Live IG Bareng Poni

by - 15.54

Aku lupa kapan tepatnya, pertengahan Mei ini kalau nggak salah. Ada teman yang mengirim DM ke aku. Sebut saja dia Poni. Hanya namanya saja yang kubuat mirip dengan Poni di tulisan kemarin, tapi ini beda orang. Aku merasa nama Poni lucu dan kyut gitu. Wkwk

Poni mengajak aku live untuk membicarakan produktivitasku selama pandemi ngurus IG baruku @myproductivity.id. Tidak langsung kuiyakan, awalnya aku ragu karena IG itu masih berusia sebulanan dan juga merasa belum apa-apa dengan akun ini. Poni bilang, "Nggak apa-apa, yang kita bicarakan kan produktivitasnya." Mengurus IG adalah produktivitasku sembari rebahan. Wkwk

Sebelumnya Poni sudah sering membuat podcast dengan adik tingkatnya. Sering dengerin podcastnya yang renyah dengan obrolan santai aku jadi kepikiran, enak kali ya bikin podcast. Keinginan yang cuma kusimpan, tidak kuutarakan kepada Poni. Tapi sebenernya aku bukan niat membuat podcastnya, tapi ingin merekam setiap obrolan dengan teman. Karena kurasa banyak obrolan penting yang tidak kita arsipkan, apalagi banyak menyangkut tentang perempuan dan krisis di usia 20-an. Selama ini aku hanya mengarsipkan beberapa obrolan itu melalui tulisan di blog ini. Dan gayung pun bersambut, si Poni semacam bisa membaca isi pikiranku dari jarak jauh. Poni ternyata pernah berniat membuat podcast berdua denganku. Tapi karena jarak di antara kita membentang jauh, dia di Surabaya dan aku di Kediri, niatan ini masih kami simpan untuk kapan hari nanti. Dia sebenarnya ingin mengajakku membuat podcast via telepon. Aku bilang nanti aja nunggu aku main ke Surabaya entah kapan setelah pandemi ini selesai. 

Mengingat niatan itu aku akhirnya menerima ajakannya untuk Live IG bareng, iya deh nyoba live dulu. Ini pengalaman pertama aku Live IG setelah sekian lama aku menggunakan instagram. Wkwkw Karena baru kali ini aku mempunyai alasan penting, kenapa aku harus Live? Yaa untuk membicarakan hal penting.

Aku live memakai akun IG ku sendiri @Kinachay. Obrolan kita merambat kemana-mana, tidak hanya tentang produktivitasku yang masih seuprit itu, tapi juga tentang Poni yang menghadapi omongan teman-teman, pentingnya nulis untuk kita, nostalgia kita semasa sekolah, dan eemm hal lain yang aku lupa. Wkwk

Nanti akan aku ceritain di tulisan kedua bagaimana aku bisa kenal si Poni ini, ya. Tulisan ini khusus bahas ketika Live IG saja. Poni ini karyawan di sebuah Universitas di Surabaya tempat dia kuliah dulu. Dia juga sempat membuka usaha amplop yang sudah jalan beberapa tahun. Dia juga aktif di komunitas sosial yang digagas bersama teman-temannya di Surabaya. Banyaknya aktivitas dia bikin aku selalu ingin produktif. Selalu ingin membuat sesuatu yang faedah gitu lah ya. 

Si Poni ini tahu betul bagaimana aku menyembunyikan tulisan dari orang-orang yang aku kenal. Instagram yang sengaja kuasingkan agar tidak dikenal identitasnya oleh orang. Sebelum membuat akun @Myproductivity.id ini aku juga sempat meminta sarannya apa aku akan membuka diri untuk semua orang. Dia bilang, sebaiknya sih iya. Kupikir mungkin saat itu sudah saatnya. Akhirnya sampai sekarang aku jadi sering share tulisanku di medsos yang lain.

Si Poni bilang, "Jadi sekarang kamu sudah nggak takut lagi, kan udah bikin dan ngurus IG baru."

"Masih, kok. Kadang kambuh-kambuhan, takut iya, pas lagi semangat, enggak lagi."

"Aku sering kok nik dikata-katain sama temanku. Nggak dukung aku untuk nulis dan bikin podcast."

"Ohya? Tapi kayaknya selama ini kamu nyantai-nyantai aja, ya. Kelihatan percaya diri aja untuk buat apapun."

"Kelihatannya aja, padahal sebenernya ya menguatkan diri sendiri." 

"Nggak nyangka, ya. Padahal kurasa kamu selama ini bikin sesuatu yang baik, nggak ngerugiin orang, tapi tetep aja jadi omongan. Ternyata nggak semua niat baik akan diterima oleh orang." 

"Iya, bener. Kalau kamu sendiri pas lagi takut, apa yang kamu lakukan?"

"Minta saran sama orang yang aku rasa bisa mendinginkan pikiranku. Wkwk. Butuh disemangatin lagi. Tapi sebenarnya, nggak ada yang menghujat aku, akunya aja yang overthinking sampai takut dan nggak percaya diri."

"Lah trus, apa yang kamu takuti?"

"Takut diomongin orang, padahal juga nggak ada yang ngomongin."

Poni mencuri waktu untuk tertawa lalu melanjutkan bicaranya, "Aku sebenernya bikin jadwal live ini kan dengan beberapa orang inner circle-ku aja. Aku juga sempat kepikiran, nanti siapa yang nonton, nanti dikatain orang alay nggak, ya. Pikiran-pikiran begitu pasti ada lah ya. Tapi ya aku pikir, kalau nggak dimulai sekarang, kapan lagi.

"Menurutku penting lho kamu bikin live atau podcast, kita kan juga sempet niatan bikin podcast bareng itu karena aku pengen teman-teman yang lain tahu obrolan ringan yang penting. Kadang kalau kita lagi ngumpul dengan beberapa orang, obrolannya receh aja nggak ada value-nya."

"Iya, ini aku makanya sedang memberanikan diri. Kalau menurutmu sendiri, menulis itu sepenting apa sih, Nik?"

"Sebenarnya aku bukan orang yang bisa berkomunikasi melalui lisan dengan baik. Suka belibet. Tapi ketika mengutarakan sesuatu melalui tulisan merasa lebih mudah aja, apalagi dasarnya aku kan sebenarnya suka cerita. Jadi ya nulis sebagai caraku untuk bercerita ke orang-orang."

"Kalau aku sih nulis kadang, tapi ya gitu masih labil juga. Nulis banyak di instagram trus lama-lama nanti kuarsipkan semua. Wkwkw sampai teman-temanku itu hafal, setelah nulis pasti habis ini tulisannya juga hilang."

Tapi kalau dipikir-pikir, sebenarnya media sosial kan sama seperti rumah kita, ya. Terserah kita mau ngapain aja, nulis apapun, berbagai hal manapun, yang terpenting tidak untuk kejahatan dan menyinggung perasaan orang. Tapi lucu aja, kita yang punya rumah, tapi kita yang takut dengan omongan orang. Orang-orang pun juga tak kalah lucu, kenapa bisa-bisanya mengomentari rumah orang. 

Ohya, tentang Poni, seringnya kita hanya menangkap yang nampak seperti gunung es. Padahal di bawah laut, ada bongkahan lebih besar. Ada yang dialami Poni yang tidak aku tahu tanpa dia cerita. Aku hanya menerka-nerka hidupnya baik-baik saja, padahal harusnya aku sadar dia juga manusia yang kebahagiannya juga dilengkapi ujian seperti aku dan orang lainnya. Aku selama ini merasa menjadi orang yang paling takut, sendirian. Padahal ternyata perempuan setangguh dia juga sempat merasakan ketakutan.

Selama 45 menit saat itu kita membicarakan banyak hal, seperti peran perempuan dalam menulis, apa yang membuat terus nulis sampai sekarang. Dan gimana awalnya bisa suka nulis dan baca. Terlalu panjang kalau aku jelaskan. Wkwk

Sebenarnya poin yang ingin aku tulis itu tentang Poni, yang pencapaian hidupnya mengagumkan, tapi dibalik itu semua ada cerita yang tidak dia perlihatkan. Lanjut di postingan selanjutnya deh ya. 

Btw, ternyata ngomong di live itu sekalipun nggak ketemu sama audiens langsung, juga berhasil membuat detak jantungku nggak karu-karuan. Ngomongku belibet, banyak hal yang aku lupa pas mau ngomong. Fiks, aku jadi tambah yakin menulis adalah duniaku, aku nggak cocok di dunia perngomongan. 

You May Also Like

0 komentar