Kapan Aku Bisa Percaya Lagi?
Pixabay.com |
Beberapa hari
lalu ada seseorang yang bertanya kepadaku, “Kapan nikah?” kupikir dia bercanda
atau hanya sekadar basa-basi. Lalu aku menjawab, “Cariin jodoh dong!” Dia
tertawa. “Nunggu apa?” tanyanya lagi. Kali ini ada nada mendalam dari
ucapannya. Aku merasa pertanyaannya memang serius ditujukan kepadaku bukan
hanya sekadar basa-basi untuk meledek.
“Aku belum
percaya dengan laki-laki,” jawabku dengan suara berat.
“Kenapa? Pernah
disakiti?” tanyanya mengimbangi nada seriusku.
“Iya,” suaraku
masih memberat.
“Yakin kamu nggak
percaya kalau ada laki-laki yang nggak akan menyakiti kamu?”
“Percaya, kok.
Bapakku kan yang kamu maksud?” Dia tertawa renyah ketika aku tahu maksud arah
pembicaraannya kemana.
“Minta petunjuk
sama Allah,” katanya.
“Selalu,” jawabku
sekenanya.
Sebenarnya lebih
tepatnya bukan aku anti kepada laki-laki. Bukan aku menyamaratakan semua
laki-laki adalah orang yang tidak baik. Lebih tepatnya adalah aku belum percaya
untuk menuju jenjang pernikahan. Kalian tahu kan, untuk menuju fase itu
bukanlah hal yang main-main. Butuh pemikiran dan pertimbangan yang panjang dan
kompleks untuk menentukan siapa orang yang kita terima atau pilih menjadi
pendamping hidup. Tentu semua orang menginginkan untuk menikah hanya sekali
seumur hidup.
Aku melihat
teman-temanku yang sudah menikah, bahkan mempunyai anak. Kadang, aku heran
bagaimana mereka bisa secepat itu percaya untuk memilih pasangannya menjadi
pelabuhan terakhir. Mungkin aku yang melihat hidup mereka dari luar tanpa
melihat proses panjang mereka seperti apa.
Kadang, aku
mempunyai ketakutan. Apabila ada laki-laki datang ke kehidupanku, rasanya
sampai sekarang belum ada yang bisa membuatku percaya. Ada banyak keraguan dan
ketakutan menghampiri.
Kalau kalian
menjadi aku, apakah kalian juga akan sama sepertiku?
Bagaimana aku
bisa percaya kepada laki-laki jika orang yang pernah mencintai aku begitu dalam
dan melakukan perhatian besar kepadaku adalah orang yang begitu tega
meninggalkan luka. Bagiku, ketika laki-laki sudah memutuskan untuk membawa
perempuan ke rumahnya—mengenalkan kepada orangtuanya serta menemui kedua
orangtua si perempuan bagiku itu adalah langkah awal dari sebuah niatan
keseriusan. Nyatanya, bagi sebagian laki-laki itu adalah hal ringan yang
dilakukan kepada perempuan mana pun sesukanya. Kenapa aku bisa bilang begitu? Karena
pernah ada laki-laki dalam hidupku yang mengenalkan dua perempuan sekaligus
kepada orangtuanya tanpa diketahui dua perempuan ini. Menurut kalian apakah hal
ini tidak gila? Aku bertanya-tanya, apakah orangtuanya tidak curiga kenapa ada
perempuan berbeda yang pernah dikenalkan anaknya? Seharusnya sebagai orangtua
bukankah mereka harusnya mempertanyakan itu kepada anaknya.
Bagaimana perasaan
kalian jika ada laki-laki sudah akrab dengan orangtua kalian, seolah dia lah
menantu paling cocok. Nyatanya, di rumah lain dia juga sedang membangun
komunikasi dengan keluarga perempuan keduanya. Betapa aku tidak terpukul dengan
ini semua.
Lalu ada lagi
sebuah cerita, dimana ketika aku sudah dilamar oleh laki-laki bersama kedua
orangtuanya. Lalu beberapa waktu kemudian aku mendapat kabar dari laki-laki itu
bahwa ibunya tak menyetujui aku menjadi menantunya. Bagaimana bisa ini terjadi?
Dulu dia yang datang sendiri ke rumah untuk mengikatkanku pada sebuah hubungan.
Setelah perasaanku mendalam, mereka dengan seenaknya mencabut akar perasaanku yang
sudah menunggang jauh ke dalam tanah hatiku. Dan yang paling mencengangkan
adalah ketika ibunya sendiri menyuruh anaknya untuk segera melamar wanita lain
di waktu bersamaan ketika mengungkapkan pembatalan lamarannya denganku. Bu, rasanya ingin sekali aku bertanya
kepadamu, bukankah kau dan anak keduamu juga perempuan yang mempunyai perasaan?
Sekarang aku
sudah sembuh dari luka-lukaku. Aku sudah mampu berdiri dengan kakiku sendiri
tanpa harus ada bayang-bayang dari masa lalu. Tapi, mengumpulkan kepercayaan
yang lama dipatahkan berulang kali ini masih belum bisa kuselesaikan. Rasanya sulit
sekali membedakan mana yang benar tulus dan hanya modus. Mana yang memilihku
karena benar tumbuh rasa cintanya, bukan hanya karena nafsu yang menggebu-gebu
belaka.
Makanya sekarang
ketika ada laki-laki menyuguhkan perhatian, aku sering berpikir, “Alah, paling
juga perhatiannya ke perempuan lain juga.” Aku menjadi tak lagi percaya dengan sikap
manis laki-laki. Cuma satu yang bisa membuatku percaya, minta aku ke Bapakku!
Aku percaya
laki-laki yang serius pasti tak akan membiarkan perempuannya pada bayang-bayang
ketidakpastian. Mengajak jalan ke sana-sini hanya untuk menepis kesepian. Memberikan
perhatian padahal itu hanyalah kesemuan. Aku jengah dengan hal-hal semacam ini.
Aku lelah jika berulang kali didatangi tapi pergi lagi dengan meninggalkan
luka. Lebih baik jika tidak ada niatan serius, jangan pernah datang. Jangan pernah
memberi harapan.
Rasanya ingin
sekali aku memakai toa yang suaranya bisa ke seluruh penjuru dunia dan bilang
seperti ini, “Mas, kalau sudah siap
segera datang ke rumah!” Dia yang ditakdirkan jodoh denganku, sefrekuensi
denganku, tanpa bertanya itu suara siapa pasti sudah mengenali bahwa itu adalah
suaraku, orang yang selama ini dicari dan diperjuangkannya. Dan aku, orang yang
selalu mendoakan dan menantimu.
0 komentar