Ibu dan Ketakutanku

by - 16.56


Jauh sebelum kepulanganku ke rumah ada ketakutan yang sering datang dan hilang begitu saja. Tentang perbedaan  cara pandang antara aku dan ibu. Ibu sering bilang, "Nanti setelah lulus mau kerja apa? Dimana? Di kantor saja enak. Gajinya lumayan. Apalagi kalau jadi PNS." Aku diam. Mengaminkan setiap doa-doa baik beliau. Dalam hati aku tersenyum getir membayangkan kehidupan setelah lulus seperti yang diceritakan orang-orang. Aku takut ibu terlalu berekspektasi tinggi terhadap anak bungsunya ini. Dan lebih takutnya lagi, aku tidak bisa seperti apa yang beliau harapkan. Aku takut beliau seperti tetanggaku yang konsep berpikirnya kuliah lama menghabiskan uang percuma jika kerjanya tak mapan.

Lalu waktu kepulanganku ke rumah tiba. Dan tibalah waktunya untuk aku mencari pekerjaan. Bapak memang tipe orang yang santai, katanya biarlah aku bernapas sejenak setelah berpikir panjang 4,5 tahun lamanya. Sedangkan ibu, meski tidak secara gamblang berkata padaku, aku bisa melihat arti raut mukanya. Ibu takut aku menjadi pengangguran, ibu takut aku dicibir orang-orang. "Coba saja melamar di sini, di sana, ke sana, ke mari." Begitu setiap hari. Aku pernah ingin marah karena aku berada di bawah tekanan. Tapi kutahan. Batinku mencoba mencari celah untuk menerima segala sikap ibu. Aku mencoba memahaminya.

Qodarullah, 2 minggu setelah kepulanganku aku diterima bekerja di bimbingan belajar anak-anak yang sudah cukup terkenal. Aku segera bilang ke ibu, "Aku diterima. Besok diminta untuk mulai bekerja." Ada wajah sumringah ibu yang kudapati. "Tapi, Bu. Aku masih baru, belum menjadi pengajar. Gajiku masih sangat sedikit," suaraku memberat, aku takut ibu kecewa. Nyatanya, senyum ibu lebih lebar. "Ndak apa-apa, yang penting dapat pengalamannya dulu." Aku bernapas lega.

Hal yang paling aku takutkan ternyata hanya ketakutan yang menghantui saja. Aku ingin bilang ke ibu, kapan-kapan aku akan bilang seperti ini, "Berapapun uang yang dikeluarkan untuk menguliahkanku, tak akan pernah terbuang percuma sekalipun nanti aku memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga. Karena itu adalah investasi akhirat untuk mendidikku seperti ini dan akan tetap berguna karena kelak aku juga akan mendidik anak-anak penerus bangsa dari rahimku."

Semoga bapak dan ibu bisa memahami.

You May Also Like

0 komentar