (11)
  • Juni 2017 (11)
  • Mei 2017 (1)
  • April 2017 (5)
  • Maret 2017 (3)
  • Februari 2017 (4)
  • Januari 2017 (14)
  • Desember 2016 (12)
  • November 2016 (2)

Created with by ThemeXpose