Happy Little Soul
Sekitar
tiga bulanan ini, hampir setiap hari aku menjadi salah satu followers dan
stalker setia akun instagram @Retnohening. Putri Ibok Retno Hening yang bernama
Kirana berhasil merebut hati para pengguna instagram, terutama ibu-ibu dan para
remaja perempuan. Karena kecerdasan, kelucuan, dan karakternya yang
menggemaskan.
![]() |
www.Instagram.com/retnohening |
Di
setiap video-video yang diunggah oleh ibok—panggilan Kirana kepada
ibunya—memperlihatkan ibok itu adalah sesosok ibu yang lembut, sabar, dan
kreatif dalam mendidik anaknya. Mengajari anak usia 3 tahun berbagi, berempati,
dan peka terhadap lingkungan.
Selama
ini aku hanya melihat dari media sosial tentang beliau. Mengamati setiap foto
dan video dengan bumbu captionnya. Aku hanya tahu bungkus luarnya tentang
mendidik anak sepandai itu. Banyak pertanyaan tentang ibok yang selalu mampir
tapi tak kunjung kudapatkan jawabannya. Aku penasaran, bagaimana cara mendidik
anak seperti Kirana, yang terlihat sangat kritis, lebih pandai dan aktif dari
anak seusianya.
Saat
ibok mempromosikan bukunya yang berjudul Happy
Little Soul, aku begitu antusias. Melalui seorang teman, akhirnya bisa
memiliki buku tersebut. Buku yang dikemas begitu unik itu berhasil best seller dan sudah cetak ulang kedua
kalinya dalam waktu tiga bulan.
Dalam
buku itu, Ibok bercerita tentang pengalamannya membesarkan dan mendidik anak
pertamanya bersama ayah Kirana. Saat menyisiri cerita demi cerita yang
dikisahkan di dalamnya, akhirnya beberapa pertanyaanku terjawab.
Bahasan
dalam postingan ini masih berhubungan dengan postinganku sebelumnya di sini
yang berhubungan dengan saat anak melakukan kesalahan. Meski dalam unggahan
video Kirana terlihat pandai dan menggemaskan, tapi di balik itu semua ada
momen-momen yang tidak bisa direkam. Ada saat Kirana melakukan kesalahan yang
tidak diketahui oleh followers-nya.
Misalnya
saja contoh yang tertulis di buku itu adalah saat Kirana tak mau meminjamkan
mainannya kepada Aliya temannya. Kebanyakan orangtua akan merasa malu jika
anaknya bersikap seperti itu di depan umum. Takut jika anaknya dianggap pelit
oleh orangtua teman tersebut.
Tapi
tidak dengan ibok. Beliau memahami dengan baik. Anak seusia Kirana sifat
ke-aku-annya masih tinggi. Anak kecil masih cenderung egois. Itulah kenapa
sebagai orang dewasa, kita harus mengajarinya bersosialisasi dan berbagi.
Bahkan, semasa aku sudah di bangku SMA pun masih tetap ada bab sosialisasi di
pelajaran sosiologi. Hal itu menandakan setiap rentang usia manusia mempunyai
cakupan sosialisasi yang berbeda dan harus dipelajari untuk masuk dalam
pergaulan yang lebih luas. Anak kecil sosialisasinya masih dalam lingkup
terdekat, misalnya keluarga, saudara, dan teman bermain.
Mendapati
hal tersebut, ibok tidak langsung marah. Pada saat di tempat kejadian ibok
menjelaskan dengan baik bahwa mainannya harus digunakan bergantian. Ada
pembagian waktu penggunaan yang seimbang yang diusulkannya. Dengan begitu
Kirana mau meminjamkan. Tidak sampai di situ, mengajari anak memang tidak hanya
sekali dua kali. Jangan harap mereka akan langsung mengerti apa yang kita mau.
Menanamkan pengertian kepada anak harus dilakukan berulang-ulang agar anak akan
semakin memahami dan menerapkannya. Malam harinya, ibok mengajak Kirana
berbicara empat mata. Dijelaskan kepada Kirana jika temannya tidak dipinjami
mainan, temannya akan sedih dan tidak nyaman dengan Kirana. Begitulah, ibok
selalu menggunakan kalimat-kalimat sederhana yang dimengerti seusia Kirana.
Seminggu
setelah lebaran kemarin juga sempat heboh di instagram dan beberapa portal
berita tentang sikap Kirana yang mulai berubah. Kirana menjadi tidak ramah
kepada followers-nya yang berdatangan
ke rumahnya di Duri, Riau. Saat diajak foto, Kirana juga menolak dengan
mengatakan, “No! Kirana nggak suka difoto.” Hal ini membuat ibok cemas dengan
psikologis anaknya. Karena itu ibok meminta untuk followers sementara waktu tidak berkunjung terlebih dahulu. Dalam
postingannya, ibok juga meminta maaf kepada semua followers dan berharap maklum terhadap sikap anaknya yang mungkin shock dengan kedatangan banyak orang.
Menurutku
ini keputusan yang bijak sekali dalam memahami perubahan anaknya. Tidak
serta-merta perubahan buruk pada anak itu karena kenakalannya, tapi bisa jadi
penyebabnya berasal dari kita—orang dewasa—yang masih sulit memahaminya.
Menjadi
seorang ibu itu bukan tentang bagaimana terlihat hebat di depan orang lain,
tapi bagaimana kita membangun cinta dengan anak saat menemaninya berproses :))
Itu
masih hanya sebagian kecil cerita tentang Kirana, jika ada kesempatan aku akan
menuliskan beberapa cerita lagi tentangnya. Tapi akan lebih baik kalau kalian
membaca kisahnya sendiri. :))
6 komentar
Saya jadi penasaran dengan kisahnya. Harus punya bukunya neh.
BalasHapusCoba beli deh, Mbak. Bagus kok :D
Hapuskadang sebagai ibu saya juga cemas ketika anak berlaku tidak baik, tapi balik lagi ke orang dewasa sekitarnya yang harus mengerti dan orang tua memberi pengertian kepada mereka. Salaut sama ibok nya Kirana
BalasHapusIya, Mbak. Kita yg harus pelan2 mengajarinya :)
HapusMenarik ya mba, tfs^^ jadi pengen baca hehe
BalasHapusIya Mbak. Bagus memang :D
Hapus