Tawaran
“Ini sudah yang ketiga kalinya, ya?” Aku tahu kemana
arah pembicaraan ibuk. Mulutku berat untuk menanggapi meski sekadar mengiyakan.
Aku juga tidak tahu harus bersikap seperti apa.
Dua bulan ini sudah ada tiga tawaran yang aku tolak
dengan hanya sehari dua hari pertimbangan.
“Nggak pengen tahu orangnya dulu atau istikhoroh?” Aku
menjawab pertanyaan beliau dengan menggeleng.
Aku ingat almarhum Mbak Nufit (teman relawan yang
pernah kuceritakan di tulisan Ramadhan Mencuri ingatanku). Beberapa hari
sebelum pernikahannya, aku menemui dia. Kubilang, “Mbak, ada pesan nggak untuk
kita-kita yang masih dalam penantian ini?”
Dia bilang, “Nanti
jika ada laki-laki yang agamanya baik datang, pertimbangkan dulu, jangan
langsung ditolak.” Dia melanjutkan, “Menikah
itu bukan untuk memiliki seseorang yang kita inginkan.”
Aku masih ingat pesannya dengan baik, tapi dalam
diriku sendiri tidak ada keyakinan sama sekali pada ketiga orang itu meski hanya
untuk mengenalnya. Sekalipun sudah mapan dengan hartanya, aku bisa duduk manis
menikmati di rumah, nggak bikin aku buka pintu begitu saja. Karena bukan itu
tujuanku.
“Sebenarnya yang kamu pengen itu seperti apa?” tanya ibu
suatu ketika. Mungkin beliau heran dengan anaknya ini yang mungkin terkesan
pemilih di mata beliau. Ini itu nggak mau. Ada laki-laki yang kata orang
agamanya insyaallah baik, tapi juga kuabaikan. Sampai aku pernah takut kalau
Allah murka aku menolak laki-laki ini hanya karena alasan manusia “Nggak sreg”.
Terus yang bikin sreg yang gimana, aku diam. Rumit untuk
dijelaskan.
Bapak dan ibuk memang bukan orang yang memburu-buruku
untuk menikah. Ini sebagai ikhtiar beliau untuk anak perempuanya, bukan karena
beliau ingin aku segera menikah. Setiap aku menolak orang yang datang, beliau
legowo. Tidak pernah memaksa atau lainnya. Aku bilang enggak, beliau sudah diam
ndak akan memberikan pembenaran lainnya. Tapi beliau nggak tahu sebenarnya yang
aku inginkan seperti apa. Aku pernah bilang mau yang agama dan akhlaknya baik
saja sudah cukup. Tapi pas ada yang udah datang itu, juga ndak kuiyakan. La trus
mau yang gimana wkwkwk
Maaf ya pak, buk. :(
Tulisanku dari tadi muter-muter mulu ya, karena di
otakku juga sedang banyak yang berputar. Aku tuh merasa gimana gitu melihat
bapak ngobrol sama orang yang bersangkutan dengan beratnya harus menolak. Aku kayak
ngerasa nggak tega. Aku nggak tahu, apakah bapak malu atau sungkan harus
menolak orangnya. Sedangkan aku sembunyi di balik punggung bapakku. Aku memasuki usia dimana menolak laki-laki nggak semudah nolak ditembak orang yang bisa enteng kubilangi dia cuma kuanggep temen. hahaa
Didekati lawan jenis di usia remaja memang menyenangkan. Tapi sekarang malah ngerasa, buat apa sih gitu-gituan. Didekati orang malah ngerasa was-was sendiri.
Tapi ya gimana, aku emang nggak sreg. Nggak ada yang
bisa dipaksa. Kan katanya kalau sudah ketemu jodoh tuh bakal ada kecondongan
hati dan keyakinan sendiri. Ibuk sebagai perempuan juga sudah merasakan
bagaimana dulu menolak banyak laki-laki, lalu pilihannya jatuh pada bapak yang
sederhana dan tidak menjanjikan masa depan yang baik-baik saja. Kok ibuk dulu
mau, ibuk seringnya cuma jawab, ya nggak tahu. Tiba-tiba yakin gitu aja,
katanya. Rencana Allah memang seringnya melebihi logika manusia.
Aku pernah cerita ke seorang teman panggil aja dia
Brown, kalau aku punya keyakinan bakal ada seseorang yang ke rumah. Entah siapa
aku juga nggak tahu. Orang yang mengenali Anik dari hatinya sendiri, bukan dari
apa kata orang. Orang yang bisa melihat something dalam diri Anik, yang
orang-orang nggak pernah tahu. Kan setiap orang pasti punya something
specialnya sendiri ya. Cuma dengan hati kita bisa melihat hal itu di diri orang
lain.
Lalu aku bilang lagi ke dia, apa salah kalau sebagai
perempuan aku hanya menunggu di rumah?
Si Brown ini jawab, nggak salah juga kok. Memperbaiki
diri juga upaya untuk mendapatkan jodoh. Kamu kelihatan yakin banget dengan hal
itu ya?
Kujawab, iya, aku juga nggak tahu itu keyakinan
darimana.
Lalu aku bilang ke si Brown ini, kurasa sebenarnya
dapat jodoh nggak perlu dicari-cari juga, ya. Aku pernah dengar berjalan saja
apa yang semesta minta, nanti akan dipertemukan sendirinya dengan takdirmu. Harusnya
aku fokus saja melakukan banyak hal sekarang, kalau sudah waktunya pasti akan
datang sendiri.
Lalu si Brown jawab, nah itu kamu sudah tahu
jawabannya. Wkwkwk
Yaudah malam ini cuma mau cerita itu aja untuk 1
Minggu 1 Cerita, beberapa hari nggak nulis kaku banget :(
2 komentar
Tugas seorang bapak adalah melindungi anaknya. Juga ia adalah negosiator bagi keluarganya.
BalasHapusSaya cukup yakin, tidak ada rasa malu bapakmu saat harus menolak laki-laki yang datang. Ia sadar kok itu memang tugasnya. Jika anak yang disayangnya belum merasa menemukan orang yang cocok, dia tidak akan malu menolak 1000 laki-laki.
Karena memang itulah tugas seorang ayah/bapak.
Jangan menikah hanya karena teman sudah menikah, jangan menikah hanya karena orang lain bilang supaya menikah
Menikahlah ketika kamu memang sudah merasa butuh kawan dan teman sejalan untuk menjalani sisa hidup
Yaa mungkin begitu juga kali ya yang ada di pikiran bapakku. :D
Hapus"Menikahlah ketika kamu memang sudah merasa butuh kawan dan teman sejalan untuk menjalani sisa hidup"
Nasihat yg baguss. Terima kasih :)