facebook twitter instagram Tumblr

Anik's Blog

@YufidTV


Di usiaku yang sudah dua tahun lebih ini sudah bukan masanya untuk bermain-main dengan perasaan. Membuang-buang waktu jika masa pencarian ini dihabiskan hanya untuk orang yang tak berniat serius. Banyak cerita dari teman-temanku ketika mereka berpacaran lama tapi tak kunjung dikenalkan kepada orangtua, tak diajak ngobrol serius mengenai pernikahan, atau bahkan hanya di ajak ke sana sini tanpa status yang jelas. Dalam hatiku ingin bilang ke mereka, yaudahlah tinggalin aja! Tapi kutahan, tak jadi aku mengatakan itu. Ucapanku tertahan hanya sampai kerongkongan. Secuil kalimat itu bisa memporak-porandakan hati mereka. Karena ini tentang perasaan yang tak akan mudah untuk diputuskan. Ini perihal perasaan yang sudah mengakar terlalu dalam.

“Coba deh sekali-kali ajak dia ngobrol serius,” kataku suatu ketika. Si temanku ini berusaha mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan kepada pacarnya. Meski sampai sekarang nyatanya belum terealisasikan, entah apa pertimbangannya.

Atau ada juga cerita lain, seorang perempuan cantik di kota sana sering menghubungiku mengirimi potongan chattingnya dengan laki-laki. Si perempuan ini diberi tawaran menarik yaitu akan dinikahi, tapi belum tahu kapan. Masih mempersiapkan, begitu katanya. Aku menarik napas sesak. Sungguh, seindah apa pun dia merangkai kalimat untuk mengajak menikah, tapi dirinya sendiri masih terpontang-panting tak tahu kapan siap menikahi, itu sama saja dengan menggantung si perempuan. Tak ada kepastian yang jelas. “Dia bilang gitu ke kamu karena takut kamu diambil orang, makanya buru-buru bilang gitu padahal dirinya belum siap,” kataku suatu ketika ke perempuan itu.

Karena aku perempuan, maka tulisan ini bersudut pandang perempuan. Bukan bermaksud untuk menjelek-jelekkan laki-laki. Selama ini aku banyak bergaul dan mendengar cerita dari pihak perempuan. Meski ada juga cerita yang mampir di telingaku dari pihak laki-laki, ada perempuan yang mempermainkannya atau apalah itu yang berbau negatif. Sebenarnya ini bukan tentang gender, perempuan atau pun laki-laki pasti memiliki kelemahannya masing-masing. Dan itu tergantung pribadinya sendiri, tidak semua laki-laki berperangai buruk seperti banyak cerita yang beredar. Atau tidak semua perempuan memiliki kadar setia yang tinggi, banyak juga berita istri meninggalkan suaminya karena ada laki-laki idaman lain.

Sebenarnya yang ingin aku bahas adalah cara Islam mengatur pergaulan antara perempuan dan laki-laki. Aku pernah terjebak pada pergaulan yang salah. Pergaulan dengan laki-laki yang tidak memperhatikan syariat Islam. Dimana aku mengobrol via chatting dengan laki-laki membicarakan hal-hal receh hanya bercandaan tanpa tujuan yang jelas yang sebenarnya tidak diperbolehkan dalam agama kita. Dari pengalaman pribadi itu aku menarik kesimpulan bahwa Islam memberikan hukum dan batasan-batasan pada pergaulan lawan jenis sejatinya untuk menjaga setiap umatnya.

Coba seandainya banyak orang yang menerapkan hukum Islam dalam kehidupannya. Seperti misalnya, tidak chatting dengan lawan jenis apabila tidak ada kepentingan, tidak telepon tanpa ada tujuan yang jelas, tidak mengajak bertemu hanya berdua jika ada kepentingan syar’i, menjaga pandangan, menjaga interaksi dengan lawan jenis, dan lain-lain. Insyaallah nantinya tidak ada cerita perempuan baper, laki-laki tebar pesona, pemberi harapan palsu, dan lainnya. Karena semua orang paham akan batasannya. Pun ketika berniat baik untuk menikah, juga dengan cara yang baik. Tidak lantas berisik di chatting mengobral janji, tapi menunjukkan dengan kesungguhan hati akan datang dengan pembuktian keseriusannya.

Aku memilih tidak lagi pacaran semata juga bukan hanya karena Islam melarangnya. Tapi aku sudah membuktikan sendiri bahwa pacaran banyak mudharat (sisi negatifnya). Dimana hati kita menjadi lebih sering berharap ke manusia, karena perasaan cinta yang terlalu berlebihan kepada si pasangannya. Dan itu akan berimbas pada ibadah-ibadahnya yang semakin menurun. Dimana kita lebih sering disibukkan pada urusan duniawi, karena sibuk bertemu dengannya, chatting, telepon, video call, atau bahkan bertengkar. Hal-hal yang seharusnya tidak perlu dibuang hanya untuk orang yang belum jelas menjadi jodoh kita atau tidak. Usia yang seharusnya kita gunakan untuk menjadi produktif.

Maka aku tak bisa memberikan nasihat banyak atau jalan keluar yang jitu pada teman-teman yang curhat mengenai pacarnya. Ketika dia sudah berani mengambil keputusan untuk pacaran, ya maka harus siap menerima segala konsekuensinya. Entah itu yang tak kunjung dinikahi atau hanya diajak main tanpa ada perencanaan masa depan. Karena pada dasarnya orang yang berpacaran adalah mereka yang ingin mencicipi nikmatnya memiliki pasangan tanpa berikatan resmi yang menimbulkan tanggung jawab baru pada diri mereka.
Aku berkata seperti ini karena pernah merasakan betapa hati tidak tenang terombang-ambing bersama laki-laki yang hanya iseng mengajak kenalan, mengenalku hanya untuk menepis kesepian, dan tanpa tujuan yang jelas. Aku pernah merasakan pahitnya pacaran, dimana usiaku terbuang sia-sia untuk seseorang yang ternyata sekarang menjadi jodoh orang lain.

Baik, kalau boleh ada orang membantah dengan mengatakan bahwa banyak juga contoh orang yang berpacaran tapi berakhir di pelaminan. Tapi, bukankah menikah itu bertujuan untuk mendapatkan ridho Allah?

Bagaimana Allah bisa ridho ketika pernikahan diawali dengan hubungan yang jelas tak disukai-Nya? Mungkin hidup mereka akan berlangsung terlihat baik-baik saja. Mereka akan langgeng sampai akhir usia mereka. Tapi akankah sama rasanya dengan orang yang murni nikah karena ibadah, bukan hanya karena menginginkan memiliki orang yang mereka cintai?

Selama ini aku cenderung diam ketika mengetahui temanku pacaran, sebenarnya mereka semua tahu bahwa pacaran tidak diperbolehkan dalam Islam. Namun, hati mereka masih tertutup. Allah belum memberikan hidayah kepada mereka. Ada salah satu teman baikku yang sudah 5 tahun berpacaran. Dia pernah berkata seperti ini, “Nik, perasaan yang dipendam itu lebih berkelas. Kamu jangan sampai menyesal seperti aku, ya!” Entah, aku tak bertanya menyesal seperti apa dan karena apa yang dirasakannya. Bukan lagi sebuah rahasia, pasti menjalin hubungan pacaran ada problem pelik yang selalu terjadi.

Aku menyadari, ketika hatiku lebih berat kepada manusia. Berharap terlalu besar pada manusia, itu karena hatiku sedang jauh dari Allah. Imanku sedang melemah.

Aku yang sudah berani menulis ini, bukan berarti aku suci. Bukan berarti aku bersih sama sekali bisa menjaga penuh pergaulanku dengan laki-laki. Aku pun pernah beberapa kali jatuh pada lubang kesalahan yang sama. Meski sudah hijrah, tapi begitu mudahnya mempersilakan laki-laki untuk masuk ke kehidupanku dengan main-main. Alhamdulillah, saat aku menulis ini aku sudah dikembalikan oleh Allah ke jalan yang baik. Dan kuncinya, sebagai orang kita harus tegas. Jika sudah mengetahui dia tak ada niatan serius, lebih baik tinggalkan. Apabila kita meninggalkan karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Semoga tak terulang lagi. Semoga aku dan kalian selalu bisa menjaga diri dan mendapat hidayah dari Allah.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar



Setiap setelah aku posting sesuatu di blog ini, aku mencoba untuk share di story IG. Hanya bertahan beberapa detik, postingan itu kuhapus begitu saja. Ada sisi lain hatiku berkata, mending biar mereka aja yang buka blogku dengan sendirinya. Aku tahu di zaman millennial ini, blog sudah nggak zaman lagi digunakan kecuali mereka yang bertahan untuk menjadi blogger. Padahal zaman aku masih SMP dulu, punya blog itu keren banget. Curhat di blog itu rasanya adalah sebuah pencapaian. Sekarang mah biasa kelihatannya. Meski aku masih menganggap istimewa. Apalagi lingkaranku adalah orang-orang yang kebanyakan tidak tertarik dengan literasi. Mereka paling malas untuk membaca panjang-panjang.

Makanya kadang aku mikir, aku nulis di blog dan instagram panjang gitu paling yang baca cuma segelintir. Dan itu pun kalau ada yang baca. Aku pernah merasa minder sekali ketika setelah mengunggah screenshoot tulisanku di instagram ke whatsapp. Aku tanya ke seorang teman, “Kamu baca statusku di whatsapp nggak?” Dengan percaya dirinya dia menjawab, “Nggak, la tulisan kamu panjang-panjang gitu.” Yaampun, remuk hati adek.

Akhirnya, aku berpikir untuk tidak membagikan link blogku ke siapa-siapa. Kucantumkan di bio instagram. Kalau memang ada yang berkenan membaca ya monggo, kalau tidak ya tidak apa-apa. Aku menulis di sini juga sebagai media untuk aku bercerita dan belajar nulis. Dan dengan cara begini, aku jadi tahu siapa orang yang bener-bener niat ke sini. Eh, ya nggak tahu juga ding. Kan aku nggak bisa memantau siapa yang pernah ke sini.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Pixabay.com
Akhir tahun lalu, aku dan teman-teman relawan ada acara besar serentak senasional yaitu Indonesia Mendongeng. Kala itu aku sebagai koordinator acara. Sie acara bertugas untuk mencarikan siapa pendongeng di acara nantinya. Hasil kesepakatan kami mengundang pendongeng kondang dan membuat sayembara mendongeng. Setelah pamflet sayembara disebar di media sosial, salah satu panitia bagian dokumentasi menghubungiku.

"Mbak Anik, kalau panitia ikut sayembara mendongeng boleh nggak?" 

Dengan mantap aku langsung menjawab, "Boleh, Dek. Tapi tetap ikut seleksi dengan peserta lainnya, ya!" 

Setelah itu dia kuminta untuk mengisi formulir pendaftaran online. Kubaca prestasinya di bidang mendongeng, ternyata dia pernah menjuarai mendongeng tingkat kota. Dua kali seingatku. Suatu ketika aku dan dia mempunyai kesempatan berdua pergi ke suatu tempat untuk belanja perlengkapan acara.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Source: Newteknoes.com

Hai, June! Ini sudah kedua puluh tiga kalinya kita bertemu. Pada bulanmu, di negaraku identik dengan bulan perpisahan. Karena kau tepat ada di akhir semester genap, dimana anak-anak mulai naik kelas, naik jenjang sekolah, memasuki status baru sebagai mahasiswa atau pekerja. 

Ada banyak orang yang suka denganmu, mungkin karena kehadiranmu statusnya akan berganti menjadi lebih tinggi levelnya. Dari berdasi merah menjadi biru lalu abu-abu, bahkan sudah memakai jas almamater. Atau memakai seragam kerja suatu perusahaan. Atau memakai baju apa pun dengan status barunya.

Mungkin juga kamu amat dibenci, karenamu berarti mereka harus menjajaki hidup baru. Lingkungan dan kebiasaan baru yang membuat mereka harus beradaptasi. Meninggalkan orang-orang di lingkaran zona nyamannya dengan terpaksa. Melakukan tugas-tugas baru yang memaksa untuk memeras otak.

Apa pun itu, jika kau sudah hadir, berarti bertambahnya usiaku juga makin dekat. Seharusnya pada dua puluh tiga kali pertemuan kita, aku sudah menghebat. Karena sudah banyak proses yang telah aku lalui bersamamu.

Aku sudah lolos masa-masa perpisahan dan adaptasi dari mulai dasi kupu-kupu sampai jas almamater. Bahkan, di bulanmu ini aku sudah memasuki bulan keempat menyandang status karyawan swasta. 

Bersahabatlah denganku di tahun ini, ya. Semoga langkah yang belum pernah kutempuh bisa kumulai pada bulanmu. Semoga doa yang belum terkabul, bisa terwujud pada salah satu harimu. Semoga luka yang pernah tergores pada waktumu, bisa mengering lalu mengelupas diterbangkan angin. Semoga kebahagiaan yang pernah terukir di momenmu, bisa terulang dengan orang-orang yang lebih berarti. Semoga kesalahan-kesalahan yang pernah kuperbuat di deretan tanggalmu, bisa kuperbaiki. Semoga pencapaian yang belum tergapai, bisa mulai diusahakan mulai dari sekarang. Semoga perpisahan yang pernah terjadi, bisa diobati dengan pertemuan baru.

Semoga aku benar-benar menghebat, ya. Bukan sekadar terlihat hebat. 

Thanks for everything, June. Semoga masih dipertemukan di tahun depan dengan pencapaian yang lebih hebat. Dengan pribadi yang lebih dewasa. Daaaaan, bersama orang yang lebih istimewaaaa. :)

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

About Me

Foto saya
Anik's Blog
Hi, ini tempat pulangnya Anik. Berisi hal-hal random yang rasanya perlu ditulis.
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Follow Us

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Tumblr

Member Of

1minggu1cerita

Categories

  • Blogwalking
  • Calon Ibu
  • FIKSI
  • Flashback
  • Kerelawanan
  • Obrolan Cermin
  • Review Ala-Ala
  • Sudut Pandang Pernikahan

Postingan Populer

  • Rezeki Tak Perlu Dicari
  • Hujan-Hujan di Bulan Juni
  • Inilah 5 Cara Bahagia Jadi Jofis (Jomblo Fi Sabilillah)
  • Menikah itu Bukan Sekadar untuk Memilikinya, tetapi Demi Menambah Kecintaan kepada-Nya
  • (Review) Pertanyaan Tentang Kedatangan

Blog Archive

  • Maret 2024 (1)
  • Februari 2024 (1)
  • Juli 2023 (2)
  • Agustus 2021 (1)
  • Juli 2021 (2)
  • September 2020 (2)
  • Agustus 2020 (4)
  • Juli 2020 (3)
  • Juni 2020 (7)
  • Mei 2020 (17)
  • April 2020 (4)
  • September 2019 (1)
  • Agustus 2019 (3)
  • Juli 2019 (9)
  • Juni 2019 (4)
  • Mei 2019 (3)
  • April 2019 (1)
  • Maret 2019 (7)
  • Februari 2019 (3)
  • Januari 2019 (3)
  • Oktober 2018 (6)
  • Maret 2018 (22)
  • Februari 2018 (14)
  • Agustus 2017 (7)
  • Juli 2017 (11)
  • Juni 2017 (11)
  • Mei 2017 (1)
  • April 2017 (5)
  • Maret 2017 (3)
  • Februari 2017 (4)
  • Januari 2017 (14)
  • Desember 2016 (12)
  • November 2016 (2)

Created with by ThemeXpose