Anik, Sekarang Waktunya Pulang!

by - 12.36



Setelah kemarin aku bercerita tentang kesepianku di kota perantauan, sekarang ada hal yang ingin kuceritakan. Tentang sebuah cara untuk mengusir kesepian namun ternyata gagal. Karena ada fasilitas wifi di kos, memudahkan aku untuk mengakses internet kapan saja dan untuk apa pun tanpa khawatir kuota jebol. Aku lebih sering menghabiskan waktu untuk membuka aplikasi perpustakaan, tetapi lebih sering sih buka youtube. Nah, di iklan-iklan youtube inilah aku melihat ada aplikasi untuk mencari teman, yaitu Tantan. Di iklan itu dijelaskan kita bisa memilih usia berapa orang yang mau kita kenal dan berapa kilometer jarak dari tempat kita berdomisili. Aku tertarik untuk menginstalnya. Padahal aku sudah lama tahu aplikasi ini, tapi baru kali ini aku benar-benar tertarik. Awalnya aku sedikit ragu, aplikasi ini ada tagline-nya yaitu bertemu dengan cowok tampan. Aku mikir, ini orang-orang di dalamnya seperti apa ya. Akhirnya kucoba untuk instal.

Kupikir sistem di aplikasi ini follow mem-follow seperti media sosial lain. Ternyata tidak. Jadi nanti setelah sign up dan memilih gender dan jarak orang yang kita inginkan, di beranda akan ada banyak pilihan orang yang sudah masuk kategori. Kalau kita tertarik dengan foto dan identitas singkatnya seperti usia, kota asal, dan kesukaannya, swipe ke kanan. Kalo tidak, swipe ke kiri. Nah, jika orang yang kita swipe ke kanan ternyata juga nge-swipe kita ke kanan (sama-sama tertarik) maka dinamakan jodoh dan kita bisa chatting serta melihat momen yang dia share.

Aku sangat memilih siapa orang-orang yang akan ku-swipe ke kanan. Karena ternyata di dalamnya itu banyak sekali orang yang tidak sesuai dengan bayanganku. Alay dan aneh menurutku. Terlihat bagaimana profil-profilnya. Jadi aku hanya memilih laki-laki yang kelihatannya baik-baik saja. Ya meskipun sebenarnya orang baik-baik itu tidak serta merta langsung bisa dilihat dari fotonya. Atau sering kita bilang don’t judge by cover. Tapi gaess, aku tidak tertarik dengan laki-laki yang fotonya sambil memegang rokok, duduk di dekat motor modif, dan lainnya lah. Kalian pasti tahu maksudku. Dan, aku instal aplikasi ini bukan untuk mencari teman kencan, tapi teman yang bisa diajak sharing, cerita, atau bertukar pikiran.


Pertama kali kenal dengan anak Malang. Dia seumuranku. Aku nyaman mengobrol dengan dia. Padahal baru kenal, tapi sudah nyambung menceritakan perihal wisata, kesukaan, atau pandangan karir kita ke depan seperti apa. Tidak membosankan menurutku. Lalu aku juga kenal beberapa perempuan dan laki-laki lain. Mereka dari pekerjaan yang beragam. Untuk perkenalan selanjutnya, aku merasa ada yang mengganjal. Dimana sebenarnya mereka ada di Tantan hanya untuk bersenang-senang.  Pembicaraan kami standart, Tanya asal, kesibukan, dan lain-lain. Tak semenarik seperti orang yang pertama kukenal. Mungkin memang aku terlalu berlebihan menilai orang dari pertama kali mengobrol. Bisa saja karena melalui chatting kita tak leluasa berbicara secara meluas. Itu semua membuatku malas untuk melanjutkan bermain aplikasi ini. Kupikir aku akan mendapatkan teman-teman yang asyik, teman yang suka membaca dan menulis. Nyatanya nyaris tidak ada. Perempuan-perempuan di Tantan yang kutemui juga lebih banyak cuek. Selalu aku yang bertanya, mereka menjawab sekadarnya.

Aku bosan dengan siklus perkenalan yang itu-itu saja. Setelah kita tanya tentang identitas lalu obrolan kita hanya haha hihi tak jelas. Mencoba untuk mengajak ngobrol yang lebih berbobot, tapi dia terlihat keberatan. Berbobot itu maksudnya bukan berarti membicarakan kebijakan pemerintah atau sistem pendidikan, tapi ya mulai dari hal yang kecil-kecil tapi bermanfaatlah. Misalnya seperti oleh-oleh di kotamu apa, wisatanya apa saja. Belum sempat aku bertanya, tiba-tiba dia sudah bilang “Bisa minta fotonya nggak?” “Bisa minta nomor whatsappnya?” lalu aku sudah ilfeel duluan.

Aku kesal lalu ku uninstall aplikasi itu. Bagi orang lain mungkin menyenangkan sekali aplikasi itu. Bisa mendapat teman darimana-mana. Tapi bagiku, ketika obrolannya hanya untuk asyik-asyikan saja, aku malah bosan dan malas untuk melanjutkan. Ya, mungkin aku yang salah. Aplikasi itu diciptakan untuk menemukan sepasang anak manusia yang sedang ingin menemukan teman kencan. Aku salah tempat ternyata.

Dan kamu tahu? Ketika aku merasa kesepian, tidak ada teman bicara, aku selalu ingat rumah ini. Menulis memang sudah medarah daging, dalam hati kecilku selalu memanggil-manggil untuk terus menulis. Ketika sepi, selalu ada dalam diri yang menagih untuk menulis. Tempat persembunyian paling aman untuk aku membicarakan apa saja. Itulah kenapa akhir-akhir ini aku sering nulis di sini, ya tidak sering sih, maksudnya lebih rajin daripada tahun lalu. Sampai akhirnya aku berani bilang pada diriku sendiri, “Anik, sekarang saatnya kamu pulang!” Aku merasa Allah sedang memanggilku untuk rajin nulis lagi. Ketika di perantauan tidak ada orang yang kuajak bercerita dan menghabiskan waktu, kurasa Allah sedang memberikan banyak waktu untuk aku menulis lagi. Berkisah apa pun itu yang bisa kubagikan dengan orang-orang.

Aku pernah baca di sebuah novel, lupa judul dan penulisnya. Katanya ketika kita sedang tak melakukan sebuah hal, lalu merasa ada yang kurang dalam diri kita, maka hal itu sudah menjadi bagiaaan   dalam hidup kita. Ya, itu kurasakan ketika aku jarang nulis.

Maaf ya Anik’s Blog, kadang aku ke sini hanya untuk berkeluh kesah. Tapi di saat senang, aku lupa membagikan ceritanya. Bahkan, aku tak sempat bercerita kepadamu bagaimana rasanya seminar proposal, sidang skripsi, dan wisuda. Apalagi aku sempat berangkat ke Palu menjadi relawan. Nanti lain kali aku akan bercerita tentang itu semua. Maaf aku baru menyadari, kalau rumah ini adalah tempat pulang yang paling nyaman. Teman dalam segala hal yang tak akan pernah bisa digusur oleh siapa pun. Sampai kapan pun aku akan tetap sering pulang ke sini, sampai nanti anak dan suamiku bisa membaca tulisanku di sini. Tempat mengabadikan segala rasa yang ada di dada. 

Kata Kevin seorang vlogger, dia suka jadi vlogger karena ingin menuliskan sejarah dalam hidupnya, dia merasa tak bisa menjadi penulis, lalu akhirnya memilih untuk merekam sejarah-sejarah itu melalui video-videonya. Dan aku, memilih untuk mengabadikan sejarah hidupku melalui tulisan di sini.

You May Also Like

0 komentar