Arti Kehilangan
Kamu
pernah tahu rasanya cemburu? Sakit, bukan? Sangat sakit. Ada yang menghujam
hatimu begitu dalam. Ada yang menghantam sampai rasanya perih. Aku merasakannya,
pun sampai aku mengetik postingan ini. Namun, aku cemburu bukan kepada seorang
laki-laki yang menjadi idolaku. Pun juga bukan laki-laki yang diam-diam aku
suka. Tapi kepada seorang sahabatku, dia seorang perempuan. Jangan dikira aku
ini suka sesama jenis. Bukan, aku tahu perasaan ini tidak seperti itu.
Aku cemburu
saat melihat sahabat dekat, sahabat paling lengket, pokok best friend bangetlah. Tiba-tiba dia terlihat dekat dengan kawan
yang lain. Dia terlihat lebih bisa tertawa lepas dengan kawan itu daripada
denganku. Dia terlihat lebih bahagia, senyumnya lebih sumringah, dan sering
menghabiskan waktu berdua bersama. Dia tak lagi mengajakku untuk pergi seperti
biasanya. Di situlah aku merasa posisiku
ada yang menggantikan.
Di antara
kami tidak ada suatu konflik yang membuat semua ini terjadi. Selama kami kenal,
Alhamdulillah tidak ada permasalahan serius yang membuat kami bersitegang. Selama
ini kami begitu terbuka, mencoba mengerti agar tidak terjadi prasangka, dan
kami menjaga persahabatan kami dengan tidak menggunjing satu sama lain di
belakang. Aku amat mengenalnya, sekali pun aku ada salah, dia pasti menegurku. Dia
pasti mengingatkanku. Seperti yang pernah dia katakan sebelumnya bahwa kami
adalah sahabat sesurga yang saling
menyayangi karena Allah.
Sayangnya,
rasa sayangku kepadanya terlalu dalam. Aku tahu, bahwa sikap seperti ini salah.
Dia berhak berteman dengan siapa saja, memilih teman yang lain untuk diajaknya
keluar, dan satu hal lagi yang harus aku ingat, bahwa temannya dia bukan hanya
aku. Dia berhak untuk memiliki teman sebanyak apa pun itu. Mungkin aku lupa
tentang itu semua. Aku terlalu egois sampai akhirnya ada rasa memiliki dalam
diriku. Ada sesuatu yang hilang jika aku tidak lagi sering bersamanya.
Mungkin
ini berlebihan bagi kalian, tapi begitulah, aku terlalu menyayanginya juga
berlebihan. Sampai aku tak bisa membendung perasaan ini hingga mataku basah
tadi pagi. Aku menangis sesenggukan. Tidak bisa menahan, kalau aku amat cemburu
melihat sahabatku dengan yang lain.
Aku jadi
teringat, saat masih duduk di kelas 2 SD, kakak perempuanku menikah dengan
laki-laki yang berasal dari kota sebelah. Kakakku dibawa suaminya untuk tinggal
bersamanya. Aku merasa ada orang asing yang merebut perhatiannya dariku. Sampai-sampai
aku selalu memaksa kakakku untuk mengajakku ke rumah mertua dan kontrakannya
untuk menginap. Setiap seminggu sekali, aku diajak menginap di sana. Setiap mereka
keluar, aku selalu ikut meskipun tidak diajak.
Aku tidak
ingin kehilangan sosok yang selama ini begitu dekat denganku. Aku tidak ingin
orang yang selama ini perhatian kepadaku, lalu tiba-tiba mengalihkannya kepada
orang lain. Tidak ada yang bisa menggantikanku. Titik. Begitulah, rasa egoisku
selalu muncul.
Beberapa
kali ini terjadi kepadaku. Misalnya kepada teman laki-laki SMA yang sekampus
denganku, dan sekarang dia sudah punya dunia pergaulan sendiri tanpa membawa
aku ke dalamnya. Atau teman SMP-ku yang pernah kucemburui karena terlalu asyik
mengobrol dengan kawan yang lain. Sampai di waktu ini aku menyimpulkan bahwa
aku ini adalah seorang yang pencemburu.
Karena aku
sudah bukan anak kecil lagi, aku mencoba untuk memahami keadaan ini. Aku mencoba
untuk mengajak bicara diriku sendiri. Mencoba menenangkan diri sendiri adalah
satu-satunya cara yang bijak menurutku. Sampai tulisan ini diposting, aku tak
membicarakan masalah ini secara tatap mata atau personal chat kepada seseorang.
Karena aku tahu, pasti mereka menganggap aku ini seperti anak kecil. Dan sebenarnya
aku sudah tahu bagaimana cara menyikapi hal ini. Hanya saja, kemarin sampai
tadi pagi aku masih kalut sehingga amarah masih membelengguku.
Aku jadi
ingat sebuah ucapan seseorang kepadaku beberapa tahun silam. Dia bilang seperti
ini, “Kamu,
A, B, dan C sama-sama ada di hatiku. Tidak ada dari kalian yang posisinya lebih
tinggi, kalian sama. Tapi kalian sudah mempunyai tempat masing-masing di ruang
hatiku. Dan itu tidak bisa tergantikan.”
Kalau pun
dia sedang bersama yang lain, bukan berarti dia ingin berpindah hati. Mungkin dia
ingin mewarnai hari-harinya dengan orang-orang yang berbeda. Dia ingin lebih
ramai hidupnya dengan banyaknya orang yang Allah pertemukan. Ada saatnya kita
bersama, dan ada saatnya kita membiarkan untuk sendiri-sendiri agar kerinduan
itu ada. Seperti halnya kalimat yang membutuhkan spasi agar mudah dipahami,
begitu juga persahabatan kami yang membutuhkan jarak agar tak ada kebosanan
yang berserak.
Aku juga
pernah dengar, apalah arti kehilangan jika sejatinya manusia tidak pernah memiliki.
Rasa sakit itu ada, karena aku merasa memiliki terlalu dalam dan menyayangi
terlalu berlebihan.
Dan satu
hal lagi, rasa sakit itu selalu mengajarkan kedewasaan seperti halnya saat ini.
:’) Namun sebenarnya, tidak ada yang menyakiti atau disakiti dalam hal ini.
0 komentar