Terima Kasih

by - 20.56

Jujur, sebenarnya malam ini aku sedang tidak bersemangat menulis. Karena sengaja aku tidak tidur siang, hasilnya kepala pening dan ngantuk tak tertahankan sampai detik aku menulis ini. Inginnya tidur, tapi tangan masih saja menjamah buku dan ponsel.

Maunya tidur, tapi masih ada serasa hutang ketika aku tidak memposting apa-apa hari ini. Okelah, aku menulis sekadarnya saja hari ini. Setidaknya, aku menepati janji pada blog ini kalau akan ke sini setiap hari membawa cerita.

Sore tadi, aku sempat blog walking ke salah satu teman. Beliau menuliskan untuk mencegah block writer yaitu dengan menyugesti diri sendiri bahwa setiap hari ada orang yang menunggu tulisan kita. Jika menempatkan diri kita pada posisi orang yang menunggu tersebut, tentu kita akan merasa sebal apabila tulisan atau postingan baru tak kunjung dijumpai. Tentu kalau kita merasa ditunggu, pasti akan semakin semangat menulisnya.


Ya, ada tidaknya pembaca pada blog kita memang mempengaruhi semangat menulis pemilik blog. Sekitar tiga hari lalu, aku tanpa sengaja melihat foto screenshoot tulisanku di blog ini di upload oleh seorang teman di instagram. Aku amat mengenali font tulisan di foto itu, bahkan kalimat yang kutulis sendiri. Kulihat captionnya menuliskan url blogku. Sekian detik aku tertegun. Lalu segera aku mengirim Direct Message kepada dia. Kutanya, bagaimana bisa tahu alamat blogku? Lalu dia hanya menjawab dengan candaan dan aku pun tak ingin bertanya lebih lanjut.



Hal yang membuat aku bertanya-tanya adalah dia bukan seorang yang menyukai buku, apalagi membaca. Dia bukan teman dunia maya yang kukenal karena sama suka dengan dunia menulis. Bahkan, kulihat dalam dirinya tidak ada rasa menyukai literasi. Ah, apa aku ini yang sok tau? -_-

Entah, aku tidak tahu apa motivasinya tiba-tiba secara diam-diam berkunjung ke blogku. Dan aku baru ingat, mudah saja mendapat url blogku. Bagaimana tidak? Aku memampangnya jelas di bio instagramku.

Aku jadi ingat percakapanku dengan seorang teman saat bertemu di perpustakaan. Saat itu kita mengobrol panjang lebar kali tinggi seperti volume balok. Dia bilang ingin bisa menulis sepertiku. Bukannya senang, tapi aku malu setengah mati. Aku ini apa? Hanya serbuk bunga tebu yang berhamburan diterbangkan angin. Menulis bermodalkan feel dan mood apa yang bisa dibanggakan coba? Dan parahnya, dia juga bilang ternyata ada seorang cowok yang mengaku kepadanya ternyata dia juga sering membaca blogku tanpa pernah memberi komentar atau pun melukiskan jempol di tautan yang aku sebar di facebook. Ohh, rasanya aku ingin lari saat itu juga.

Selama ini saat aku membagikan tautan di facebook, sepi sekali komentar atau pun yang menyukai. Aku hanya mengira, aku ini seorang pemula. Beda dengan Fahd Pahdepie, Ahimsa, Azhar N.A, atau penulis kece lainnya yang sepersekian detik saja memposting tulisan sudah ratusan komentar dan like berbondong-bondong mampir. Aku tidak berekspetasi seperti itu. Karena aku sadar, aku ini masih newbie.

Ada hal lain yang membuatku lebih bersemangat untuk menulis. Bukan pujian, like, atau pun tawaran job seperti blogger lain. Sebuah nilai kemanusiaan yang membuat aku terharu dan tak henti-hentinya mengagumi Allah yang begitu rapi menyimpan skenario.

Percayalah, di setiap rezeki atau bagian dari hidupmu ada bagian milik orang lain yang dititipkan oleh Allah.

Jadi ceritanya begini, seminggu lalu aku menulis cerpen tentang Mbah Tosi--seorang nenek yang pernah menjadi penerima manfaat di organisasi sosialku. Sebenarnya aku tidak punya pikiran atau tujuan apa-apa saat menulisnya. Aku teringat beliau pun secara tiba-tiba dan langsung aku jadikan tulisan. Setelah itu, aku bagikan link itu di Line (hal yang jarang sekali aku lakukan, entah saat itu tiba-tiba aku ingin membagikannya lewat line). Ada adik kos yang bertanya Mbah Tosi itu siapa bla bla bla dan terjadilah obrolan kecil di postinganku di line.

Aku juga tidak tahu apa motivasi adik kosku itu sampai follow Instagramku saat itu juga lalu menelusuri foto-fotoku sampai tengah dan dia menemukan foto seorang adik bernama Rizky yang mempunyai polio sejak lahir.

Aku tidak menyangka, postingan foto adik Rizky yang mengendap sebulan di instagramku tanpa komentar itu menjadi sebuah pintu rezeki untuk Rizky. Adik kosku tersebut meminta alamatnya dan mendatangi. Dia mengunggah keadaan Rizky di media sosial. Banyak donasi berdatangan, bahkan Rizky dibuatkan rumah oleh lembaga pendidikan militer di Jember. Menyebarnya info tentang Rizky juga sempat mengundang perhatian wartawan untuk meliput dan mengekspos tentang keadaannya.

Gaeeees, rasanya aku meleleh banget. Ingin rasanya aku menangis haru. Nggak. Ini bukan karena aku merasa bangga karena postinganku Rizky bisa mendapat rezeki sebanyak itu. Itu semua bukan karena aku. Tapi 'tangan' Allah yang begitu rapi menyusun rencana seindah itu untuk Rizky. Tanpa kehendakNya, aku tidak akan pernah mengunggah foto Rizky sehingga berbuntut hal semacam ini.

Itulah yang membuat motivasiku menulis semakin kuat. Aku semakin ingin mempublikasikan tentang mereka yang termarjinalkan. Meski aku tidak punya cukup materi untuk berbagi, setidaknya aku bisa membuka jalan untuk orang yang ingin berbagi. Tentu semua ini atas izin-Nya.

Bukan sok ngartis atau sok famous, aku cuma ingin bilang terima kasih untuk yang sering diam-diam main ke sini. Mungkin ada sesuatu yang bermanfaat ambil saja, siapa tahu bisa mengalirkan pahala untuk pemilik blog ini *eh :D. Kalau memang ada sesuatu yang tidak baik, aku akan bersenang hati untuk menerima kritik. Meski tidak meninggalkan jejak, setidaknya aku tahu ternyata masih ada yang mampir. Meski tidak setiap hari, tapi aku akan selalu merasa ditunggu. Semangat berbagi :))

You May Also Like

2 komentar

  1. Ya Alloh, lewat sebuah tulisan bisa menjadi jalan bagi yang lain ya..

    Ayuk semangat menulis (lagi)

    BalasHapus