Sudut Pandang Pernikahan: Privasi Rumah Tangga

by - 23.42

"Apa yang harus kutanyakan ke dia, Mbak?" tanyaku suatu ketika ke seorang teman. Ada sebuah hal penting yang kami bicarakan sekitar sebulanan yang lalu.

"Tanya aja masalah foto, kan kamu tidak suka laki-laki yang mudah mengunggah foto di media sosial. Atau sebatas mana dia menjaga privasi rumah tangganya." 

"Sebenarnya masalah foto itu sepele, ya."

"Tapi bisa jadi besar kalau dari awal tidak ada kesepakatan." 

-----------------------------------

Nggak tahu kenapa akhir-akhir ini sering tidur di atas pukul 12. Kalau malam sudah bosan mau baca buku atau nulis, biasanya lihat status WA teman-teman. Tidak semua, kupilih mana saja yang mau kulihat. Tapi jempolku memang sukanya penasaran, hati enggan tapi tetap di klik. Ada satu teman yang baru menikah tiga bulanan ini. Pengantin baru yang masih bau melati, wajar kalau masih senang-senangnya. Tapi apalah aku ini yang belum menyicipi manisnya suka uring-uringan sendiri melihat statusnya yang menurutku mengumbar rumah tangganya. Sudah ku mute, tapi jempolku dengan nakalnya ngeklik. Pasang foto berdua, masih oke. Sering pasang foto pergi dan kegiatan apa saja, oke deh masih nggak apa-apa. Setiap orang punya hak untuk membuat status tentang dirinya. Tapi malam ini dia mengunggah screenshoot chat mesranya dengan suami yang menurutku itu sangat privasi sekali. 

Ukuran privasi orang mungkin beda-beda, ya. Aku risih, lalu kupilih hapus nomornya. Teman ini hitungannya bukan teman dekat, kami sangat jarang chatting atau ada keperluan. Jadi kurasa, ini sebuah pilihan agar aku tidak banyak berprasangka atau berpenyakit hati setiap melihat postingannya. Kalau ada perlu sesuatu, aku tinggal mengambil nomornya di grup.

Ternyata benar juga kata temanku tadi, hal sepele bisa menjadi besar jika tidak sepemahaman. Andai saja aku dan suami kelak mengartikan privasi rumah tangga dengan berbeda, pasti akan ada debat-debat kecil di antara kami. Aku orang yang sangat enggan mengunggah foto diri dan kebersamaan privasi di status. Kalau masih urusan pekerjaan dan organisasi ya masih okelah kan foto bareng-bareng. Karena aku nggak punya alasan untuk mengunggah fotoku. Kalau sekadar cuma pengen karena fotonya bagus, biasanya kujadikan foto profil beberapa menit terus kuhapus lagi sebelum dilihat banyak orang. wkwkwkw unfaedah ya, memang hanya untuk menuruti keinginan sesaat saja. Atau kalau ingin mengunggah foto diri cukup untuk foto profil, bukan sepanjang hari diunggah di status.

Aku nggak tahu seberapa uring-uringannya aku kalau punya suami yang ngapain dikit bikin status. Ke sana sini, makan apa bareng, ngelakuin apa bareng, bikin status. Errrr. Tahukah kamu, Mas? Aku amat mencemburui jika perempuan-perempuan di luar sana mengagumimu karena postinganmu. Biar cukup aku saja yang tahu kelebihan dan kebaikanmu. 

Aku merasa rumah tangga seperti Mbak Iim Fahima dan Adhitia Sofyan, Ibuk Retno Hening dan Ayah Tatang, Ummu Balqis dan suami terlihat lebih elegan. Mereka tidak bermudah-mudahan mengumbar rumah tangganya. Karena harusnya sebelum mengunggah apa-apa, kita tanya dulu ke diri kita, tujuannya apa? 

Aku kadang juga mikir, gimana rasanya jadi pengantin baru? Hmm 

Aku takut kelewat senang sampai akhirnya aku juga mudah mengumbar di media sosial. Aku nanti pengen bilang ke suami, "Mas, ingatkan aku kalau mengumbar rumah tangga berlebihan, ini karena aku kelewat bahagia sudah bersanding denganmu." Oke, skip. Wkwkwk

Aku nggak tahu ini konyol atau engga, penting atau engga. Tapi kalau mau seleksi calon aku mau tanya seperti apa kata temanku di atas. Kalau toh ternyata aku berjodohkan dengan orang yang suka mengumbar, semoga hatinya dilembutkan untuk mendengarkan aku setiap mengingatkannya. 

You May Also Like

4 komentar

  1. Boleh banget soal ini dibikin kesepakatannya sebelum nikan.. dan hal-hal lain yang kepikiran perlu dibuat kesepakatannya.. sedini mungkin sebelum nikah diperjelas :D

    BalasHapus
  2. Harus ada komunikasi, aku setuju kalau tidak semua privasi keluarga di umbar di medsos. Tapi soal suka posting atau update status berupa tulisan itu kan dari sudut pandang bukan realita kehidupannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau tulisan ya gapapa, tapi tergantung juga yang ditulis tentang apa. Kalau yang ditulis aib pasangan kan juga gaboleh :D

      Hapus