Bencana Alam dan Kepekaan Manusia
Air mata di Lombok belum mengering, getaran
gempa dan hempasan tsunami di Palu dan Donggala sudah menggiring. Belum luka
terbalut, letusan gunung Soputan sudah menyambut. Ibarat luka yang ditaburi
garam, semakin perih. Tapi serumit apa pun keadaan saat ini, Allah tetap Maha
Baik penyimpan rencana yang begitu apik. Aku percaya, Allah tidak sedang marah.
Allah tetap Maha Penyayang dan Pengasih seluruh umat manusia. Tidak pantas kita
manusia biasa ini berprasangka buruk bahwa ini pertanda Allah sedang murka. Bisa
jadi, ini adalah bentuk kasih sayang-Nya. Allah ingin kita semakin dekat dan
berdoa lebih lama dari biasanya.
Ketika Sulawesi menangis, pun semua anak
manusia di negeri ini ikut merintih melihat kabar mereka dari portal berita. Meski
hanya melihat mereka terpontang-panting di layar televisi maupun ponsel, tapi
rasanya tubuh ini ikut lemas merasakan betapa cemasnya mereka. Duka mereka juga
menjadi lara kami. Meski tak pernah bertatap muka, mengetahui namanya pun
tidak, tapi mereka tetaplah menjadi bagian kami. Saudara setanah air yang
menjadi tanggungan kami.
Bukan hanya tentang bencana, tapi tentang
penjarahan, chaos, dan segala kerumitan yang terjadi membuat hati ini semakin
sesak. Ditambah lagi ketika telinga mendengar dari seorang kawan yang enggan
mengikuti berita bencana karena hanya akan membuatnya bersedih. Dengan
ringannya dia tertawa menikmati kesenangannya ketika Sulawesi menangis.
Bersikap apatis terhadap segala hal tentang Sulawesi. Aku tak menyalahkan dia
tertawa. Peduli bukan berarti kita ikut menangis, kelaparan, dan lainnya. Tapi yang
amat kusayangkan ketika banyak orang kurang berempati melihat saudara sendiri
sedang didera ujian begitu hebatnya dari Maha Kuasa. Merasa tak punya urusan.
Asal perut kenyang, tidur nyenyak, dan hidup nyaman. Tak ada yang perlu
dipermasalahkan, mungkin begitu pikirnya. Mereka tak mencoba mencari tahu
bagaimana keadaan di sana, apa yang mereka butuhkan, dan apa yang bisa
dilakukan untuk meringankan duka mereka.
Berempati itu tak harus menunggu ada
sanak saudara kita yang ikut menjadi korban. Siapa pun itu yang tertimpa
bencana, mereka berhak menerima uluran tangan, rapalan doa, dan segala bantuan
dari kita.
Masih ingatkah bahwa Allah memberi ujian
kepada hamba-Nya sesuai dengan kemampuannya? Mungkin sebenarnya Allah
meluluhlantakkan Palu-Donggala karena Allah tahu korban-korban di Palu adalah orang-orang
hebat dan kuat. Mereka pasti mampu untuk menerima dan melewati ini semua. Hanya
saja, mungkin Allah sedang menguji kami yang sedang tidak tertimpa bencana,
seberapa besar kepekaan kami kepada sesama manusia?
1 komentar
Makasih sharingnya, jadi merasa disentil dengan postingan ini :'(
BalasHapus