Pelajaran Positif dari Film Iqro My Universe
Ini adalah pengalaman yang menurutku sangat konyol,
atau mungkin cuma aku yang baru mengalaminya. Di antara kalian adakah yang
ternyata mengalami hal seperti aku?
Jadi ceritanya, aku excited untuk nonton film Iqro ini setelah tahu trailernya di
youtube. Aku memang pendukung film Islami. Sebagaimana pun itu filmnya, yang
kata orang kayaknya biasa deh, pemerannya kok itu, atau alasan lainnya, aku
nggak peduli. Selagi film itu dibuat oleh umat Islam dan bertujuan untuk
dakwah, aku akan mendukung. Nah, dengan menonton inilah sebagai upayaku untuk
mendukungnya. Sayangnya, aku tahu nggak semua orang sepemikiran denganku. Nggak
semua orang mendukung perfilman yang berunsur dakwah. Ketika aku menawari
beberapa teman untuk nonton, mereka bilang lebih suka nonton film luar negeri
di bioskop. Aku mengembuskan napas kasar. Oke, kuakui film luar negeri memang
keren, dari segi teknologi, alur, pemeran, dan lainnya. Aku juga sangat memilih
film dalam negeri yang akan kutonton. Kalau filmnya hanya untuk seru-seruan
tanpa ada unsur edukasi, hanya romance menye-menye,
aku nggak akan nonton. Tapi film Iqro ini film dakwah gaes, film saudara seiman
kita sendiri. Bagaimana pun cerita dan pengemasannya, pasti film itu
mengagungkan Allah. Ada nilai-nilai keagamaan yang bisa kita pelajari.
Dan akhirnya, karena teman-teman tidak menyambut
ajakanku dengan respon mengiyakan, aku berangkat sendiri untuk menonton. Ini first time aku nonton sendiri. Padahal
hal yang paling aku takuti adalah aku duduk di bioskop sendirian sedangkan yang
lain dengan pasangan atau segerombolan temannya. Mereka haha hihi sama teman,
sedangkan aku sendirian. Btw, sebenarnya aku suka kemana-mana sendiri, makan di
tempat makan sendiri aku pernah. Tapi untuk nonton, aku belum pernah mencoba,
dan kali ini aku mencoba karena saking pengennya nonton film Iqro. Waktu itu
adalah jadwal terakhir film Iqro tayang di kotaku berada, jadi mau nggak mau
aku harus nonton. Ada sih teman yang bersedia diajak nonton, sayangnya waktu itu
dia ada urusan jadi ya ujungnya tetap berangkat nonton sendirian.
Saat pesan tiket, aku kaget ternyata belum ada yang
pesan. Padahal saat itu menuju 20 menit sebelum pemutaran film. Aku pikir,
masih ada waktu 20 menit pasti nanti ada yang nonton lagi. Ohya, beberapa hari
sebelumnya aku nonton film Dua Garis Biru. Aku pesan tiket 50 menit sebelum
pemutaran dan yang sudah booking
tiket cuma sedikit, lalu kulihat saat jadwal tayangnya tiba banyak yang sudah
beli tiketnya. Kupikir nanti kejadiannya akan seperti itu.
Ternyata aku salah, 3 menitan sebelum jadwal tayang
film, aku masuk dan bertanya ke petugas berapa orang yang ada di cinema 2
tempat pemutaran film iqro, aku kageeeet banget. You know, hanya 2 orang yang nonton dan satunya cowok. Matiiiih.
Ya mau nggak mau, harus gimana lagi.
Nonton sendiri |
Di dalam saat nonton ada perasaan campur aduk, pertama
karena terharu mellihat filmnya. Ada adegan dimana seorang pemeran bernama
Fauzi murojaah surat Ar-Rohman, namun saat akan mengucapkan lafadz fabiayyi ala irobbikuma tukadziban, dia
sampai nangis terisak-isak dan tidak kuat. Disitulah aku merasa perasaanku
diaduk-aduk. Berbicara dengan diri sendiri, ya Allah nikmat-Mu sudah sangat
besar, tapi aku sering melupakannya. Dan aku baru sadar, ternyata Nabi Muhammad
SAW adalah astronot pertama di dunia ini. Lalu yang kedua, aku merasa sedih,
kenapa film yang begitu mengingatkan Allah ini sepi peminat. Saat aku cek di IG
@iqromyuniverse memang banyak yang nonton, tapi masih kalah dengan film-film
lainnya.
Saat nonton ini aku banjir air mata, Alhamdulillah sih
aku nonton sendiri dan kanan kiri nggak ada orang. Sepi berasa bioskop milik
sendiri jadi nggak ada yang tahu kalau aku lagi nangis. Banyak hal tersirat
yang bisa aku pelajari dari film ini. Aku merasa malu dengan tokoh yang bernama
Aqilla, dimana dia begitu gigih dengan impiannya. Sedangkan aku selama ini
lebih sering menuruti kemalasanku dan bahkan pelan-pelan mengubur impianku
hanya karena sudah terlalu PeWe di zona nyaman. Aku merasa tertampar dengan dia
yang usia belia sudah berimpian menjadi remaja yang hebat dan impian yang
besar. Sedangkan aku pada saat usia belia dulu lebih sering menghabiskan waktu
hanya untuk bersenang-senang. Dan aku belajar hal lain juga, bahwa sebenarnya
ketika kita bercita-cita menjadi sesuatu, sebenarnya bukan untuk menjadi
terkenal, menang perlombaan, atau urusan duniawi lainnya, tapi bagaimana Allah
bisa ridho dan aku bisa bermanfaat untuk orang lain dengan apa yang aku
cita-citakan.
Aku juga diingatkan pada sebuah hal, musik dan film
yang kita suka sebenarnya harus punya tujuan. Bahkan semua hal yang kita suka
harusnya juga punya tujuan. Bukan tujuan hanya sekadar suka-suka. Tapi harus
Allah yang kita jadikan alasan. Seperti Aqilla yang suka dengan lagu Harris J,
karena lagunya selalu mengingatkan kepada Allah. Dan saat nonton film Iqro ini
kesadaranku untuk mencintai dan menyadari nikmat Allah semakin bertambah. Dari
situ aku mikir, iyaya kalau kita nonton film seharusnya yang kayak begini ini,
menambah kecintaan kepada Allah. Sekali pun bukan film religi, tak ada masalah
untuk menonton tapi kita harus tahu nilai agama atau pesan moral apa yang bisa
kita ambil dalam film itu. Bukan sekadar untuk ikut-ikutan teman yang lain. Ketika
kita kagum pada sebuah karya, maka semakin bertambah kagum kita pada Maha
Pencipta otak manusia, bukan malah mengangumi manusianya.
Ohya, sesuatu yang besar bisa terjadi karena proses
yang panjang dan dimulai dari hal-hal terkecil. Ketika kalian memilih untuk
tidak menonton film religi karena alasan filmnya tidak bagus atau ada hal lain
yang kurang, lalu kapan film religi bisa menjadi besar kalau dari sekarang kita
tidak mendukung. Ibaratnya, kita harus menemani seseorang berproses bukan hanya
menuntutnya untuk menjadi besar seperti apa yang kita inginkan.
0 komentar