facebook twitter instagram Tumblr

Anik's Blog

Sumber: Dakwatuna

Aku pernah bertanya kepada seseorang yang agamanya sudah cukup baik menurutku. Saat itu aku bertanya perihal Surat An-Nur ayat 26. Seingatku pertanyaanku seperti ini, “Dalam Surat An-Nur 26 sudah tertulis bahwa laki-laki yang baik mendapat perempuan yang baik, begitu pun sebaliknya. Tapi kenapa, masih ada pasangan yang hanya baik salah satunya?”

Lalu beliau menjawab, “Sebenarnya asbabun nuzul Surat An-Nur ayat 26 itu adalah pada saat itu Aisyah dan Rasulullah mendapat fitnah …. (maaf aku lupa ceritanya, bisa disearch sendiri di google hohoho). Wanita sebaik Asiyah saja berjodoh dengan Raja Firaun (saat itu beliau mencontohkan dua pasangan dan aku lupa satunya siapa. Maafkan ingatanku yang konslet parah ini). Ayat tersebut bukan ketetapan yang ditujukan untuk seluruh manusia. Wallahu a’lam.”

Pada intinya, tidak semua laki-laki yang baik untuk perempuan baik. Bisa jadi Allah memberikan jodoh yang tidak baik untuk menguji seseorang tersebut.  
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Sumber: Dakwahislam.com

Aku pernah menemui laki-laki yang paling anti dengan wanita berjilbab. Dia lebih suka wanita yang rambutnya terurai panjang. Menurut pengakuan dari temanku sendiri, bahwa wanita berjilbab itu terlalu fanatik dengan agama dan tidak netral. Aku hanya tersenyum mendengarnya, tak ingin mengajak debat terlalu panjang. Padahal dalam hati ada gerimis yang kusembunyikan rintikannya. Miris sekali aku mendengar pengakuan itu.

Ada temanku perempuan. Dia sudah lama dekat dengan seorang laki-laki tapi tak sekali pun pernah mengungkapkan perasaannya. Hubungan mereka tanpa status tapi apa yang mereka lakukan sudah seperti orang pacaran—kencan dan kemana-mana bersama.

Suatu ketika, saat tidak pernah kulihat lagi mereka jalan berdua, aku bertanya kepada temanku tersebut. Dia menjawab, ternyata laki-laki itu tidak ingin mempunyai pacar yang berjilbab. Itulah alasannya kenapa dia tidak pernah mengungkapkan perasaannya dan lalu pergi secara tiba-tiba. Aku memaklumi hal itu. Kutahu laki-laki tersebut mengikuti organisasi kesenian, dan kebanyakan anak-anak kesenian itu mempunyai pandangan yang berbeda tentang Islam (tapi tidak semua anak kesenian seperti itu).
Share
Tweet
Pin
Share
3 komentar

Sudah lama aku menjadi anggota di sebuah grup parenting di whatsapp. Kemarin aku sengaja me-screenshoot salah satu cerita yang di-share admin tentang percakapan beberapa ibu yang membicarakan cara mendidik anak. Bagiku percakapan itu menarik, karena sang ibu mengatakan bahwa dia sering menceritakan kepada anak-anaknya tentang Rasulullah.

Sebelum berangkat sekolah, si anak selalu mencium tangan beliau. Sambil mengusap kepala anaknya, sang ibu selalu bilang, “Rasulullah sedang menunggumu di Madinah untuk kau hafalkan hadist-hadist peninggalannya.” Alhasil, dewasa ini anaknya telah hafal Al-Quran dan Hadist serta mendapat beasiswa S2 di Madinah.

Screenshoot penggalan cerita itu tadi aku upload di status whatsapp. Ada seorang teman kuliah yang memberi komentar statusku tersebut.

“Itu grup apa?”

“Grup Wonderfull Parenting.”

“Waduh, aku belum siap.”

“Aku suka aja gabung di sana buat persiapan.”

“Iya deh, calon mom.”

Lalu aku tak membalas pesannya. Pikirku, ada mindset yang salah bagi para calon ibu masa kini. Entah itu mereka yang sudah ingin menikah atau pun belum. Mereka berpikiran bahwa ilmu parenting hanya diperuntukkan untuk orang-orang yang sudah berumah tangga.
Share
Tweet
Pin
Share
3 komentar
Di luar sana banyak orang menghabiskan waktu lebaran tahun ini dengan berlomba-lomba mengunggah foto keluarga yang manis. Mereka senang memperlihatkan senyum manisnya dengan memakai baju baru.

Tidak dengan aku. Lebaran tahun ini adalah momen paling berat. Mungkin bagimu terkesan lebay, tapi jika kau ada di posisiku, akan terasa betapa beratnya di lingkaran orang yang tidak sependapat denganmu.

Entah sudah berapa waktu kuhabiskan di dalam kamar dan di atas sajadah. Sudah ratusan istigfar aku gemakan, dan ratusan bulatan tasbih aku putar mengelilingi jemari.

Sebenarnya simple. Aku hanya ingin menjalankan syariat Islam—tidak ingin bersalaman dengan laki-laki yang bukan mahram. Tahukah? Hari pertama lebaran, sepanjang perjalanan banyak mata memandang aneh, bahkan ada tawa yang menggaung dari segerombolan laki-laki yang mencibir, dan yang paling menyakitkan adalah teguran dari keluargaku sendiri.
Share
Tweet
Pin
Share
4 komentar

Bulan Ramadhan ini aku disibukkan dengan rutinitas kampus sehingga target Ramadhan masih jauh tercapai. Seminggu sebelum lebaran, aku baru bisa khusyu’ tilawah, karena tugas dan UAS telah selesai. Inginnya khatam selesai Ramadhan, sehingga banyak waktu kuhabiskan untuk membaca Al-Quran. Ada penyesalan, kenapa Ramadhan aku masih disibukkan dengan kegiatan dunia?

Jujur, seminggu sebelum lebaran justru aku malah kurang berdoa. Ya tetap berdoa. Tapi tidak doa khusus seperti biasanya. Karena pada saat itu berada di kosan teman di Malang. Merasa tidak leluasa berdoa tentang hal-hal pribadi kalau sedang ada orang.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
--Jika kita berlelah-lelah di jalan Allah, InsyaAllah surga adalah tempat istirahat terbaik yang disiapkan oleh-Nya--

Ketika ada kata “para”, maka kata yang mengikutinya berarti jamak. Terdengar aneh memang, jodoh setiap orang diciptakan tunggal, tapi aku menggunakan kata jamak. Aku menemukan arti baru tentang jodoh. Jodoh tak lagi hanya bisa diartikan secara sempit sebagai pasangan hidup, tapi juga semua orang yang bertemu dengan kita saat memiliki hajat.

Arti ini kudapat dari Mas Pandu—salah satu Relawan Nusantara Malang—saat aku bersama teman relawan Malang lain melakukan aksi Syiar Quran. Dalam setiap sambutan, Mas Pandu bilang, “Alhamdulilah, hari ini kita berjodoh untuk membagikan Al-Quran dari donatur.”

Dari situlah aku menyadari, meski aku belum mendapatkan jodoh dalam arti pasangan, aku sudah bertemu dengan para jodohku di Rumah Zakat.

Aksi Syiar Quran mungkin hanya terlihat biasa bagi orang lain. Hanya membagikan beberapa Al-Quran dan Iqro’ di beberapa tempat lalu selesai. Iya aksinya memang se-simple itu.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Relawan adalah tentara langit yang dibayar oleh Allah, bukan manusia. (Brand Manager Rumah Zakat Surabaya)

Aku mendengar quote itu saat mengikuti kegiataan kemah relawan yang dilaksanakan di Malang pada bulan Maret lalu (jika tidak salah ingat). Kalimat itu masih membekas dan terpatri abadi dalam benakku. Menjadi sebuah pengingat jika diri ini mulai ada niat yang melenceng saat menjadi relawan.

Saat melakukan aksi sosial dengan teman-teman Rumah Zakat lain, tidak ada yang kami cari selain lukisan senyum para penerima manfaat. Kami pun tak ingin menghamba dari ucapan terima kasih mereka. Karena sejatinya, ucapan terima kasih patut diucapkan kepada donatur, bukan kepada kami—karena kami hanyalah relawan yang tak memiliki banyak harta, hanya waktu luang untuk menjadi jembatan antara donatur dan penerima manfaat.

Suatu ketika, jika aku tidak salah ingat pada bulan April lalu. Aku dan beberapa teman relawan Jember lain melakukan survei ke suatu tempat yang amat pelosok. Tempat itu jauh dari hingar bingar kota dan tak terjangkau oleh listrik dan sinyal. Kami sedang melakukan survei untuk aksi Sepatu Anak Nusantara.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Orang yang akan melakukan kebaikan selalu diuji oleh Allah, entah itu keadaan, niat yang mulai goyah, atau hal lainnya. Sabtu lalu aku memberanikan diri mengikuti kegiatan Tabligh Akbar di Rumah Zakat Malang. Kenapa aku bilang memberanikan diri? Karena sebelum berangkat ke sana, banyak hal yang membuatku mempertimbangkan rencana.

Dua hari sebelum hari keberangkatan, ada kabar dari seorang teman bahwa kami seangkatan tidak bisa pulang ke kampung halaman karena ada revisi makalah dari dosen. Saat itu dosen masih sibuk urusan di luar kota, sehingga koreksinya selalu ditunda. Lagi-lagi aku dibuat jengah oleh dosen yang selalu berlaku seenaknya. Seminggu lalu bilang revisi kedua kemarin adalah revisi terakhir, ternyata masih harus revisi lagi.

Parahnya, pengumuman makalah yang direvisi diumumkan hari senin dan harus mengumpulkan hard file-nya. Sekelompokku tidak ada yang berdomisili di Jember, dan sungkan kalau meminta bantuan dengan teman lain.

Kalau aku tidak bisa pulang, berarti gagal lah rencanaku ke Malang. Padahal dalam hati kecilku ingin rasanya secepatnya berangkat, tapi selalu saja ada urusan kampus yang membelit.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Saat aku belum cukup dewasa, dari ibu aku belajar banyak tentang hukum-hukum Islam. Dan sampai sekarang, segala ajaran yang beliau ajarkan melalui obrolan-obrolannya itu masih tersimpan rapi di kepingan memori.

Masih bisa kuingat, ibu pernah marah saat aku memakan darah ayam rebus. Saat itu usiaku masih empat tahun. Aku bermain di rumah tetangga yang berjualan soto ayam dengan kakak laki-lakiku. Saat kakak masih asyik bermain bola di sepetak tanah tetangga, aku diberi seperti daging sapi coklat kehitam-hitaman oleh tetangga tersebut. Tanpa bertanya apa yang dia beri, aku menerimanya dan mengunyah pelan-pelan. Belum sampai kutelan, kakak berlari cepat-cepat membuang daging itu jauh-jauh dariku. Aku lupa, apakah pemilik rumah saat itu melihat ulah kakak.

Aku menangis menghentak-hentakkan kaki ke tanah. Kakak memaksa menggendongku dan mengajak pulang. Aku memukul punggungnya keras-keras saat perjalanan. Rumahku dan tetangga itu tidak terlalu jauh—hanya sekitar sepuluh langkah.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Sebelum bulan Ramadan bertamu, jauh-jauh hari sudah banyak teman yang mengajak acara buka bersama. Sudah menjadi kebiasaan di masyarakat, bulan Ramadan menjadi momen temu rindu di saat adzan Maghrib berkumandang syahdu.

Tahun-tahun sebelumnya aku memang sangat antusias mengikuti momen-momen seperti itu. Karena agenda saat Ramadhan inilah momen yang bisa dijadikan alasan untuk berkumpul dan itu terjadi setahun sekali.

Baru tahun ini aku merasa malas sekali menanggapi puluhan chat di grup organisasi kampus, kelas kuliah, bahkan teman SMA yang merundingkan masalah buka bersama. Bukan bermaksud menjauhi, sebenarnya juga ingin berkumpul bersama mereka, tapi di satu sisi aku punya alasan kenapa lebih memilih buka sendiri di kosan. Lebih tepatnya buka bersama teman-teman di kosan.

Ada banyak agenda buka bersama, itu berarti akan ada banyak waktu yang terbuang untuk mengikuti salat Maghrib tepat waktu dan salat tarawih.  Kebanyakan orang lebih mengutamakan menu berbuka dibandingkan salat sebagai kewajibannya.
Share
Tweet
Pin
Share
4 komentar
Mencari teman itu mudah, tapi menjaga kelanggengannya yang sulit. Kadang, sebuah pertemanan bisa retak karena salah paham. Hanya karena pesan whatsapp yang di read tanpa ada balasan bisa menimbulkan prasangka yang tidak-tidak. Padahal, kadangkala centang pesan whatsaap sudah biru, meskipun si penerima belum merasa membaca. Kadang berniat nanti akan membalas lalu lupa. Begitulah di era instans ini, kesetiakawanan seseorang dinilai juga sangat instans—hanya dari seberapa cepat dia membalas pesan whatsapp.

Alangkah tidak lucunya, jika aku dijauhi oleh para tetangga kos hanya karena lantai kamar. Aku bukan manusia seperti kisah-kisah sahabat Rasulullah yang abadi dalam dongeng pengantar tidur karena kesabarannya. Untuk menjadi orang yang sabar, harus berlari maraton berkilo-kilo jauhnya. Karena, kesabaran tak setipis mudahnya merindukan seseorang.

Di rumah, ibu membiasakan mencuci kaki dan menggunakan sandal khusus dalam rumah sebelum masuk kamar salat. Di mana pun itu, tempat yang digunakan salat harus suci. Begitulah, aku sering diajari. Ibu bisa marah parah saat mengetahui anak-anaknya tidak mengindahkan peraturan tak tertulis yang dibuatnya. Semakin dewasa, itu sudah menjadi kebiasaan dan rasanya di kaki seperti ada kotoran yang menempel jika tidak melaksanakan perintah beliau.
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Newer Posts
Older Posts

About Me

Foto saya
Anik's Blog
Hi, ini tempat pulangnya Anik. Berisi hal-hal random yang rasanya perlu ditulis.
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Follow Us

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Tumblr

Member Of

1minggu1cerita

Categories

  • Blogwalking
  • Calon Ibu
  • FIKSI
  • Flashback
  • Kerelawanan
  • Obrolan Cermin
  • Review Ala-Ala
  • Sudut Pandang Pernikahan

Postingan Populer

  • Rezeki Tak Perlu Dicari
  • Hujan-Hujan di Bulan Juni
  • Inilah 5 Cara Bahagia Jadi Jofis (Jomblo Fi Sabilillah)
  • Menikah itu Bukan Sekadar untuk Memilikinya, tetapi Demi Menambah Kecintaan kepada-Nya
  • (Review) Pertanyaan Tentang Kedatangan

Blog Archive

  • Maret 2024 (1)
  • Februari 2024 (1)
  • Juli 2023 (2)
  • Agustus 2021 (1)
  • Juli 2021 (2)
  • September 2020 (2)
  • Agustus 2020 (4)
  • Juli 2020 (3)
  • Juni 2020 (7)
  • Mei 2020 (17)
  • April 2020 (4)
  • September 2019 (1)
  • Agustus 2019 (3)
  • Juli 2019 (9)
  • Juni 2019 (4)
  • Mei 2019 (3)
  • April 2019 (1)
  • Maret 2019 (7)
  • Februari 2019 (3)
  • Januari 2019 (3)
  • Oktober 2018 (6)
  • Maret 2018 (22)
  • Februari 2018 (14)
  • Agustus 2017 (7)
  • Juli 2017 (11)
  • Juni 2017 (11)
  • Mei 2017 (1)
  • April 2017 (5)
  • Maret 2017 (3)
  • Februari 2017 (4)
  • Januari 2017 (14)
  • Desember 2016 (12)
  • November 2016 (2)

Created with by ThemeXpose