Tawaran

by - 21.04


“Ini sudah yang ketiga kalinya, ya?” Aku tahu kemana arah pembicaraan ibuk. Mulutku berat untuk menanggapi meski sekadar mengiyakan. Aku juga tidak tahu harus bersikap seperti apa.

Dua bulan ini sudah ada tiga tawaran yang aku tolak dengan hanya sehari dua hari pertimbangan.
“Nggak pengen tahu orangnya dulu atau istikhoroh?” Aku menjawab pertanyaan beliau dengan menggeleng.

Aku ingat almarhum Mbak Nufit (teman relawan yang pernah kuceritakan di tulisan Ramadhan Mencuri ingatanku). Beberapa hari sebelum pernikahannya, aku menemui dia. Kubilang, “Mbak, ada pesan nggak untuk kita-kita yang masih dalam penantian ini?”

Dia bilang, “Nanti jika ada laki-laki yang agamanya baik datang, pertimbangkan dulu, jangan langsung ditolak.” Dia melanjutkan, “Menikah itu bukan untuk memiliki seseorang yang kita inginkan.”

Aku masih ingat pesannya dengan baik, tapi dalam diriku sendiri tidak ada keyakinan sama sekali pada ketiga orang itu meski hanya untuk mengenalnya. Sekalipun sudah mapan dengan hartanya, aku bisa duduk manis menikmati di rumah, nggak bikin aku buka pintu begitu saja. Karena bukan itu tujuanku.

“Sebenarnya yang kamu pengen itu seperti apa?” tanya ibu suatu ketika. Mungkin beliau heran dengan anaknya ini yang mungkin terkesan pemilih di mata beliau. Ini itu nggak mau. Ada laki-laki yang kata orang agamanya insyaallah baik, tapi juga kuabaikan. Sampai aku pernah takut kalau Allah murka aku menolak laki-laki ini hanya karena alasan manusia “Nggak sreg”.

Terus yang bikin sreg yang gimana, aku diam. Rumit untuk dijelaskan.

Bapak dan ibuk memang bukan orang yang memburu-buruku untuk menikah. Ini sebagai ikhtiar beliau untuk anak perempuanya, bukan karena beliau ingin aku segera menikah. Setiap aku menolak orang yang datang, beliau legowo. Tidak pernah memaksa atau lainnya. Aku bilang enggak, beliau sudah diam ndak akan memberikan pembenaran lainnya. Tapi beliau nggak tahu sebenarnya yang aku inginkan seperti apa. Aku pernah bilang mau yang agama dan akhlaknya baik saja sudah cukup. Tapi pas ada yang udah datang itu, juga ndak kuiyakan. La trus mau yang gimana wkwkwk

Maaf ya pak, buk. :(

Tulisanku dari tadi muter-muter mulu ya, karena di otakku juga sedang banyak yang berputar. Aku tuh merasa gimana gitu melihat bapak ngobrol sama orang yang bersangkutan dengan beratnya harus menolak. Aku kayak ngerasa nggak tega. Aku nggak tahu, apakah bapak malu atau sungkan harus menolak orangnya. Sedangkan aku sembunyi di balik punggung bapakku. Aku memasuki usia dimana menolak laki-laki nggak semudah nolak ditembak orang yang bisa enteng kubilangi dia cuma kuanggep temen. hahaa

Didekati lawan jenis di usia remaja memang menyenangkan. Tapi sekarang malah ngerasa, buat apa sih gitu-gituan. Didekati orang malah ngerasa was-was sendiri. 

Tapi ya gimana, aku emang nggak sreg. Nggak ada yang bisa dipaksa. Kan katanya kalau sudah ketemu jodoh tuh bakal ada kecondongan hati dan keyakinan sendiri. Ibuk sebagai perempuan juga sudah merasakan bagaimana dulu menolak banyak laki-laki, lalu pilihannya jatuh pada bapak yang sederhana dan tidak menjanjikan masa depan yang baik-baik saja. Kok ibuk dulu mau, ibuk seringnya cuma jawab, ya nggak tahu. Tiba-tiba yakin gitu aja, katanya. Rencana Allah memang seringnya melebihi logika manusia.

Aku pernah cerita ke seorang teman panggil aja dia Brown, kalau aku punya keyakinan bakal ada seseorang yang ke rumah. Entah siapa aku juga nggak tahu. Orang yang mengenali Anik dari hatinya sendiri, bukan dari apa kata orang. Orang yang bisa melihat something dalam diri Anik, yang orang-orang nggak pernah tahu. Kan setiap orang pasti punya something specialnya sendiri ya. Cuma dengan hati kita bisa melihat hal itu di diri orang lain.

Lalu aku bilang lagi ke dia, apa salah kalau sebagai perempuan aku hanya menunggu di rumah?
Si Brown ini jawab, nggak salah juga kok. Memperbaiki diri juga upaya untuk mendapatkan jodoh. Kamu kelihatan yakin banget dengan hal itu ya?

Kujawab, iya, aku juga nggak tahu itu keyakinan darimana.

Lalu aku bilang ke si Brown ini, kurasa sebenarnya dapat jodoh nggak perlu dicari-cari juga, ya. Aku pernah dengar berjalan saja apa yang semesta minta, nanti akan dipertemukan sendirinya dengan takdirmu. Harusnya aku fokus saja melakukan banyak hal sekarang, kalau sudah waktunya pasti akan datang sendiri.

Lalu si Brown jawab, nah itu kamu sudah tahu jawabannya. Wkwkwk

Yaudah malam ini cuma mau cerita itu aja untuk 1 Minggu 1 Cerita, beberapa hari nggak nulis kaku banget :(



You May Also Like

2 komentar

  1. Tugas seorang bapak adalah melindungi anaknya. Juga ia adalah negosiator bagi keluarganya.

    Saya cukup yakin, tidak ada rasa malu bapakmu saat harus menolak laki-laki yang datang. Ia sadar kok itu memang tugasnya. Jika anak yang disayangnya belum merasa menemukan orang yang cocok, dia tidak akan malu menolak 1000 laki-laki.

    Karena memang itulah tugas seorang ayah/bapak.

    Jangan menikah hanya karena teman sudah menikah, jangan menikah hanya karena orang lain bilang supaya menikah

    Menikahlah ketika kamu memang sudah merasa butuh kawan dan teman sejalan untuk menjalani sisa hidup

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaa mungkin begitu juga kali ya yang ada di pikiran bapakku. :D

      "Menikahlah ketika kamu memang sudah merasa butuh kawan dan teman sejalan untuk menjalani sisa hidup"

      Nasihat yg baguss. Terima kasih :)

      Hapus