Dilema Berbuka Puasa

by - 10.58


Sebelum bulan Ramadan bertamu, jauh-jauh hari sudah banyak teman yang mengajak acara buka bersama. Sudah menjadi kebiasaan di masyarakat, bulan Ramadan menjadi momen temu rindu di saat adzan Maghrib berkumandang syahdu.

Tahun-tahun sebelumnya aku memang sangat antusias mengikuti momen-momen seperti itu. Karena agenda saat Ramadhan inilah momen yang bisa dijadikan alasan untuk berkumpul dan itu terjadi setahun sekali.

Baru tahun ini aku merasa malas sekali menanggapi puluhan chat di grup organisasi kampus, kelas kuliah, bahkan teman SMA yang merundingkan masalah buka bersama. Bukan bermaksud menjauhi, sebenarnya juga ingin berkumpul bersama mereka, tapi di satu sisi aku punya alasan kenapa lebih memilih buka sendiri di kosan. Lebih tepatnya buka bersama teman-teman di kosan.

Ada banyak agenda buka bersama, itu berarti akan ada banyak waktu yang terbuang untuk mengikuti salat Maghrib tepat waktu dan salat tarawih.  Kebanyakan orang lebih mengutamakan menu berbuka dibandingkan salat sebagai kewajibannya.


Sekitar lima hari lalu aku bingung menentukan pilihan. Awalnya, teman-teman kos sudah ramai membicarakan buber (buka bersama). Aku tidak punya alasan untuk menolak, karena saat itu aku memang lagi kosong di kos. Setelah mikir panjang, okelah aku ikut. Aku menanggapi pesan grup kosan dengan menanyakan perihal tempatnya. “Tempat berbukanya ada mushollanya nggak?” Daan, sama sekali tidak ada yang merespon pertanyaanku. Mereka sibuk membicarakan harga dan view di sana.

Kesal sekali. Pernah kejadian di tahun lalu saat buka bersama, tempat makan tidak ada mushollanya dan jauh dari masjid umum. Alhasil, salat Maghrib nyaris mendekati waktu isya’ karena teman-teman bilang nanti saja cari masjidnya. Mau pergi sendiri, tapi aku tidak bisa nyetir motor. Hikss T.T

Tapi di grup yang lain, ini grup organisasi islami luar kampus. Saat mereka heboh membicarakan buka bersama, aku sama sekali tidak merespon apa pun, hanya mengikuti obrolan yang terus mengalir. Ada teman yang bilang, “Kita buka bersamanya di rumah si X aja ya. Biar salat Maghribnya nggak keteteran. Kita juga salat tarawih di rumah X sekalian.” Lama sekali aku baca pesan teman itu berulang-ulang. 

Ada perasaan menyesal. Ah, kenapa undangan buka bersama organisasi ini datang terlambat. Aku sudah mengiyakan buber anak kosan. Di tempat buber teman kosan memang ada musholanya, tapi saat adzan Isya’ kami baru perjalanan pulang.

Sebenarnya buka bersama itu bukan seberapa mahal menu berbuka, seberapa bagus tempatnya agar foto yang kita abadikan lebih berwarna, dan seberapa lama kita mengobrol. Tapi bagaimana kita membatalkan puasa dengan menu sederhana asalkan kewajiban salat tak terlupa.


Allah memang baik. Dari sekian banyak acara buka bersama, hanya satu yang terlaksana, dan sisanya gagal karena bulan Ramadhan bertepatan dengan sibuk musim ujian. Dan aku bersyukur akan itu. 

You May Also Like

4 komentar

  1. Semoga puasanya lancar ya, mbak. Kalau acara buka bersama membuat ibadah kita tersendat, kok rasanya 'eman' ya :)

    BalasHapus