(Katanya sih) Quarter Life Crisis

by - 21.44

Hasil gambar untuk gambar quarter life crisis
Source: Medium.com

Akhir-akhir ini aku dirundung kebingungan, galau, jenuh, dan cemas entah pada hal apa. Meski terlihat dari luarnya biasa-biasa saja, sebenarnya aku sedang menutupi perasaanku. Bingung ingin menceritakan tentang apa ke orang lain, daripada terlihat murung tapi nggak bisa cerita yang akhirnya malah membuat orang-orang kebingungan, berpura-pura baik-baik saja adalah hal yang tepat dilakukan menurutku.

Sampai aku pernah googling dan tanya ke seorang teman buku judul apa yang membahas Quarter Life Crisis. Ada yang belum tahu apa itu QLC?

Jadi, QLC adalah kecemasan atas arah dan kualitas hidup seseorang yang dialami dalam periode mulai dari usia dua puluhan seseorang hingga pertengahan tiga puluhan. (Wikipedia)

Aku pikir perasaan yang bercampur-campur pada diriku ini terjadi wajar pada orang-orang seusiaku. Masalah krisis ini memang sudah kudengar sejak lama. Aku merasakan gejala QLC, dimana aku merasa takut dengan arah hidupku. Aku merasa dengan bekerja saat ini apakah aku tetap bisa menebar kebermanfaatan untuk orang-orang, apakah menjadi bermanfaat itu harus masuk pada sebuah organisasi atau komunitas? Mengingat di kota perantauanku saat ini aku masih belum menemukan jaringan untuk bisa bergabung pada sebuah perkumpulan. Lantas, hanya segelintir orang yang aku kenal di tempat ini, bagaimana caraku membuat jaringan? Benar-benar aku belajar semuanya dari awal.


Dulu ketika aku di Jember, semuanya terasa enak kujalani. Karena aku mempunyai teman, bisa ke sini ke situ, gabung di acara ini itu, selalu ada saja. Tapi sekarang, harus berusaha keras sendiri. Atau aku masih pada masa adaptasi dari dunia kampus ke dunia kerja. Teman-teman kosku mereka juga seperti itu, kerja-kos-kerja-kos, sesekali pun main mungkin nonton, ngemall, atau yah have fun ke tempat-tempat terdekat. Sedangkan aku, nggak cukup dengan hanya seperti itu. Aku merasakan selama bekerja ini kurang menemukan esensi hidupku. Semuanya berubah. Seakan aku merasa hidupku hanya tentang diriku sendiri, padahal aku ingin sekali menambah kebermanfaatan diriku. Tapi nyatanya, aku merasa belum melakukan apa-apa.

Setahun terakhir ini aku suka dengan hal-hal yang bertema self improvement. Aku follow Kak Novie, seseorang yang sedang menempuh magister psikologi dan merangkul para perempuan dengan membuat program Sister of Deen. Program itu mengirimi surat kepada perempuan yang sudah mendaftarkan emailnya. Beliau juga membuat program baru bernama heal yourself. Atau ada juga Kurniawan Gunadi suami dari Mbak Aji Nurafifah (Mbak Apik), Choqy dari Bandung, mereka adalah penulis buku yang sering membuat konten mengenai self improvement di IG. Aku sadar selama ini aku ingin menjadi penulis, kadang aku merutuki diri sendiri kenapa aku belum bisa menjadi penulis seperti mereka yang bisa merangkul banyak orang, dan menebar kebermanfaatan di penjuru media sosial.

Hari Minggu kemarin penerbitan Langitlangit yang dimiliki oleh Kurniawan Gunadi mengadakan career class. Setelah itu mereka melakukan Live di IG berbincang mengenai pekerja lepas dan pekerja kantoran. Di Live itu Mas Gun—panggilan akrab Kurniawan Gunadi—menjelaskan sebelum menjadi penulis dengan banyak karya dan dibaca banyak orang seperti saat ini, dia mengawali menulis dari bertahun-tahun lalu sampai sekarang rajin membuat konten. Kita bisa mikir, enak kali ya penulis sudah terkenal, bukunya cetak berulang kali, punya banyak fans. Padahal dibalik itu semua ada usaha yang lebih keras yang dia lakukan dibanding kita. Ada kejenuhan yang dia lawan dan ada macam-macam upaya yang dia cari agar idenya selalu mengalir untuk tetap bekarya. Sedangkan aku, selama ini nulis dan ngeblog cuma untuk seneng-seneng. Pernah belajar tapi nggak diseriusi, nyerah gitu aja, upayaku masih setengah-setengah. Semangatku tak kujaga sehingga naik-turun.

Temannya Mas Gun yang mengisi materi career class ini bernama Mbak Alia. Beliau seorang konsultan. Beliau bilang ada banyak orang yang saat ini tidak menikmati pekerjaannya, karena kemungkinan mengambil segala peluang yang ada. Tidak memetakan potensi dirinya untuk berkarir. Aku berpikir, apakah aku adalah salah satu orang yang dimaksud. Apa itu penyebabnya aku mengalami QLC, karena tidak mempersiapkan diriku jauh sebelum aku lulus kuliah.

Yang aku bisa saat ini adalah menikmati segala yang Allah beri. Ada banyak orang yang mungkin sedang berjuang mendapat pekerjaan, tapi tak kunjung diterima. Ada banyak orang yang pusing memikirkan skripsinya tak kunjung selesai padahal semester semakin menua. Pikiran-pikiran itulah yang membuat aku kembali belajar untuk mensyukuri dulu segalanya. Dan, aku masih berjalan mencari jawaban tentang hidupku dan apa langkahku selanjutnya.


You May Also Like

2 komentar

  1. Memang QLC ini jadi gejala yang lumrah untuk usia dewasa muda, cuma kesuksesan kita mengatasi krisis itu juga berkaitan dengan manajemen diri sendiri. Terus percaya saja, kalau Allah pasti punya rencana yang terbaik untuk kita. Kita tinggal melakukan segala sesuatu dengan usaha terbaik dan niat yang ikhlas. Bukannya menggurui, tapi saya juga berada di rentang usia QLC, hhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sarannya. Ternyata aku nggak sendiri menghadapi QLC hehee.

      Hapus