Arti Kehilangan

by - 21.21




Kamu pernah tahu rasanya cemburu? Sakit, bukan? Sangat sakit. Ada yang menghujam hatimu begitu dalam. Ada yang menghantam sampai rasanya perih. Aku merasakannya, pun sampai aku mengetik postingan ini. Namun, aku cemburu bukan kepada seorang laki-laki yang menjadi idolaku. Pun juga bukan laki-laki yang diam-diam aku suka. Tapi kepada seorang sahabatku, dia seorang perempuan. Jangan dikira aku ini suka sesama jenis. Bukan, aku tahu perasaan ini tidak seperti itu.

Aku cemburu saat melihat sahabat dekat, sahabat paling lengket, pokok best friend bangetlah. Tiba-tiba dia terlihat dekat dengan kawan yang lain. Dia terlihat lebih bisa tertawa lepas dengan kawan itu daripada denganku. Dia terlihat lebih bahagia, senyumnya lebih sumringah, dan sering menghabiskan waktu berdua bersama. Dia tak lagi mengajakku untuk pergi seperti biasanya. Di situlah aku merasa posisiku  ada yang menggantikan.

Di antara kami tidak ada suatu konflik yang membuat semua ini terjadi. Selama kami kenal, Alhamdulillah tidak ada permasalahan serius yang membuat kami bersitegang. Selama ini kami begitu terbuka, mencoba mengerti agar tidak terjadi prasangka, dan kami menjaga persahabatan kami dengan tidak menggunjing satu sama lain di belakang. Aku amat mengenalnya, sekali pun aku ada salah, dia pasti menegurku. Dia pasti mengingatkanku. Seperti yang pernah dia katakan sebelumnya bahwa kami adalah sahabat sesurga yang saling menyayangi karena Allah.

Sayangnya, rasa sayangku kepadanya terlalu dalam. Aku tahu, bahwa sikap seperti ini salah. Dia berhak berteman dengan siapa saja, memilih teman yang lain untuk diajaknya keluar, dan satu hal lagi yang harus aku ingat, bahwa temannya dia bukan hanya aku. Dia berhak untuk memiliki teman sebanyak apa pun itu. Mungkin aku lupa tentang itu semua. Aku terlalu egois sampai akhirnya ada rasa memiliki dalam diriku. Ada sesuatu yang hilang jika aku tidak lagi sering bersamanya.

Mungkin ini berlebihan bagi kalian, tapi begitulah, aku terlalu menyayanginya juga berlebihan. Sampai aku tak bisa membendung perasaan ini hingga mataku basah tadi pagi. Aku menangis sesenggukan. Tidak bisa menahan, kalau aku amat cemburu melihat sahabatku dengan yang lain.

Aku jadi teringat, saat masih duduk di kelas 2 SD, kakak perempuanku menikah dengan laki-laki yang berasal dari kota sebelah. Kakakku dibawa suaminya untuk tinggal bersamanya. Aku merasa ada orang asing yang merebut perhatiannya dariku. Sampai-sampai aku selalu memaksa kakakku untuk mengajakku ke rumah mertua dan kontrakannya untuk menginap. Setiap seminggu sekali, aku diajak menginap di sana. Setiap mereka keluar, aku selalu ikut meskipun tidak diajak.

Aku tidak ingin kehilangan sosok yang selama ini begitu dekat denganku. Aku tidak ingin orang yang selama ini perhatian kepadaku, lalu tiba-tiba mengalihkannya kepada orang lain. Tidak ada yang bisa menggantikanku. Titik. Begitulah, rasa egoisku selalu muncul.

Beberapa kali ini terjadi kepadaku. Misalnya kepada teman laki-laki SMA yang sekampus denganku, dan sekarang dia sudah punya dunia pergaulan sendiri tanpa membawa aku ke dalamnya. Atau teman SMP-ku yang pernah kucemburui karena terlalu asyik mengobrol dengan kawan yang lain. Sampai di waktu ini aku menyimpulkan bahwa aku ini adalah seorang yang pencemburu.

Karena aku sudah bukan anak kecil lagi, aku mencoba untuk memahami keadaan ini. Aku mencoba untuk mengajak bicara diriku sendiri. Mencoba menenangkan diri sendiri adalah satu-satunya cara yang bijak menurutku. Sampai tulisan ini diposting, aku tak membicarakan masalah ini secara tatap mata atau personal chat kepada seseorang. Karena aku tahu, pasti mereka menganggap aku ini seperti anak kecil. Dan sebenarnya aku sudah tahu bagaimana cara menyikapi hal ini. Hanya saja, kemarin sampai tadi pagi aku masih kalut sehingga amarah masih membelengguku.

Aku jadi ingat sebuah ucapan seseorang kepadaku beberapa tahun silam. Dia bilang seperti ini, “Kamu, A, B, dan C sama-sama ada di hatiku. Tidak ada dari kalian yang posisinya lebih tinggi, kalian sama. Tapi kalian sudah mempunyai tempat masing-masing di ruang hatiku. Dan itu tidak bisa tergantikan.”

Kalau pun dia sedang bersama yang lain, bukan berarti dia ingin berpindah hati. Mungkin dia ingin mewarnai hari-harinya dengan orang-orang yang berbeda. Dia ingin lebih ramai hidupnya dengan banyaknya orang yang Allah pertemukan. Ada saatnya kita bersama, dan ada saatnya kita membiarkan untuk sendiri-sendiri agar kerinduan itu ada. Seperti halnya kalimat yang membutuhkan spasi agar mudah dipahami, begitu juga persahabatan kami yang membutuhkan jarak agar tak ada kebosanan yang berserak.

Aku juga pernah dengar, apalah arti kehilangan jika sejatinya manusia tidak pernah memiliki. Rasa sakit itu ada, karena aku merasa memiliki terlalu dalam dan menyayangi terlalu berlebihan.

Dan satu hal lagi, rasa sakit itu selalu mengajarkan kedewasaan seperti halnya saat ini. :’) Namun sebenarnya, tidak ada yang menyakiti atau disakiti dalam hal ini.

You May Also Like

0 komentar