Kapan Aku Bisa Percaya Lagi?

by - 20.17

Pixabay.com

Beberapa hari lalu ada seseorang yang bertanya kepadaku, “Kapan nikah?” kupikir dia bercanda atau hanya sekadar basa-basi. Lalu aku menjawab, “Cariin jodoh dong!” Dia tertawa. “Nunggu apa?” tanyanya lagi. Kali ini ada nada mendalam dari ucapannya. Aku merasa pertanyaannya memang serius ditujukan kepadaku bukan hanya sekadar basa-basi untuk meledek.

“Aku belum percaya dengan laki-laki,” jawabku dengan suara berat.

“Kenapa? Pernah disakiti?” tanyanya mengimbangi nada seriusku.

“Iya,” suaraku masih memberat.

“Yakin kamu nggak percaya kalau ada laki-laki yang nggak akan menyakiti kamu?”

“Percaya, kok. Bapakku kan yang kamu maksud?” Dia tertawa renyah ketika aku tahu maksud arah pembicaraannya kemana.

“Minta petunjuk sama Allah,” katanya.

“Selalu,” jawabku sekenanya.


Sebenarnya lebih tepatnya bukan aku anti kepada laki-laki. Bukan aku menyamaratakan semua laki-laki adalah orang yang tidak baik. Lebih tepatnya adalah aku belum percaya untuk menuju jenjang pernikahan. Kalian tahu kan, untuk menuju fase itu bukanlah hal yang main-main. Butuh pemikiran dan pertimbangan yang panjang dan kompleks untuk menentukan siapa orang yang kita terima atau pilih menjadi pendamping hidup. Tentu semua orang menginginkan untuk menikah hanya sekali seumur hidup.

Aku melihat teman-temanku yang sudah menikah, bahkan mempunyai anak. Kadang, aku heran bagaimana mereka bisa secepat itu percaya untuk memilih pasangannya menjadi pelabuhan terakhir. Mungkin aku yang melihat hidup mereka dari luar tanpa melihat proses panjang mereka seperti apa.

Kadang, aku mempunyai ketakutan. Apabila ada laki-laki datang ke kehidupanku, rasanya sampai sekarang belum ada yang bisa membuatku percaya. Ada banyak keraguan dan ketakutan menghampiri.

Kalau kalian menjadi aku, apakah kalian juga akan sama sepertiku?

Bagaimana aku bisa percaya kepada laki-laki jika orang yang pernah mencintai aku begitu dalam dan melakukan perhatian besar kepadaku adalah orang yang begitu tega meninggalkan luka. Bagiku, ketika laki-laki sudah memutuskan untuk membawa perempuan ke rumahnya—mengenalkan kepada orangtuanya serta menemui kedua orangtua si perempuan bagiku itu adalah langkah awal dari sebuah niatan keseriusan. Nyatanya, bagi sebagian laki-laki itu adalah hal ringan yang dilakukan kepada perempuan mana pun sesukanya. Kenapa aku bisa bilang begitu? Karena pernah ada laki-laki dalam hidupku yang mengenalkan dua perempuan sekaligus kepada orangtuanya tanpa diketahui dua perempuan ini. Menurut kalian apakah hal ini tidak gila? Aku bertanya-tanya, apakah orangtuanya tidak curiga kenapa ada perempuan berbeda yang pernah dikenalkan anaknya? Seharusnya sebagai orangtua bukankah mereka harusnya mempertanyakan itu kepada anaknya.

Bagaimana perasaan kalian jika ada laki-laki sudah akrab dengan orangtua kalian, seolah dia lah menantu paling cocok. Nyatanya, di rumah lain dia juga sedang membangun komunikasi dengan keluarga perempuan keduanya. Betapa aku tidak terpukul dengan ini semua.

Lalu ada lagi sebuah cerita, dimana ketika aku sudah dilamar oleh laki-laki bersama kedua orangtuanya. Lalu beberapa waktu kemudian aku mendapat kabar dari laki-laki itu bahwa ibunya tak menyetujui aku menjadi menantunya. Bagaimana bisa ini terjadi? Dulu dia yang datang sendiri ke rumah untuk mengikatkanku pada sebuah hubungan. Setelah perasaanku mendalam, mereka dengan seenaknya mencabut akar perasaanku yang sudah menunggang jauh ke dalam tanah hatiku. Dan yang paling mencengangkan adalah ketika ibunya sendiri menyuruh anaknya untuk segera melamar wanita lain di waktu bersamaan ketika mengungkapkan pembatalan lamarannya denganku. Bu, rasanya ingin sekali aku bertanya kepadamu, bukankah kau dan anak keduamu juga perempuan yang mempunyai perasaan?

Sekarang aku sudah sembuh dari luka-lukaku. Aku sudah mampu berdiri dengan kakiku sendiri tanpa harus ada bayang-bayang dari masa lalu. Tapi, mengumpulkan kepercayaan yang lama dipatahkan berulang kali ini masih belum bisa kuselesaikan. Rasanya sulit sekali membedakan mana yang benar tulus dan hanya modus. Mana yang memilihku karena benar tumbuh rasa cintanya, bukan hanya karena nafsu yang menggebu-gebu belaka.

Makanya sekarang ketika ada laki-laki menyuguhkan perhatian, aku sering berpikir, “Alah, paling juga perhatiannya ke perempuan lain juga.” Aku menjadi tak lagi percaya dengan sikap manis laki-laki. Cuma satu yang bisa membuatku percaya, minta aku ke Bapakku!
Aku percaya laki-laki yang serius pasti tak akan membiarkan perempuannya pada bayang-bayang ketidakpastian. Mengajak jalan ke sana-sini hanya untuk menepis kesepian. Memberikan perhatian padahal itu hanyalah kesemuan. Aku jengah dengan hal-hal semacam ini. Aku lelah jika berulang kali didatangi tapi pergi lagi dengan meninggalkan luka. Lebih baik jika tidak ada niatan serius, jangan pernah datang. Jangan pernah memberi harapan.

Rasanya ingin sekali aku memakai toa yang suaranya bisa ke seluruh penjuru dunia dan bilang seperti ini, “Mas, kalau sudah siap segera datang ke rumah!” Dia yang ditakdirkan jodoh denganku, sefrekuensi denganku, tanpa bertanya itu suara siapa pasti sudah mengenali bahwa itu adalah suaraku, orang yang selama ini dicari dan diperjuangkannya. Dan aku, orang yang selalu mendoakan dan menantimu.


You May Also Like

0 komentar