Anik, Sekarang Waktunya Pulang!
Setelah kemarin
aku bercerita tentang kesepianku di kota perantauan, sekarang ada hal yang
ingin kuceritakan. Tentang sebuah cara untuk mengusir kesepian namun ternyata
gagal. Karena ada fasilitas wifi di kos, memudahkan aku untuk mengakses
internet kapan saja dan untuk apa pun tanpa khawatir kuota jebol. Aku lebih
sering menghabiskan waktu untuk membuka aplikasi perpustakaan, tetapi lebih
sering sih buka youtube. Nah, di iklan-iklan youtube inilah aku melihat ada
aplikasi untuk mencari teman, yaitu Tantan. Di iklan itu dijelaskan kita bisa
memilih usia berapa orang yang mau kita kenal dan berapa kilometer jarak dari
tempat kita berdomisili. Aku tertarik untuk menginstalnya. Padahal aku sudah
lama tahu aplikasi ini, tapi baru kali ini aku benar-benar tertarik. Awalnya aku
sedikit ragu, aplikasi ini ada tagline-nya
yaitu bertemu dengan cowok tampan. Aku mikir, ini orang-orang di dalamnya
seperti apa ya. Akhirnya kucoba untuk instal.
Kupikir sistem di
aplikasi ini follow mem-follow seperti media sosial lain. Ternyata
tidak. Jadi nanti setelah sign up dan
memilih gender dan jarak orang yang
kita inginkan, di beranda akan ada banyak pilihan orang yang sudah masuk
kategori. Kalau kita tertarik dengan foto dan identitas singkatnya seperti
usia, kota asal, dan kesukaannya, swipe
ke kanan. Kalo tidak, swipe ke kiri. Nah,
jika orang yang kita swipe ke kanan
ternyata juga nge-swipe kita ke kanan
(sama-sama tertarik) maka dinamakan jodoh dan kita bisa chatting serta melihat momen yang dia share.
Aku sangat
memilih siapa orang-orang yang akan ku-swipe
ke kanan. Karena ternyata di dalamnya itu banyak sekali orang yang tidak sesuai
dengan bayanganku. Alay dan aneh menurutku. Terlihat bagaimana profil-profilnya.
Jadi aku hanya memilih laki-laki yang kelihatannya baik-baik saja. Ya meskipun
sebenarnya orang baik-baik itu tidak serta merta langsung bisa dilihat dari
fotonya. Atau sering kita bilang don’t
judge by cover. Tapi gaess, aku tidak tertarik dengan laki-laki yang
fotonya sambil memegang rokok, duduk di dekat motor modif, dan lainnya lah. Kalian
pasti tahu maksudku. Dan, aku instal aplikasi ini bukan untuk mencari teman
kencan, tapi teman yang bisa diajak sharing,
cerita, atau bertukar pikiran.
Pertama kali
kenal dengan anak Malang. Dia seumuranku. Aku nyaman mengobrol dengan dia. Padahal
baru kenal, tapi sudah nyambung menceritakan perihal wisata, kesukaan, atau
pandangan karir kita ke depan seperti apa. Tidak membosankan menurutku. Lalu aku
juga kenal beberapa perempuan dan laki-laki lain. Mereka dari pekerjaan yang
beragam. Untuk perkenalan selanjutnya, aku merasa ada yang mengganjal. Dimana sebenarnya
mereka ada di Tantan hanya untuk bersenang-senang. Pembicaraan kami standart, Tanya asal,
kesibukan, dan lain-lain. Tak semenarik seperti orang yang pertama kukenal. Mungkin
memang aku terlalu berlebihan menilai orang dari pertama kali mengobrol. Bisa saja
karena melalui chatting kita tak
leluasa berbicara secara meluas. Itu semua membuatku malas untuk melanjutkan
bermain aplikasi ini. Kupikir aku akan mendapatkan teman-teman yang asyik,
teman yang suka membaca dan menulis. Nyatanya nyaris tidak ada. Perempuan-perempuan
di Tantan yang kutemui juga lebih banyak cuek. Selalu aku yang bertanya, mereka
menjawab sekadarnya.
Aku bosan dengan
siklus perkenalan yang itu-itu saja. Setelah kita tanya tentang identitas lalu
obrolan kita hanya haha hihi tak jelas. Mencoba untuk mengajak ngobrol yang
lebih berbobot, tapi dia terlihat keberatan. Berbobot itu maksudnya bukan
berarti membicarakan kebijakan pemerintah atau sistem pendidikan, tapi ya mulai
dari hal yang kecil-kecil tapi bermanfaatlah. Misalnya seperti oleh-oleh di
kotamu apa, wisatanya apa saja. Belum sempat aku bertanya, tiba-tiba dia sudah
bilang “Bisa minta fotonya nggak?” “Bisa minta nomor whatsappnya?” lalu aku
sudah ilfeel duluan.
Aku kesal lalu ku
uninstall aplikasi itu. Bagi orang lain mungkin menyenangkan sekali aplikasi
itu. Bisa mendapat teman darimana-mana. Tapi bagiku, ketika obrolannya hanya
untuk asyik-asyikan saja, aku malah bosan dan malas untuk melanjutkan. Ya,
mungkin aku yang salah. Aplikasi itu diciptakan untuk menemukan sepasang anak
manusia yang sedang ingin menemukan teman kencan. Aku salah tempat ternyata.
Dan kamu tahu? Ketika
aku merasa kesepian, tidak ada teman bicara, aku selalu ingat rumah ini. Menulis
memang sudah medarah daging, dalam hati kecilku selalu memanggil-manggil untuk
terus menulis. Ketika sepi, selalu ada dalam diri yang menagih untuk menulis. Tempat
persembunyian paling aman untuk aku membicarakan apa saja. Itulah kenapa
akhir-akhir ini aku sering nulis di sini, ya tidak sering sih, maksudnya lebih
rajin daripada tahun lalu. Sampai akhirnya aku berani bilang pada diriku
sendiri, “Anik, sekarang saatnya kamu pulang!” Aku merasa Allah sedang
memanggilku untuk rajin nulis lagi. Ketika di perantauan tidak ada orang yang
kuajak bercerita dan menghabiskan waktu, kurasa Allah sedang memberikan banyak
waktu untuk aku menulis lagi. Berkisah apa pun itu yang bisa kubagikan dengan
orang-orang.
Aku pernah baca di sebuah novel, lupa judul dan penulisnya. Katanya ketika
kita sedang tak melakukan sebuah hal, lalu merasa ada yang kurang dalam diri
kita, maka hal itu sudah menjadi bagiaaan
dalam hidup kita. Ya, itu kurasakan ketika aku jarang nulis.
Maaf ya Anik’s
Blog, kadang aku ke sini hanya untuk berkeluh kesah. Tapi di saat senang, aku
lupa membagikan ceritanya. Bahkan, aku tak sempat bercerita kepadamu bagaimana
rasanya seminar proposal, sidang skripsi, dan wisuda. Apalagi aku sempat
berangkat ke Palu menjadi relawan. Nanti lain kali aku akan bercerita tentang
itu semua. Maaf aku baru menyadari, kalau rumah ini adalah tempat pulang yang
paling nyaman. Teman dalam segala hal yang tak akan pernah bisa digusur oleh
siapa pun. Sampai kapan pun aku akan tetap sering pulang ke sini, sampai nanti
anak dan suamiku bisa membaca tulisanku di sini. Tempat mengabadikan segala
rasa yang ada di dada.
Kata Kevin seorang vlogger, dia suka jadi vlogger karena
ingin menuliskan sejarah dalam hidupnya, dia merasa tak bisa menjadi penulis,
lalu akhirnya memilih untuk merekam sejarah-sejarah itu melalui video-videonya.
Dan aku, memilih untuk mengabadikan sejarah hidupku melalui tulisan di sini.
0 komentar