Bencana Alam dan Kepekaan Manusia

by - 22.50


Air mata di Lombok belum mengering, getaran gempa dan hempasan tsunami di Palu dan Donggala sudah menggiring. Belum luka terbalut, letusan gunung Soputan sudah menyambut. Ibarat luka yang ditaburi garam, semakin perih. Tapi serumit apa pun keadaan saat ini, Allah tetap Maha Baik penyimpan rencana yang begitu apik. Aku percaya, Allah tidak sedang marah. Allah tetap Maha Penyayang dan Pengasih seluruh umat manusia. Tidak pantas kita manusia biasa ini berprasangka buruk bahwa ini pertanda Allah sedang murka. Bisa jadi, ini adalah bentuk kasih sayang-Nya. Allah ingin kita semakin dekat dan berdoa lebih lama dari biasanya.

Ketika Sulawesi menangis, pun semua anak manusia di negeri ini ikut merintih melihat kabar mereka dari portal berita. Meski hanya melihat mereka terpontang-panting di layar televisi maupun ponsel, tapi rasanya tubuh ini ikut lemas merasakan betapa cemasnya mereka. Duka mereka juga menjadi lara kami. Meski tak pernah bertatap muka, mengetahui namanya pun tidak, tapi mereka tetaplah menjadi bagian kami. Saudara setanah air yang menjadi tanggungan kami.


Bukan hanya tentang bencana, tapi tentang penjarahan, chaos, dan segala kerumitan yang terjadi membuat hati ini semakin sesak. Ditambah lagi ketika telinga mendengar dari seorang kawan yang enggan mengikuti berita bencana karena hanya akan membuatnya bersedih. Dengan ringannya dia tertawa menikmati kesenangannya ketika Sulawesi menangis. Bersikap apatis terhadap segala hal tentang Sulawesi. Aku tak menyalahkan dia tertawa. Peduli bukan berarti kita ikut menangis, kelaparan, dan lainnya. Tapi yang amat kusayangkan ketika banyak orang kurang berempati melihat saudara sendiri sedang didera ujian begitu hebatnya dari Maha Kuasa. Merasa tak punya urusan. Asal perut kenyang, tidur nyenyak, dan hidup nyaman. Tak ada yang perlu dipermasalahkan, mungkin begitu pikirnya. Mereka tak mencoba mencari tahu bagaimana keadaan di sana, apa yang mereka butuhkan, dan apa yang bisa dilakukan untuk meringankan duka mereka.

Berempati itu tak harus menunggu ada sanak saudara kita yang ikut menjadi korban. Siapa pun itu yang tertimpa bencana, mereka berhak menerima uluran tangan, rapalan doa, dan segala bantuan dari kita.

Masih ingatkah bahwa Allah memberi ujian kepada hamba-Nya sesuai dengan kemampuannya? Mungkin sebenarnya Allah meluluhlantakkan Palu-Donggala karena Allah tahu korban-korban di Palu adalah orang-orang hebat dan kuat. Mereka pasti mampu untuk menerima dan melewati ini semua. Hanya saja, mungkin Allah sedang menguji kami yang sedang tidak tertimpa bencana, seberapa besar kepekaan kami kepada sesama manusia?


You May Also Like

1 komentar