facebook twitter instagram Tumblr

Anik's Blog



Setelah kemarin aku bercerita tentang kesepianku di kota perantauan, sekarang ada hal yang ingin kuceritakan. Tentang sebuah cara untuk mengusir kesepian namun ternyata gagal. Karena ada fasilitas wifi di kos, memudahkan aku untuk mengakses internet kapan saja dan untuk apa pun tanpa khawatir kuota jebol. Aku lebih sering menghabiskan waktu untuk membuka aplikasi perpustakaan, tetapi lebih sering sih buka youtube. Nah, di iklan-iklan youtube inilah aku melihat ada aplikasi untuk mencari teman, yaitu Tantan. Di iklan itu dijelaskan kita bisa memilih usia berapa orang yang mau kita kenal dan berapa kilometer jarak dari tempat kita berdomisili. Aku tertarik untuk menginstalnya. Padahal aku sudah lama tahu aplikasi ini, tapi baru kali ini aku benar-benar tertarik. Awalnya aku sedikit ragu, aplikasi ini ada tagline-nya yaitu bertemu dengan cowok tampan. Aku mikir, ini orang-orang di dalamnya seperti apa ya. Akhirnya kucoba untuk instal.

Kupikir sistem di aplikasi ini follow mem-follow seperti media sosial lain. Ternyata tidak. Jadi nanti setelah sign up dan memilih gender dan jarak orang yang kita inginkan, di beranda akan ada banyak pilihan orang yang sudah masuk kategori. Kalau kita tertarik dengan foto dan identitas singkatnya seperti usia, kota asal, dan kesukaannya, swipe ke kanan. Kalo tidak, swipe ke kiri. Nah, jika orang yang kita swipe ke kanan ternyata juga nge-swipe kita ke kanan (sama-sama tertarik) maka dinamakan jodoh dan kita bisa chatting serta melihat momen yang dia share.

Aku sangat memilih siapa orang-orang yang akan ku-swipe ke kanan. Karena ternyata di dalamnya itu banyak sekali orang yang tidak sesuai dengan bayanganku. Alay dan aneh menurutku. Terlihat bagaimana profil-profilnya. Jadi aku hanya memilih laki-laki yang kelihatannya baik-baik saja. Ya meskipun sebenarnya orang baik-baik itu tidak serta merta langsung bisa dilihat dari fotonya. Atau sering kita bilang don’t judge by cover. Tapi gaess, aku tidak tertarik dengan laki-laki yang fotonya sambil memegang rokok, duduk di dekat motor modif, dan lainnya lah. Kalian pasti tahu maksudku. Dan, aku instal aplikasi ini bukan untuk mencari teman kencan, tapi teman yang bisa diajak sharing, cerita, atau bertukar pikiran.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Hampir dua bulan aku terasingkan di kota orang. Sendiri. Tak ada teman dan saudara. Aku sudah terbiasa merantau dan kemana-mana sendiri, urusan survive di kota orang bukan lagi hal baru. Ya, meski aku belum pandai mengatur diri, tapi setidaknya aku bukan perempuan yang baru saja menjajaki rasanya merantau. Setidaknya, sudah ada secuil ilmu dan pengalaman semasa kuliah dulu. Masalah mengatur keuangan, kegiatan, dan lainnya insyaallah mampu kujalani sendiri. Berbekal paketan internet, gmaps, google, dan aplikasi ojek online aku bisa melakukan sesukaku dan kemana pun kumau tanpa merumitkan ini itu. 

Namun, Allah menciptakanku sebagai mahluk sosial yang tidak hanya bisa hidup berbekal fasilitas internet. Aku memang bisa mengusir kebosanan dengan membuka media sosial berulang kali, streaming film berjam-jam, atau mengunyah banyak buku online di aplikasi perpustakaan. Sayangnya, aku tetaplah manusia yang rindu hangatnya kebersamaan. Rindu bertemu dan berbincang dengan banyak orang. Meski kuakui, kadang aku lebih suka untuk berdiam diri di pojokan kamar.

Semasa kuliah dulu, aku selalu tak mengganti baju sepulang kuliah. Meletakkan tas dan kaos kaki di sembarang tempat di sudut kamar sebelahku. Lalu aku selonjoran di lantai atau menggeser tempat tidur teman kosku. Aku akan bercerita apa saja tentang keseharianku waktu itu. Entah tentang dosen yang telat datang, teman kelas yang menyebalkan, atau tema diskusi di kelas yang begitu menarik. Semua hal kuceritakan. Aku senang didengarkan, dan aku lega mereka begitu khidmat mengiyakan setiap uraian ceritaku. Lebih senangnya lagi, mereka selalu ketagihan untuk mendengarkan ceritaku. Mereka suka aku mendongeng katanya. Padahal aku tidak sedang mengarang cerita,  hanya saja aku lebih mudah mengingat hal-hal yang benar-benar kuperhatikan dan membagikannya ke orang lain. Apalagi dua teman sekamar ini menyambut setiap ceritaku suka cita, begitu riang dan semangatnyalah diriku untuk terus melanjutkan rutinitasku bercerita.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Siang itu ada pesan whatsapp masuk dari adik kos semasa kuliah dulu. “Mbak, aku mau curhat,” katanya. “Boleh, cerita aja.” Kupikir dia akan curhat mengenai teman kuliah atau organisasinya yang menyebalkan, atau manajemen waktunya yang berantakan. Dia mahasiswi kura-kura (kuliah rapat-kuliah rapat). Tidurnya selalu di atas jarum jam 12. Dan aku terkejut ketika kali ini dia cerita sebuah hal yang tak pernah diceritakan sebelumnya kepadaku. Dia mengirimi voice chat panjang yang intinya, “Mbak, aku kecewa. Aku lagi suka sama orang, tapi ternyata dia suka sama teman dekatku.” Aku terkekeh mendengarnya. Oh, dia sedang terkena virus merah jambu rupanya. Tumben sekali, pikirku.

“Kecewa boleh, tapi bukan karena kamu yang sedang tidak disukainya, tapi karena laki-laki yang kamu suka itu mengenal kata pacaran. Paham nggak maksudku?” Aku membalas via voice chat juga.

“Iya, paham, Mbak. Mungkin ini teguran kali ya dari Allah agar aku tidak mudah menjatuhkan hati ke laki-laki,” ujar gadis yang mengaku tidak pernah pacaran itu.

“Iya, bisa jadi. Syukurlah kalau Allah segera menegurmu. Kamu sukanya juga belum lama, kan? Jadi perasaannya belum terlalu dalam. Cepet itu mah move on nya.” Aku membumbui tawa di akhir chatku.

“Aku mau nitip pesen, boleh?”

“Apa, Mbak?”
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Puluhan purnama aku singgah di rumah ini, baru kali ini sedikit memberikan nuansa beda yaitu membicarakan politik. Obrolan ini memang sering kuhindari, kecuali dengan orang yang bisa memahami pilihan orang lain. Beberapa tahun terakhir perbincangan politik memang tidak ada habisnya. Tulisan ini ditulis karena aku gemas sekali. Bermula kemarin saat aku mengunggah tiket sebuah acara bergengsi. Aku hanya mengunggah tiket dan membumbuinya caption, yeay pulang! Hanya itu saja, tanpa ada embel-embel lainnya.

Sorenya, ada seorang kawan yang tiba-tiba mengomentari, “Saya tidak suka Anda melihat acara itu.” Cukup menohok karena dia menggunakan kata Saya dan Anda. Teman yang satu ini memang suka blak-blakan. Suka mengomentariku tanpa tedeng aling-aling. Tapi baru kali ini dia menggunakan kata ganti yang menurutku terlalu terlihat bagaimana ketidaksukaannya. Kujawab dengan santai, “Oh, mungkin karena video yang pernah kau tunjukkan itu, ya.” Selang beberapa detik dia langsung menjawab, “Video yang mana?” “Video yang bla bla bla…,” kataku. (Sengaja ketika aku menulis blog ini sama sekali identitas atau perihal menyangkut orangnya tak kujelaskan secara gamblang agar tidak menimbulkan perdebatan baru)

“Bisa jadi sih, tapi aku lebih tidak suka karena dia mendukung xxx.” Aku bernapas cukup sesak membaca pesannya sore itu.

“Ya, aku tahu. Tapi namanya juga orang suka dari dulu wkwkwk,” kataku mencoba untuk mencairkan suasana. Lalu dia mengabaikan pesanku begitu saja. Entah, aku tidak bisa menebak bagaimana penilaiannya tentangku.

Lalu aku termenung begitu lama. Padahal aku sama dia sama pilihannya, gitu aja masih salah ya. Emm, aku pernah baca di sebuah blog seorang penulis favoritku. Dia bilang seperti ini, ketika kita benci kepada seseorang, tak seluruhnya dari dia harus kita benci. Itu kalimat yang masih tersimpan rapi di benakku. Hal yang selama ini kutanam dalam-dalam. Hay sis, aku pun juga sama khawatirnya denganmu ketika nanti pemimpin yang terpilih tak amanah, makanya kita bersikukuh untuk memperjuangkan pilihan kita. Tapi sis, bukan dengan cara membenci atau menjauhi orang-orang yang berbeda pilihan dengan kita. Bisa jadi, itu terjadi karena keegoisan kita untuk memenangkan paslon pilihan kita, bukan semata untuk negara ini menjadi lebih baik. Sayang sekali pertemanan yang dirajut bertahun-tahun lalu tercederai oleh perdebatan tentang pilpres. Menyampaikan pendapat atau pilihan boleh, tapi tidak dengan saling menghujat atau merendahkan. Islam tidak mengajarkan demikian. Ketika kita berniat baik untuk menyadarkan seseorang tapi dengan cara yang keras, sebaik apa pun yang kita ucapkan maka orang itu tetap akan melemparkannya jauh-jauh. 

Aku terkesima dengan seseorang yang pernah blak-blakan mengatakan pilihannya kepadaku tapi tidak pernah bertanya apa pilihanku. Lalu suatu waktu dia pernah mengkhawatirkanku karena berada di perantauan, dia mendesak agar segera mengurus perpindahan tempat pemilihan. “Tenang, aku nanti akan pulang,” jawabku melegakannya. “Alhamdulillah, Anik, pilih pemimpin yang amanah, ya.” Kujawab saat itu, “Insyaallah.” Dia tidak pernah membumbuiku dengan narasi-narasi tentang paslonnya pun tak pernah ingin tahu aku memilih apa. Padahal kita memilih paslon yang sama, sampai detik ini dia tidak pernah tahu.

Jika berbeda pilihan harus membenci, bagaimana dengan aku yang harus serumah dengan Bapak yang berbeda pilihan? Tak sekali dua kali beliau mengagungkan pilihannya.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Kemarin-kemarin sudah semangat mau nulis lalu tiba-tiba ada suatu urusan, sampe kelelahan dan akhirnya males nulis lagi. Di sebuah akun instagram influencer, aku menemukan instastory-nya berupa ajakan untuk saling mengirim link blog dan nanti satu sama lain akan blogwalking. Menurutku ini penawaran menarik, ketika tiap hari ada yang baca blogku maka aku akan lebih semangat untuk menulis. Tapi sayangnya, grup Line yang telah dibuat oleh beliau tidak cukup untuk mendongkrak semangatku. Nyatanya, tidak sesuai bayangan di awal. Yang ada malah aku nganggurin grup Line, dan aku masih tetap rajin sibuk dengan chat dan notifikasi Line. Padahal niat awalnya aku download Line agar bisa masuk di grup itu, ternyata malah bubar konsentrasiku dengan chat-chat yang masuk.

Dulu juga pernah waktu semangat-semangatnya nulis, aku ikut komunitas nulis online OWOB (One Week One Book). Jadi seminggu sekali di komunitas itu diharuskan membaca buku apa saja, lalu diposting foto dan review kita tentang buku itu. Namun, sekalipun aku tidak pernah memposting. Pertama, alasannya karena kamera ponselku tidak terlalu bagus untuk foto. Kedua, ya begitu emm lagi malas baca. Padahal aku sudah sempat masuk di grup whatsapp-nya. Anggota di dalamnya ada ratusan orang. Setiap jam grup itu dipenuhi oleh ratusan chat. Aku kuwalahan mengikuti pembicaraan di dalamnya. Akhirnya, aku keluar dari grup dan tidak lagi mencantumkan pamflet OWOB di Instagramku. Pencantuman pamflet ini sebagai bukti bahwa kita menjadi anggota dalam komunitas online tersebut.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Pernah nggak sih kalian merindukan sesuatu yang sering kalian lakukan. Menikmati kebersamaan berdua dengan diri kalian sendiri. Seperti misalnya, selonjoran di kasur setelah berjam-jam beraktifitas sambil maskeran wajah, menghirup udara kota dengan duduk di pinggir jendela sambil sesekali melihat pasangan muda-mudi yang lewat di jalanan. Semua hal itu sudah lama tidak kalian lakukan karena padatnya aktivitas. Meskipun itu hal-hal kecil, tapi terasa sangat berarti ketika kalian benar-benar menikmatinya dengan diri sendiri tanpa ada bising dari orang lain.

Aku pernah rindu, saat aku diam-diam menulis sendiri di pojokan kamar ditemani suara keyboard yang tidak bising. Rindu berbicara dengan diriku sendiri. Ya menurutku, ketika menulis itu kita sedang bertanya dan berbicara dengan diri sendiri. Itu sebabnya kenapa setelah nulis perasaan lebih plong.

Aku sering stalking media sosial dan blogku sendiri setelah sekian lama tidak menulis. Aku mengais-ngais serpihan kenangan yang pernah kutulis. Aku sering menertawai diriku sendiri yang pernah menulis hal sedih dan galau. Kadang, aku juga takjub pada diri sendiri. Anik tu sebenarnya bisa ya nulis sepanjang ini. Tapi kenapa sekarang kok rasanya buat nulis susah sekali. Gitu kira-kira yang lebih sering terbesit dalam pikiranku.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Manusia itu memang pandai menunda ya, ada banyak alasan yang digunakannya untuk bermalas-malasan. Hm, atau jangan-jangan hanya aku saja nih.

Jauh sebelum hari ini, aku pernah berbicara dengan diriku sendiri. Nanti kalau udah ada wifi, aku akan rajin ngeblog. Nanti kalau sudah ada uang dan aku bisa instal ulang laptopku, aku akan rajin nulis lagi. Nyatanya, setelah semua keinginanku dikabulkan oleh Allah, ada wifi di sini, bahkan laptop sudah sembuh dari kelemotannya karena baru saja diinstal ulang. Belum juga ada tulisan baru di feed Instagram atau postingan blog.

Ibarat membuat janji dengan orangtua, nanti kalau aku dibelikan baju baru aku akan lebih semangat belajar lagi, kalau aku dibelikan laptop baru akan lebih rajin sekolahnya. Selalu ada kalau-kalau yang lain. Sebenarnya kalau begitu, niat kita untuk belajar dan produktif itu untuk apa sih. Apa hanya untuk mendapat fasilitas atau hadiah dari orangtua? Kalau memang begitu, pantas saja jika setelah mendapat fasilitas tubuh tak bergerak untuk menjadi semakin rajin belajar. Yang ada malah lebih malas, karena banyak waktu terbuang untuk bermain-main dengan fasilitas baru.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

About Me

Foto saya
Anik's Blog
Hi, ini tempat pulangnya Anik. Berisi hal-hal random yang rasanya perlu ditulis.
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Follow Us

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Tumblr

Member Of

1minggu1cerita

Categories

  • Blogwalking
  • Calon Ibu
  • FIKSI
  • Flashback
  • Kerelawanan
  • Obrolan Cermin
  • Review Ala-Ala
  • Sudut Pandang Pernikahan

Postingan Populer

  • Rezeki Tak Perlu Dicari
  • Hujan-Hujan di Bulan Juni
  • Inilah 5 Cara Bahagia Jadi Jofis (Jomblo Fi Sabilillah)
  • Menikah itu Bukan Sekadar untuk Memilikinya, tetapi Demi Menambah Kecintaan kepada-Nya
  • (Review) Pertanyaan Tentang Kedatangan

Blog Archive

  • Maret 2024 (1)
  • Februari 2024 (1)
  • Juli 2023 (2)
  • Agustus 2021 (1)
  • Juli 2021 (2)
  • September 2020 (2)
  • Agustus 2020 (4)
  • Juli 2020 (3)
  • Juni 2020 (7)
  • Mei 2020 (17)
  • April 2020 (4)
  • September 2019 (1)
  • Agustus 2019 (3)
  • Juli 2019 (9)
  • Juni 2019 (4)
  • Mei 2019 (3)
  • April 2019 (1)
  • Maret 2019 (7)
  • Februari 2019 (3)
  • Januari 2019 (3)
  • Oktober 2018 (6)
  • Maret 2018 (22)
  • Februari 2018 (14)
  • Agustus 2017 (7)
  • Juli 2017 (11)
  • Juni 2017 (11)
  • Mei 2017 (1)
  • April 2017 (5)
  • Maret 2017 (3)
  • Februari 2017 (4)
  • Januari 2017 (14)
  • Desember 2016 (12)
  • November 2016 (2)

Created with by ThemeXpose