Aku duduk termangu ketika
dijerat insomnia karena sibuk menghadirkan bayang wajahnya. Kulihat dari bening
kaca jendela, malam ini langit begitu terang dihiasi berpuluh-puluh formasi
bintang. Ditemani sang rembulan yang malu-malu sedikit tertutup awan, tetapi
tetap cantik dan anggun.
Ada bagian potongan hatiku terasa
nyeri. Kutahan sakitnya, semakin menyesakkan. Mungkin karena rindu inginkan
temu, tetapi bagaimana lagi, jarak dan waktu belum juga berdamai dengan kita.
Raga kita terpisah jauh dan tak tersentuh.
Setiap gerakan jarum jam menjalankan
tugasnya, rindu itu mengetuk berkali-kali relung hatiku. Aku tak ingin dia masuk,
dan membuat hatiku semakin tak keruan sesaknya. Tetapi apa daya, rindu selalu berhasil
masuk melalui celah-celah hatiku.
Aku membenci rindu. Karena selalu
patuh singgah dalam hatiku. Jika sudah menyeruak masuk, dia enggan untuk pergi
atau mencari tempat lain. Dia selalu terlihat nyaman mengisi kekosongan hatiku.