Saat Allah Merindukanku
Bulan
Ramadhan ini aku disibukkan dengan rutinitas kampus sehingga target Ramadhan
masih jauh tercapai. Seminggu sebelum lebaran, aku baru bisa khusyu’ tilawah,
karena tugas dan UAS telah selesai. Inginnya khatam selesai Ramadhan, sehingga
banyak waktu kuhabiskan untuk membaca Al-Quran. Ada penyesalan, kenapa Ramadhan
aku masih disibukkan dengan kegiatan dunia?
Jujur,
seminggu sebelum lebaran justru aku malah kurang berdoa. Ya tetap berdoa. Tapi tidak
doa khusus seperti biasanya. Karena pada saat itu berada di kosan teman di
Malang. Merasa tidak leluasa berdoa tentang hal-hal pribadi kalau sedang ada
orang.
Dan bahkan,
saat aku sudah pulang ke rumah pun aku tetap tidak leluasa berdoa. Karena
keseringan saat salat, ada orang di sampingku. Meskipun ada sesuatu yang ingin aku
curhatkan kepada Allah, paling-paling hanya membatinnya saat sebelum tidur atau
dimana saja saat hati sedang merasa sesak.
Kemarin
terakhir Ramadhan, pukul 9 pagi aku pergi ke suatu tempat karena disuruh ibu
membeli sesuatu. Tiba-tiba saja perutku sakit seperti ingin membuang hajat. Aneh,
padahal paginya aku sudah buang hajat. Kalau dalam sehari aku sudah buang hajat,
maka perutku tidak akan mulas lagi.
Aku mencoba
ke kamar mandi, tapi ternyata hanya mulas. Saat berangkat lagi, mulas itu
datang. Aku menurutinya ke kamar mandi, tapi ternyata aku tak berhasil buang
hajat. Lalu aku tetap pergi setelah kurasa perutku sudah membaik.
Tiba-tiba
tanpa rencana aku berhenti di sebuah toko membeli sesuatu. Dan di situlah perut
terasa mulas lagi. Aku bergegas memilih apa yang kuinginkan, lalu teringat di
samping toko ada Masjid dan mampir di sana. Dan anehnya, di toilet masjid
itulah aku bisa menuntaskan hajatku.
Pernah membaca
novel Ayat-Ayat Cinta. Tokoh Fahri pernah memberi pesan kepada temannya, Masjid itu bukan toilet umum, jangan hanya
numpang buang hajat, tapi juga hormatilah dengan sholat dua rakaat. Setelah
itu aku tunaikan Salat sunah Tahiyatul Masjid.
Setelah
Salat, aku merasa nyaman. Kulanjutkan beberapa salat sunah lainnya. Selesainya itu,
ada keinginan untuk tetap tinggal di sana. Aku berdoa begitu lama sekali. Keadaan
masjid saat itu lengang. Membuatku leluasa untuk mengucap apa saja. Dalam doa
aku tumpahkan segala sesak yang mengganjal di hati beberapa hari ini. Air mata
berderai kubiarkan membasahi doaku saat itu.
Saat bangun
tidur pagi, aku tidak merasakan gelisah yang parah. Kurasakan biasa-biasa saja.
Tapi memang kuakui, sebelumnya ada banyak hal yang ingin kuceritakan kepada
Allah. Aku juga tidak mengerti kenapa siang ini aku bisa berdoa menangis
sehisteris itu.
Ini semua
terjadi tanpa rencana, tapi mungkin rencana-Nya. Kalau saja Allah tidak memberi
rasa mulas tadi, aku tidak akan ke masjid sampai menunggu waktu Dhuhur tiba.
Aku tidak akan menguraikan segala rasa yang menyesaki batinku di masjid itu.
Aku ber-khusnudzon,
mungkin Allah rindu, karena aku telah jarang bertamu melalui doa-doa terbaikku.
0 komentar