Menjamu Tamu

by - 09.33

Source: Hipwee.com

Dulu aku paling tidak suka kalau ada orang laporan dibaca pada whatsapp dimatikan. Menurutku seperti membohongi orang-orang, padahal sudah dibaca tapi kelihatan belum. Ternyata sekarang aku kemakan pikiran sendiri. Lagi merasa ingin sendiri, tidak ingin balas pesan yang cuma haha hihi karena terlalu membuang energi dan pikiran. Iiish alay kali aku ini ya. Padahal balas chat cuma ngetik pake jempol, nggak sampai bikin lari-lari muterin sekompleks. Kalau aku secara pribadi sih, balas chat juga kadang nggak mood. Introvert macam aku ini moodnya naik turun, kadang ingin sendiri, tidak ingin ada siapa-siapa. Tandanya suka uring-uringan sama orang, males diajak ngobrolin apapun, ada rasa sebel pengen buang hp tapi sayang. Pengen sembunyi nggak bakal ada yang nemuin aku. Kalo seperti itu udah deh gak perlu dilanjutin untuk ngobrol sama orang sekalipun itu di dunia maya. Daripada yang ngobrol sama aku kena semprot mulu. 

Sejujurnya aku ini orang yang hatinya senstitif, mudah kasian iya, mudah marah juga iya. Nggak enak. Sering banget uring-uringan sama orang, padahal kesalahan orangnya juga nggak parah-parah amat. Tapi, ngamuknya sampai buang-buang energi. Setelah puas marah, menjauh dari orang tersebut lalu nyesel-nyesel sendiri. Sering tuh aku yang marah, aku juga yang minta maaf. Pas pikiran sudah dingin bisa mikir, nanti kalo aku marah di tengah-tengah aku nggak tahu tiba-tiba aja "berpulang" belum sempet minta maaf, atau orang yang kumarahi "berpulang" duluan aku bakal dihantui rasa bersalah. Tapi, ya tetep aja diulangi lagi marah sama orang. Dasar aku emang. 

Temanku pernah bilang, "Coba deh kamu catat keburukan orang yang kamu marahi, kalau belum ada seribu berarti dia masih baik. Atau coba bandingkan kebaikan dan keburukannya banyakan mana. Kenapa sih kita itu sukanya mencari keburukan saudara sendiri."

Dengar kalimatnya berasa ada pisau yang masuk jantung. Jleb gitu. Menohok untuk orang macam aku yang rasanya sulit sekali untuk memandang dari sudut pandang positif. Kenapa satu kesalahan saja mengaburkan berbagai macam kebaikan orang-orang. Padahal aku sendiri juga sering membuat kesalahan, tapi orang-orang tetap baik dengan pemaklumannya. 

Aku pernah takut ketika marah omonganku tidak terkontrol, lalu di ujung sana entah kapan ada orang terisak-isak karena mengingat omonganku. Ngeri, kan. Betapa mengalir dosa yang aku lakukan. Sakit hati itu membuat orang nggak nyenyak tidur kepikiran. Betapa hidupku menyedihkan, nggak bisa bikin bahagia orang, tapi malah bikin sakit nggak ketulungan. Memori orang terus bekerja merekam segala kejadian. Bukan bukti cctv yang bisa dicuri terus hilang jejak rekamannya. Rekaman otak manusia akan abadi pokok dia nggak pikun aja pada masa tuanya. Gimana kalau aku dikenang dengan sesuatu yang buruk. Dasar aku emang. Kalau lagi waras bisa berpikir seperti ini, tapi tetep aja nanti marah-marah sendiri. Masih labil belum bisa ngontrol emosi. Padahal aku sendiri juga nggak suka lihat orang marah, bikin hati nggak bisa adem. 

Aku sering mikir kenapa sih si A nggak bisa jadi orang yang baik, si B nggak bisa jadi orang yg ngomongnya alus, si C nggak bisa jadi orang yang enak diajak ngobrol. Lalu pikiran itu balik lagi ke diriku sendiri, "Emang kamu juga udah jadi yang terbaik untuk mereka? Atau jangan-jangan kamu malah nggak ngasih yang terbaik buat mereka." 

Orang-orang di hidup kita itu ibarat tamu. Memperlakukan mereka selama di hidupku sama saja dengan menjamu tamu. Kusuguhi dengan perilaku yang seperti apa semasa bersamaku. Lalu ketika mereka jatah di hidupku sudah habis lalu pergi, maka mereka akan membawa kesan tersendiri dari aku. Ada tamu yang begitu senang pada jamuanku, puas, dan rasanya paling berkesan di antara orang yang lain. Tapi ada juga yang sampai dia menyesali kenapa bertamu kepadaku, karena aku tidak memperlakukannya dengan baik. 

Padahal kita itu tidak pernah tahu pertemuan mana yang akan menjadi terakhir, pesan mana yang terakhir dikirim seseorang, atau hal apa yang terakhir dilakukan bersama-sama. Seandainya kita sama-sama tahu, pasti aku akan melakukan yang terbaik pada pertemuan itu. Tapi sayangnya, hidup itu bukan seperti matematika yang kepastiannya bisa kita ketahui. Hidup itu juga bukan keadaan keuangan yang masih bisa diprediksi meskipun kadang ada hal mendadak. Hidup itu seperti kotak rahasia yang penuh tebakan, tugas kita bukan menebak-nebak isinya, tapi menjalani dan siap-siap pada apapun yang terjadi.

Maka, atas ketidaktahuan itu jalani setiap hal dengan siapapun itu dengan sebaik-baiknya. Nulis ini berasa lagi ngomong sama diri sendiri. Kita tidak pernah tahu orang yang mana yang akan tetap tinggal sampai ke depan atau orang mana yang akan berhenti pada persimpangan. 

You May Also Like

2 komentar

  1. Hahahaha aku juga suka sebel kalau WA cuma centang dua berwarna abu2, bukan biru. Kayak pura2 belum baca pesan aja ya, padahal udah. Settingan kayak gitu seperti kehidupan aja. Terkadang happy kalau ada tamu tiba2 datang. Tapi kadang kepengen dia janjian dulu sama kita biar ada persiapan makanan dan penampilan yang menarik :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaya, kan ndak lucu ada tamu tapi belum mandi dan masih dasteran. Wkwk

      Hapus