Sepucuk Surat Merah Hati (6)

by - 02.00

Aku duduk di posisi paling tengah. Kuedarkan pandangan pada seisi kelas, tak kutemui wajah kuning langsat Ayu kali ini. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lebih lima menit. Berarti sudah lima menit dosen terlambat. Tetapi Ayu belum juga datang.

“Ayu kemana, Sa?” Aku menengok Alsa yang ada di belakang.

“Mungkin sedang sibuk menyiapkan pernikahan,” selorohnya.

“Mungkin juga,” batinku. Aku hanya tersenyum mendengar jawabannya, lalu mengalihkan pandangan lagi ke depan.

“Han.” Kurasakan ada yang memegang pundakku.

“Iya.” Aku menoleh ke belakang.

“Kau datang di pernikahan Ayu?” Wajah Alsa menyiratkan ekspresi sendu. Keningku berkerut mendengar pertanyaannya.


“Ya haruslah. Ada apa?” Alsa hanya menggeleng dan tersenyum tipis. Liana yang ada di sampingnya juga memandang dengan tatapan yang tak bisa kuartikan.

Tatapan mereka seperti iba. Apa yang terjadi denganku? Apa mereka tidak tahu bahwa aku masuk ke kelas ini dengan perasaan riang karena tadi pagi baru selesai melepas kerinduan?

Aku mengabaikan mereka, lalu mengirimkan pesan singkat ke whatsapp Ayu, “Ayu tidak kuliah?”

Sudah hampir tiga puluh menit aku duduk di kelas. Hanya ada suara gaduh teman-teman. Kontrak kuliah yang disepakati dengan dosen diawal pertemuan, jika dosen tidak datang lebih dari lima belas menit, maka tidak ada kuliah di hari itu.

Kulihat sudah banyak anak yang keluar, aku juga memutuskan melangkah mengikuti mereka.

Ayu belum membalas pesanku. Aku rindu dengan gadis berhidung kecil itu. Padahal biasanya dia yang sering cerewet mengajakku membicarakan banyak hal saat dosen tak datang sampai kelas sepi tinggal kita berdua. 

Dia selalu memaksaku mengenakkan earphone dan menghafal lirik lagu-lagu baru. Dia bilang, agar aku bisa diajak duet dengannya.

Aku selalu tak punya alasan untuk menolak permintaannya. Mencoreti tangan dan buku catatanku dengan gambaran-gambaran tak jelas. Bahkan, dia sering menggambar cincin di jari manisku. Agar aku cepat menikah katanya.

Semua tingkahnya begitu konyol dan seperti candu yang selalu membuatku merindu.

Kakiku melangkah menuju bangunan depan fakultas. Kulihat ada gadis berambut panjang terurai dengan menenteng map merah di tangan kanannya. Aku sangat mengenal dari cara berjalannya.

Aku berjalan cepat ke arahnya. “Ayu.” Tanganku menggapai pundaknya. Dia menoleh sesaat lalu membuang tanganku kasar dan berlari menjauh. Aku tertegun melihat sikap anehnya.

To be continued!

You May Also Like

5 komentar