Yang Terpenting Adalah Berani
@Anikcahyanik |
Sebelum
berangkat tidur, aku sengaja menyempatkan waktu untuk bercerita tentang pagi
yang kulewati hari ini. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi penyemangat. Awalnya
begini, beberapa minggu ini aku sibuk mengerjakan proposal skripsi. Alhamdulillah
sudah selesai hari Sabtu dan hari Senin ini aku menjadwalkan diri untuk
bimbingan. Tapi sehari sebelum bimbingan, dalam bayanganku sudah ada wajah
dosen yang menyeramkan. Ekspresi dosen yang bikin mahasiswanya gigit jari. Sampai
tadi malam aku tidak bisa tidur. Dan tibalah pagi tadi, bukannya aku
bersemangat untuk bergegas ke kampus, nyatanya aku sengaja mengulur waktu untuk
menunda bimbingan.
Sayangnya,
kemarin aku sudah bilang ke teman kos kalau mau nebeng ke kampus. Nggak enak
juga kalau misalnya aku membatalkan dan pasti dia menginterogasi kenapa aku
tidak jadi berangkat. FYI aja, teman kosku ini orangnya rajin-rajin banget. Setiap
hari aku ditanya sampai mana proposalku, kapan bimbingan, bla bla bla. Itulah
cara mereka menyemangati diri ini yang menjadi satu-satunya penghuni kos yang
belum melaksanakan seminar proposal.
Dan dengan
terpaksa, aku tetap berangkat. Meski dalam perjalanan aku sibuk menata hati
jika nanti dosen pembimbingku mengataiku yang tidak-tidak karena proposalku
tidak sesuai dengan harapannya. Aku pasrah. Yang penting berangkat, pikirku.
Sesampainya
di sana aku bertemu dengan teman magang koperasi dulu. Dia seorang perempuan
pendiam, tidak terlalu menonjol, dan pasif. Dia terlihat biasa di mata teman
yang lainnya, jujur termasuk dalam penilaianku juga. Tapi betapa aku kaget
sekali, kaget sangat melihat lembar bimbingannya ternyata dia sudah acc seminar
proposal dan sekarang sedang persiapan jadwal serta berkas-berkasnya.
Aku enggak
nyangka orang yang biasa saja di mata orang lain ternyata sekarang berada jauh
di depan teman lain yang terlihat lebih pintar dan aktif, kecuali aku yang
dasarnya emang mahasiswa biasa banget. Huhu. Nggak pintar, juga nggak aktif. :(
Aku lihat
lembar bimbingannya, ternyata dia dibimbing oleh dosen yang terkenal sulit
dalam bimbingan karena beliau terlalu perfeksionis dan killer.
Aku iseng
nanya ke dia, “Kamu pas bimbingan nggak dimarahin sama Pak X?”
Dengan sedikit
memasang muka sebal dia menjawab, “Dimaki-maki saja pernah, kok. Katanya aku
nggak paham lah, bla bla bla….”
“Kok
kamu kuat aja sih bimbingan sama beliau?” tanyaku kepo.
“Ya mau
ngadep kapan pun, mahasiswanya beliau tetap akan dimarahi. Mahasiswa tuh ya
sekali pun bener, tetep aja dicari salahnya sama dosen.”
Aku
mengangguk-angguk mendengar ceritanya. “Yang penting mah berani aja,” jawab
temanku yang katanya sudah revisi lebih dari 6x ini. Dia juga mengaku hampir
setiap hari bimbingan. Kuat banget ni cewek, batinku.
“Aku
kalau mau bimbingan kadang takut ketemu dosen. Kadang males juga sih,” jawabku
sambil nyengir.
“Males kalau
diturutin sampai nanti ya tetep males, Nik,” jawabnya.
Obrolan
singkat itu serasa menamparku. Ternyata, hasil usaha itu nggak butuh seberapa
pintar diri ini, tapi seberapa kamu rajin dan berani melakukan suatu hal. Dan semenjak
ketemu dia tadi pagi, ada suntikan semangat yang membuat aku memberanikan diri
untuk maju bimbingan.
Aku pernah
diberitahu oleh seseorang begini, “Sekeras-kerasnya hati dosen, tetap Allah
yang memiliki-Nya. Kalau mau mengambil hati dosen, dekati dulu pemilik hatinya.
Insya Allah dengan seizin-Nya, hatinya bisa lunak, tidak peduli sekeras apa pun
itu.”
Terima
kasih untuk teman tadi yang terlihat biasa tapi nyatanya dia lebih luar biasa
dari apa yang orang lain kira. Kalau saja Allah tidak melangkahkan kakiku ke
kampus hari ini, mungkin aku nggak akan menemukan ilmu keren ini dari temanku. Ternyata
ini ya rencana Allah menyuruhku bimbingan. Padahal aku udah males banget. Pukul
setengah sembilan baru mandi. Tapi entah kenapa, aku merasa harus ke kampus
hari ini.
Saat pertama
kali datang, aku sudah bilang gini ke temanku, “Aku pengen berkasku disuruh
pembimbingku ditaruh di meja aja. Biar
orangnya besok tinggal ngasih tahu revisinya. Kalau orangnya baca proposal di
depanku, takutnya nanti orangnya tambah marah.” Ternyata benar. Hari ini
pembimbingku menyuruhku menaruh proposalku di mejanya karena beliau ada urusan.
Memang,
hari ini aku belum berhasil bimbingan, tapi ternyata Allah hari ini sedang
membimbingku untuk tetap semangat bimbingan. :)
0 komentar