Eh, Anik Nulis Buku?

by - 15.07

Kulihat ada kertas putih berukuran kecil di tengah tumpukan buku yang dia kirim. Buru-buru aku ambil kertas bertuliskan tulisan tangannya. Oh, dia ngirim surat juga ternyata. Eh, namanya surat apa bukan, ya. Wkwk Tidak ada tempat dan tanggal juga nama pengirim. Apapun itu, intinya dia menuliskan sesuatu yang membuat keningku berkerut. Ucapan terima kasih dan ungkapan suka dengan caraku bercerita. Bahkan, dia bilang akan menjadi pembeli pertamaku ketika aku menerbitkan buku. Tambah berkerut rasanya keningku. 

Aku cerita ke seorang teman yang sudah lama jadi pembaca setia tulisanku, tentang hal ini. 

Dia bilang, "Trus gimana, setelah ada yang bilang gini, kamu mau nerbitin buku?" 

Aku tidak memberi jawaban, bingung juga kalau mau nerbitin buku mau nulis apa.

"Kamu kan bertahun-tahun setia baca tulisanku, menurutmu tulisanku itu gimana, sih?" Aku penasaran dengan penilaian orang-orang terhadap tulisanku.

"Menarik kok. Enak dibaca."

"Menarik dari tulisan atau ide?"

"Ide, seperti misalnya tulisanmu untuk anak di masa depan, matahari yang lupa terbit, dan lainnya. Gaya ceritanya juga menarik."

"Tapi kamu sangat kenal aku, kan. Kamu tahu bagaimana takut dan insecure-nya aku untuk nulis."

"Semua tulisan akan menemukan jodohnya (read: pembacanya) masing-masing."

"Iya juga, ya. Nyata banget ternyata kalimat itu."

Kutarik waktu jauh ke belakang. Selama ini banyak orang yang memberi respon positif, bilang suka tulisanku, kecanduan tulisanku yang ringan dan nggak bikin mikir berat, kadang nyadarin beberapa hal yang nggak mereka pikirkan. Sejauh ini baru satu orang tadi yang dengan yakinnya bilang mau menjadi pembeli pertama bukuku. Selama ini orang-orang cuma bilang, kamu nggak pengen nerbitin buku? Kamu udah nerbitin buku belum, kok aku pengen baca tulisanmu. Nggak ada sebenarnya yang menghujat atau mencemoohku. Sampai aku sendiri juga bingung, yang membuatku takut dan tidak percaya diri untuk memperlihatkan tulisanku ke orang-orang itu sebenarnya apa. 

Aku ingat bagaimana kakak kelasku dulu meyakinkan aku berulang kali untuk terus menulis agar dibaca orang-orang. Tapi jawabanku masih sama, aku takut. Sampai akhirnya aku membuat akun instagram khusus untuk menulis tanpa mem-follow orang-orang yang kukenal. 

Aku bilang ke dia, "Maaaasss, aku udah berani nulis sekarang. Ya meskipun akun ini tidak aku perlihatkan untuk orang-orang yang aku kenal." 

Dia bilang, "Selamat, ya. Terus nulis pokoknya."

Berani nulis di media sosial itu bagiku dan baginya adalah pencapaian terjauh yang susah payah untuk aku lakukan. Maka baginya aku pantas untuk diucapkan selamat atas usahaku mengalahkan rasa ketakutanku sendiri. Meski bagi orang lain itu adalah hal yang biasa. Sampai detik tulisan ini diposting, aku masih takut untuk share tulisanku. Disebar sembarangan di whatsapp, beberapa menit kemudian bisa jadi kuhapus. Tak kubiarkan orang-orang tahu jejak blogku. Besok share lagi, hapus lagi. Hmm, masih labil aku ini ya ternyata. 

Aku ini mungkin orang yang nggak tahu diri dan terima kasih, sudah berapa kali ajakan nulis buku aku tolak atau tidak aku kerjakan. Aku sia-siakan jalan menuju roma. Bahkan, kakak kelasku yang tadi sempat juga memberikan akun instagram yang dia urus kepadaku. 

Sudah dikirim passwordnya. "Dek, kamu nulis di akun itu, ya. Kamu urus terserah kamu. Aku sudah sibuk sama kerjaan." 

Kubuka akunnya. Eemm, gemeteran tanganku pegang akun yang followersnya sudah ratusan ribu. Hahaa. Bahkan, di akun itu sebenarnya kalau aku mau aku bisa nulis sekadarnya, lalu kubuka paid promote mengingat ada ribuan DM yang masuk menanyakan paid promote. Hasilnya bisa kubagi dua. Hahaaa. Tapi lagi-lagi, itu tidak membuatku tergoda begitu saja. 

Akhirnya aku bilang ke dia, "Mas, maaf aku sepertinya nggak bisa ngurus. Aku nggak tahu harus nulis apa di sana." 

Aku juga pernah mematahkan hati temanku di Jogja dengan beraninya aku bilang, "Mbak, maaf. Aku sepertinya nggak bisa melanjutkan project kita ini. Aku lagi nggak tertarik nulis novel." Dan sekarang, dia sedang tertatih-tatih sendiri menyelesaikan mantan novel duet kami. Padahal harusnya aku berterima kasih kepada dia. Penulis yang sudah menelurkan beberapa buku solo mau menggandeng orang yang sangat masih newbie ini. Kurang baik apa dia kaaaaan. Entahlah, kalau ingat hal ini aku kesel-kesel sendiri kenapa aku sering mengecewakan orang hanya dengan beralasan belum ada sreg dari hati. Belum ada alasan dan keinginan kuat.

Sebenarnya menulis buku itu menggiurkan. Namaku akan dikenal, kalau penjualan buku laris kantongku semakin tebal, pembaca suka tulisanku followers akan menanjak drastis. Tapi itu dulu, bayanganku ketika kesuksesan di mataku adalah ketika aku sudah terkenal dan menghasilkan uang. Sekarang, bukan itu lagi yang ada di pikiranku. Menulis bukan untuk uang dan dikenal orang. Tapi untuk menebar kebaikan, menyuarakan hal baik yang patut dibela. 

Di era sekarang, bagiku menjadi terkenal adalah beban. Orang-orang memberikan ekspektasi yang besar, jadi orang harus baik, sekali melakukan kesalahan maka harus siap dihujat. Hm, padahal dunia penulis nggak gitu juga sih. Aku aja yang overthinking. Aku merasa lebih nyaman begini, nulis, posting, dibaca atau tidak oleh orang yasudah. Orang-orang nggak perlu beli bukuku, aku akan menulis banyak-banyak untuk mereka dengan gratis. Bahkan aku sempat kepikiran kalau pun aku ingin menulis buku, maka akan kuterbitkan lalu kubagikan gratis untuk orang-orang. Hahaa aku sedih aja kalau hanya alasan uang, ada orang yang pengen baca tulisanku, tapi karena nggak mampu jadi nggak kebeli. 

Menulis ini sebenarnya sebagai investasi masa depan untuk nanti dibaca anak-anak dan suamiku. Agar mereka tahu apa yang aku pikirkan, rasakan, dan jadi cerita untuk mereka. Tapi kadang, aku juga cemas kalau sewaktu-waktu platform yang aku gunakan ditutup lalu tulisanku hilang. Kemarin saja aku sudah sempat patah hati ketika buka inspirasi.co yang ternyata sudah ditutup akunnya. Tulisanku hilang, mendadak aku panik, lemes, dan pengen nangis nggak bisa. Sampai akhirnya aku mikir, sepertinya perlu aku mengumpulkan dan membukukan tulisan-tulisanku selama ini biar nggak hilang begitu saja. Tujuan utamanya untuk mengarsipkan tulisanku, pengen diterbitin banyak lalu kubagi-bagi. Tapi kalau dijual ya untung juga kayaknya ya sambil cek pasar. Hahaaa 

Semoga ajalaaaah ya.

*) Anik, yang masih sedih salah satu tulisan favoritnya hilang di inspirasi.co

You May Also Like

0 komentar