Tulisan Untuk Anak-Anak(ku)
Aku adalah wanita yang saat ini masih
berstatus mahasiswa, dan kelak akan kau panggil ibu, bunda, atau panggilan
sayang lainnya.
Saat aku menulis ini, kau belum ada di
dunia ini, Nak. Jangankan untuk melihat keberadaanmu, menemukan sesosok lelaki
yang akan kau panggil Ayah saja juga belum. Akhir-akhir ini aku sering
terpikirkan olehmu—sosok yang belum bisa kubayangkan wajahnya seperti apa.
Sering kulihat sosok mungil, putih, dan
tertawa lucu memperlihatkan gigi susunya atau berlarian mengambil bola di
halaman rumah, aku selalu membayangkan sosokmu nanti juga seperti itu. Lucu dan
menggemaskan di pangkuanku.
Nak, akhir-akhir ini aku merasa cemas
dengan masa depanmu kelak. Mungkin aku terlalu berlebihan, bertemu Ayahmu saja
belum, tapi sudah mencemaskanmu. Entah, naluri keibuan muncul dengan sendirinya
setiap bertambahnya detik mengiringi usiaku. Tapi kurasa, tidak ada kata
berlebihan untuk masa depan anak.
Aku selalu percaya tentang pertemuan
aku dan ayahmu telah tergores di kitab takdir-Nya. Aku tak mengkhawatirkan itu,
karena nanti jika daun takdir itu gugur, maka dia akan datang dengan tuntunan-Nya.
Sedangkan masa depanmu itu adalah
tanggung jawabku. Aku adalah sekolah pertamamu. Dan itu harus kupersiapkan
dengan matang.
Aku cemas melihat anak kecil zaman
sekarang sudah bertingkah seperti orang dewasa. Sudah berani memamerkan
kemesraannya di media sosial. Anak SD yang dulu menangis karena benang layang-layangnya putus,
sekarang menangis karena benang cintanya kusut.
Aku cemas melihat anak kecil yang dulu
menjilati permen kaki, sekarang lebih suka menghisap asap rokok. Dulu bermain
kuda-kudaan dari pelepah pisang, sekarang lebih asyik bermain kebut-kebutan
motor. Dulu suka bermain kelereng, sekarang suka main game online sampai
matanya jereng.
Miris sekali saat membaca curhatan para
ibu-ibu tentang pergaulan anaknya yang bebas. Ditambah lagi, sekarang banyak
beredar konten-konten dewasa yang bisa meracuni pikiran.
Aku percaya, anak-anakku tidak ada yang
termasuk dari golongan itu. Anak ibu adalah anak yang pintar, menggemaskan, dan
membanggakan. Kalian akan menjadi mujahid tangguh yang mengabdikan diri sebagai
tentara langit. Selalu berjuang di jalan kebenaran.
Anakku, bila kau menemukan tulisan ini
saat berumur belasan tahun, kau akan mengerti kenapa aku begitu mencemaskan
pergaulanmu. Karena dunia ini semakin tua, dan pergaulan pada masamu akan lebih
bebas lagi.
Sebelum Tuhan mengamanahkanmu kepadaku,
sudah sering aku merapalkan doa agar aku dijadikan sebagai orang tua yang bisa
mendidik dan menuntunmu di jalan-Nya. Membekali diri agar kelak aku bisa
mempertanggungjawabkanmu di hadapan Tuhan.
Kau tahu, Nak? Aku mulai belajar
bagaimana cara memasak dan menyajikan makanan. Aku ingin gizimu tercukupi. Dan
kelak saat kau sudah tumbuh dewasa dan pergi untuk merantau, aku ingin
masakanku membuatmu rindu dengan rumah.
Aku sibuk membaca tentang dunia anak
agar nanti mampu memahami tumbuh-kembangmu. Aku sering memperhatikan para ibu
lain mendidik anaknya, agar kelak aku bisa memberikan didikan terbaik untukmu.
Kadang, aku tersenyum sendiri
membayangkan kau dengan lincah bermain tanah sambil hujan-hujanan di halaman
rumah. Merengek di pelukanku meminta untuk dibacakan dongeng, atau bahkan
menggelayut manja memintaku menemani berjalan-jalan di taman kota. Kelak aku
akan senang mengantarmu sekolah dengan ransel mungil digendonganmu. Dan mendapatimu
tertawa sambil memamerkan gigi kecil yang belepotan coklat. Dan nanti, semua
cerita itu akan aku abadikan menjadi sebuah tulisan yang akan kau kenang saat
telah menjadi dewasa.
Anakku, masa remajamu, gunakanlah dengan sebaiknya
untuk menuntut ilmu. Merantaulah. Lakukan penjelajahan ke tempat-tempat baru
supaya kau merasakan manisnya sebuah perjalanan dan mendapat banyak pelajaran. Aku
berpesan, berhati-hatilah dalam memilih teman dan lingkungan pergaulan.
Teguhlah dengan pendirianmu dan selalu ingat Tuhan.
Bagaimana pun menuanya dirimu, tetaplah menjadi
manusia yang mulia. Kau akan tetap menjadi anakku yang menggemaskan dan
membanggakan. Dan aku akan bahagia jika nanti tiba masanya telah dipilih Tuhan
untuk menjadi ibumu.
Semoga kelak kita tidak hanya
dipertemukan dengan lelaki yang hanya pandai mencintai, tapi juga mampu
mengimami.
2 komentar
Aih, cerdas sekali menyiapkan sebuah manuskrip pesan untuk orang-orang (baca: anak-anak) di masa yang akan datang. Sebuah ide cemerlang yang disajikan dengan baik dan matang. Saya tunggu ide cemerlang selanjutnya
BalasHapusWaah, terima kasih uncle atas apresiasinya dan sudah mampir :)
Hapus