Eh, Anik Nulis Buku? (2)

by - 23.08

Aku ngetik ini pas malam. Pukul tengah 10 hp sudah aku cas, tarik selimut, mencoba memejamkan mata dengan harapan bisa tidur lebih cepat. Ternyata nggak juga, pikiran melompat kemana-mana. Kuambil hp dan kumainkan sebentar. Kupikir-pikir, percuma nggak bisa tidur tapi cuma diam nggak ngapa-ngapain. Akhirnya kepikiran ngelanjutin tulisan yang ini. 

Karena aku share tulisan tentang nulis buku tadi obrolanku dengan seorang teman jadi berlanjut. Ohyaa, sebelumnya ada kabar gembira untuk diriku sendiri bahwa tulisanku nggak jadi hilang. Berkat temanku yang ini, dia ngubek-ngubek blogku ternyata tulisanku di inspirasi.co sempat aku posting di sini. Wkwkw Aku sempet cek di list semua postingan, tapi nggak nemu. Ternyata aku yang lupa nggak klik postingan selanjutnya, kan ini postingan udah lama banget ya pantes kalo nggak kelihatan judulnya. Aku jadi nggak sedih lagi. Haha

Dia tanya apa aku udah nyiapin outline atau tema untuk nulis buku, baca pesannya sambil ketawa jahat. Lalu kubalas, "Aku belum mikirin apa-apa hahahahaaa." 

Nggak semua yang aku bicarain selalu aku seriusin, bisa jadi itu hanya pikiran sesaat terlintas. Tapi kalau sama teman yang satu ini, kalau ngobrolin apa gitu harus segera eksekusi. Ya nggak harus sih, maksudnya tu hasil dari obrolan setidaknya ada, bukan cuma ngomong aja kek aku ini. Hmmmm. 

Lalu obrolan kita berlanjut tentang seorang teman yang sama-sama kita kenal, sebut saja namanya Poni, tentu bukan nama sebenarnya. Dia menulis buku pengembangan diri melalui sebuah penerbit indie. Si temanku yang ngobrol sama aku ini, kita namain dia Brown aja ya.

Si Brown ini tanya, "Kamu sudah baca bukunya Poni belum?"

Kujawab, "Sudah."

"Terus menurutmu gimana?"

"Sejujurnynya biasa saja, karena aku tidak menemukan sudut pandang baru dari tulisannya."

"Yaap, sepemikiran, sih. Isinya sama saja dengan isi buku yang sudah ada. Tanpa kita baca kita sudah tahu isinya. 

"Jadi sebenernya itu juga alasanku belum juga nulis buku."

"Apa tu?"

"Karena aku merasa bukan siapa-siapa dan tulisanku tidak ada apa-apanya." 

Ini sih menurutku ya, tiap orang beda-beda sih. Aku sampai sekarang belum nemu satu klik untuk menulis tentang sebuah hal yang rasanya pas dan perlu untuk aku tulis. Selama ini aku cuma nulis hal-hal random di keseharian yang mungkin juga dialami oleh banyak orang. Aku belum nemu sesuatu yang bernilai lebih dari apa yang orang-orang alami dan pikirkan. 

Aku pengen ketika orang buka bukuku, mereka akan menemukan sudut pandang baru. Aku ingin ada hal yang bernilai lebih yang mereka dapatkan. Karena aku tahu rasanya bagaimana baca buku yang menjemukan dari segi bahasa dan idenya, aku nggak mau menyuguhi orang-orang dengan hal seperti itu.

Kurasa biarlah orang-orang banyak menerbitkan buku, tapi selagi aku belum nemu satu klik itu dengan sendirinya aku juga nggak akan beranjak untuk nulis. 

Terus sekarang aku mau ngapain? Baca buku banyak-banyak, nulis rajin-rajin, belajar sering-sering, udah gitu aja. Masalah nanti gimana, biar ngalir aja. Keinginan nulis buku masih ada, tapi nanti, aku ingin mematangkan diriku sendiri dulu. Aih. Tapi aku ngerasa mengharu biru aja ketika ada orang yang nunggu bukuku, tanya tentang niatanku nulis buku. Aku jadi ngerasa, ooh, ada ternyata orang yang menerima tulisan Anik yang begitu sangat biasa-biasa saja ini. Hatiku basah saking terharunya. Nggak nyangka. Seneng iya, tapi juga ada perasaan, "Aku bukan siapa-siapa."

Kalian kenal Farah Qoonita nggak? Instagramnya @qoonit. Dia itu penulis buku Sirah judulnya Seni Tinggal di Bumi yang dikemas dengan cara millenial. Bagus kurasa bukunya. Sempat aku juga mikir, enak dia ya followersnya banyak yang potensi ladang pahalanya juga banyak. Dia mengajak banyak orang menyumbang untuk Palestina. Dia menginspirasi banyak orang melalui tulisan-tulisannya. 

Terus nyambungnya sama tulisanku ini tadi apa ya wkwkw jadi bingung sendiri. Hmm, maksudku tu sebenarnya ketika kita menulis buku lalu difollow banyak orang, potensi untuk menebar kebaikan akan lebih banyak. Tapi sayangnya, aku pernah mikir difollow orang itu berat sih. Mereka yang tetap pada pendirian dan jati dirinya sekalipun sudah disukai banyak orang adalah orang yang keren. Yang nulis bukan untuk disukai orang, tapi untuk menyuarakan kebaikan. Naaahh, baru deh keinget. That's the point, kalau aku jadi si Qonita ini aku takut malah berbelok niat. Aku takut nulis karena ingin disukai orang, karena untuk mengejar uang. Mau dapatin uang boleh, tapi bukan sebagai tujuan. Uang hanya sebagai alat untuk melakukan kebaikan. Tapi aku sempet takut terbius oleh dunia yang rayuannya haluss wkwkwk.

Tapi guru akuntansiku pernah bilang, "Kalau kalian takut jadi akuntan karena takut akan korupsi, itu salah. Harusnya kalian jadi akuntan yang jujur agar jabatan akuntan tidak diisi oleh orang-orang yang salah."

Seperti tagline-nya Kitabisa.com, "Orang baik tidak boleh kalah berisik." Jangan sampai kita takut, sampai akhirnya nggak melakukan apa-apa. Untuk orang yang mentalnya masih letoy seperti aku ini, juga harus berproses.

Tulisanku nyambung nggak? Ya gitulah intinya yang pengen aku ceritain. Wkwk

Ah, apasih aku ini, nulis buku aja belum malah mikirin followers. Ya gitu itu isi pikiranku pas malem-malem. Kemana-manaaa. Gentayangan. Wkwkw

You May Also Like

0 komentar