Rezeki yang Dititipkan Untuk Alif
Source: Google |
Ketika itu aku melihat postingan status whatsapp seorang teman yang berdomisili di Kota Maros, sebelah kota besar Makassar. Ada hal berbeda pada apa yang diunggahnya. Baru kali itu dia mengunggah video seorang anak yang mengidap penyakit hedrosefalus sehingga menyebabkan kepalanya membesar melebihi badannya karena terlalu banyak cairan. Alif, nama balita yang masih berusia 6 bulanan pada tahun 2016 lalu. Pada status whatsapp tersebut juga dibubuhi keterangan pembukaan donasi karena Alif lahir dari keluarga yang kurang mampu untuk menjalani operasi penyedotan cairan di kepalanya.
Hati siapa yang tidak tergerak untuk menanyakan
keadaannya. Aku mengirimkan pertanyaan pada status itu. Apa hubungan dia dengan Alif dan apa yang terjadi sampai bayi mungil itu
harus dirawat oleh keluarga temanku. Ternyata Alif masih terhitung saudaranya
dan ibu Alif memiliki beberapa anak yang masih terhitung belia untuk diurus.
Sehingga untuk sementara Alif dititipkan di keluarga temanku.
Sejauh yang kuingat ketika itu bertepatan dengan awal
bulan, dimana waktu yang dinantikan mahasiswa perantauan untuk mempertebal
kantongnya. Seperti biasa transferan uang bulanan sudah masuk ke rekening. Uang
yang terbilang cukup untuk sebulan ke depan jika tidak kuhambur-hamburkan.
Kupikir-pikir, selama ini uang bulanan selalu habis hanya untuk memuaskan perut
dan mataku. Beruntungnya aku tidak kuliah di jurusan yang terlalu banyak
praktikum atau apapun itu yang bisa mengurangi uang jajan. Aku bisa tidur nyenyak
makan cukup bahkan sampai kekenyangan di kosan. Masih bisa ke sana sini beli
barang hanya untuk menyenangkan mata. Namun di seberang sana, ada anak yang
lebih berhak untuk kubantu demi keberlangsungan hidupnya.
Untuk kali pertamanya keegoisanku runtuh, entah
malaikat apa yang berhasil memenangkan perlombaan dengan setan untuk membisiki.
Aku meminta nomor rekening temanku dan transfer uang segera. Aku percaya
temanku ini amanah, karena mengenalnya cukup lama dan baik. Jumlahnya tidak
cukup banyak untuk bisa meringankan beban Alif, tetapi nominalnya terbilang
nekat untuk sekelas anak perantauan yang belum mampu mengisi kantongnya
sendiri. Pikirku, Alif sangat membutuhkan uang itu daripada aku. Hari-hari
sebulan ke depan aku jalani dengan berhemat, karena bagaimana pun juga pasti
ada kebutuhan mendadak untuk tugas kuliah. Hal yang membuatku heran adalah
nominal uangku berkurang, akan tetapi tidak ada perasaan kurang pada diriku.
Rasanya cukup dan ada rasa senang tersendiri entah karena apa.
Tahun 2016 kala itu masa dimana aku sedang
aktif-aktifnya di komunitas menulis online dan mengikuti event menulis di
beberapa website. Sampai aku banyak mengoleksi buku, merchandise, dan hadiah
bentuk lain dari event menulis. Bulan itu ada lomba surat terbuka yang diadakan
oleh platform semacam blog bernama inspirasi.co yang didirikan oleh Fadh
Pahdepie. Aku termasuk orang yang aktif menulis di sana. Ada tulisan yang
menganggur di laptop. Pada saat itu aku masih bingung tulisan itu akan
dilanjutkan seperti apa dan akan diposting dimana. Tulisan yang berisi
keresahan mahasiswa keguruan terhadap pergaulan anak-anak zaman sekarang yang
terlampau cepat dewasa dibanding usianya. Adanya lomba tersebut kuotak-atik
tulisannya menjadi semacam surat dari aku untuk para orangtua. Selesai kukirim tidak
terlalu berharap untuk menang. Aku amat menyadari penulis-penulis di sana mayoritas
orang yang sudah berpengalaman seperti halnya temanku seorang jurnalis di media
online Malaysia. Dia beberapa kali memenangkan lomba menulis di negara perantauannya
dan pernah mendapatkan penghargaan. Tentu kemampuannya sudah tidak diragukan
lagi. Tanpa berpikir panjang kukirim dua surat sekaligus untuk menghabiskan
jatah gagal.
Temanku yang juga ikut lomba ini mengabari bahwa tulisannya dimuat. Aku tidak terlalu kaget, karena tulisannya sudah terbiasa meramaikan media massa. Beberapa hari kemudian aku dikagetkan e-mail masuk
dari redaksi inspirasi.co yang menginformasikan tulisanku dimuat dan mendapat
hadiah uang yang nominalnya lumayan. Lebih mengejutkan lagi dua tulisanku
dimuat. Dari banyaknya orang yang ikut hanya diambil lima surat yang terpilih. Tidak
kusangka aku menjadi salah satunya. Lama kupandangi e-mail yang dikirim redaksi.
Semacam ada perasaan tidak percaya pada diriku. Aku menyadari tulisanku dimuat bukan hanya karena kemampuanku, tapi atas campur tangan izin-Nya.
Kuingat rentetan kejadian bulan ini, bagaimana aku
tahu tentang Alif, aku yang tiba-tiba memberikan uang begitu saja seperti
terhipnotis, lalu sekarang aku mendapat ganti yang nominalnya jauh lebih
banyak. Pikirku, Allah sedang menitipkan rezeki Alif melalui aku. Bayi yang
sedang berjuang untuk hari-harinya itu lebih membutuhkan daripada aku.
Akhirnya, aku memutuskan sebagian hadiah uang yang sudah ditransfer redaksi kukirim untuk Alif. Temanku juga rutin mengabarkan tentang kondisi Alif dan
kelanjutan operasi yang masih harus berlanjut beberapa kali.
Aku merasa ketika kita berbagi kepada orang lain,
tidak ada apapun yang hilang dari diri kita. Seperti janji-Nya, Allah akan
membalas berkali-kali lipat setiap kebaikan yang kita lakukan. Hal yang perlu
kita tahu, kebaikan berbagi tidak
hanya dibalas berbentuk materi oleh Allah, tetapi bisa sebentuk rasa tenang dan
syukur yang mendiami hati kita. Berbagi juga bukan hanya untuk menggugurkan
kewajiban dengan menunggu momen membayar zakat.
Kapan pun itu ketika ada orang yang membutuhkan uluran, ringankan tangan kita
untuk membantunya.
Ada banyak ladang sedekah yang bisa kita manfaatkan
untuk menanam benih kebaikan, menumbuhkan kebahagiaan, dan dipanen berbentuk
pahala. Di era secanggih ini menebar kebaikan sudah bisa dilakukan dengan
berbagai macam cara. Lembaga amil zakat, infaq, dan sedekah sekarang mempunyai
banyak program kreatif untuk masyarakat. Jika sibuk dan tak sempat untuk
menyalurkan langsung bantuan, melalui gadget yang kita punya dengan beberapa
klik kita sudah bisa menjadi donatur. Menyalurkan bantuan kita kepada lembaga
tentu lebih terorganisir dan tersalurkan dengan baik, salah satunya bisa melalui
lembaga Dompet Dhuafa. Bisa klik di sini
*) Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Menebar Kebaikan yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa
8 komentar
Tulisan ini mengingatkan kita bahwa dalam berbuat baik tak perlu berpikir panjang untuk menuntaskannya. Apa pun yang secara logika kita tidak masuk akal, akan tetapi di sisi-Nya, akan jauh lebih memberikan peluang kita agar menjadi yang lebih baik. Benar, ketika kita bersedekah, maka kita tidak akan miskin atau semakin habis harta, malah yang ada ialah akan datang rezeki tak terduga dan kuantitasnya jauh lebih banyak daripada yang kita pikir. Keren!
BalasHapusKarena sebenarnya ketika kita berbuat baik kepada orang lain maka sama saja kita menabung kebaikan untuk diri kita sendiri. :)
HapusMakasih udah mampir soff :)
Semoga kebaikan dalam tulisan ini bisa menular ke banyak orang, ya. Seperti halnya secepat menularnya Covid-19. Hehe
BalasHapusAamiin ya Allah, cukup kebaikan aja yg nular, Corona berhenti aja nularnya. Wkwk
HapusBaarakallah kakakkuu, semoga Allah selalu memberkahi kakak, jazakillah Khoiron atas goresan tinta yang ngena' di hati :*
BalasHapusAamiin, Jazakillah khoiron :)
HapusBenar itu, berbuat baik tanpa pamrih adalah yang terbaik. Sebab tanpa kita sadari, Allah memberi rencana indah dalam hidup kita :)
BalasHapusIyaaa kak :)
Hapus