Tragedi 22 Mei 2019 dan Media Sosial

by - 19.13

Baca judulnya pasti dikira aku akan membahas mengenai kekisruhan yang sedang terjadi. Memang iya, tapi bukan kisruh di Tanah Abang, melainkan kisruh pada pikiranku karena media sosial. Aku nggak akan berbicara politik di sini. Aku sangat tahu bahwa politik bukanlah kapabilitasku. Sehingga selama ini aku lebih memilih diam, hanya mendengar, membaca, dan mengamati saja dari sekelilingku. Bersuara hanya pada orang-orang yang tepat untuk kujadikan teman bicara, tidak ke sembarang orang agar tak jadi salah paham. Aku tidak ingin menjadi orang yang sok tahu.

Kecamuk dalam diriku diawali tadi sekitar pukul 11 siang. Aku memang orang yang rajin mengintip media sosial sembari mengerjakan tugas di tempat kerja. Sesekali tak hanya mengintip, tapi juga memposting sesuatu karena tiba-tiba ada ide yang mampir. Sayang kalau menguap begitu saja tak tertuliskan, apalagi aku ini orangnya pelupa. Jadi, aku sering menunda tugas kerjaan hanya untuk posting di media sosial. Tulisan-tulisan ringan yang tiba-tiba mampir di pikiran. Lalu siang tadi instagramku tak bisa di-refresh. Kupikir karena paketanku. Ternyata bukan, kucoba aplikasi yang lain bisa. Sampai aplikasi instagram ku uninstal berulang kali. Ponsel aku restart. Hasilnya tetap sama. Bahkan, beberapa jam kemudian aku juga mendapati whatsapp eror. Namun, youtube dan aplikasi lain tetap lancar jaya. Dua aplikasi ini memang sering down karena beberapa hal. Kucoba tanya ke beberapa orang yang ada di kantor, katanya media sosial mereka aman-aman saja. Lalu aku mempercayai bahwa ini ada kesalahan pada ponselku.


Ada resah yang tak berkesudahan. Sembari menyelesaikan pekerjaan, berulang kali aku mencoba untuk mengotak-ngatik ponsel. Hasilnya sama. Tak kunjung normal kembali. Tanganku gatal. Pikiranku berkeliaran kemana-mana. Seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Aku kelimpungan mencari cara agar bisa menggunakan media sosial seperti sediakala. Bekerja jadi tak tenang. Kepikiran. Lalu aku mendapat laporan dari beberapa orang bahwa ternyata media sosial milik mereka juga eror. Aku lega, oh bukan ponselku ternyata. Tapi pikiran tetap berkecamuk. Tak tenang jika hidup tanpa media sosial.

Setelah berbuka tadi aku menyempatkan diri untuk melihat status teman-teman di whatsapp. Padahal biasanya jarang sekali. Mereka juga menyuarakan erornya media sosial. Beramai-ramai menyarankan download VPN. Entah karena apa, tiba-tiba aku kepikiran untuk login akun facebook yang sudah lama tak kukunjungi. Pemandangan di sana juga sama. Meributkan masalah media sosial yang sedang eror karena peristiwa hari ini. Aku merasa lelah. Padahal aku tidak baru saja mengangkat batu bata atau beras berkarung-karung. Tapi rasanya aku ingin istirahat. Bukan raga, tapi jiwaku. Jiwa yang selama ini selalu berkeliaran di media sosial entah apa yang sebenarnya kucari, tapi menjenguk media sosial rasanya adalah sebuah rutinitas yang terasa kurang apabila terlewatkan.

Hari ini aku menyadari sesuatu, aku atau bahkan kalian semua sedang kebanjiran informasi. Sampai pusing rasanya melihat ini dan itu, membaca sini dan sana. Seolah bingung membedakan mana informasi sebenarnya dan mana yang hanya dibuat-buat. Otakku terlalu jengah untuk kuajak berpikir terlalu keras, melihat informasi yang terlalu banyak. Bahkan, ucapan-ucapan tak sehat di media sosial. Entah itu sumpah-serapah, makian, atau cacian. Mataku amat sakit membacanya. Jiwaku amat lelah dibuatnya. Kemana pun kita pergi, selalu ada campur masalah keributan ini. Aku tak menemukan kedamaian.

Aku menulis ini ditemani sebuah lagu lawas yang tadi sempat tak sengaja kudengarkan di salah satu akun orang. Liriknya kok bikin adem ya, aku dengar lagi. Coba baca liriknya, ya. Resapi. Semoga setelah ini ketenangan bisa menjalar ke pikiran kita.

Damai bersama-mu
Ku termenung di bawah mentari
di antara megahnya alam ini
menikmati indahnya kasih-Mu
kurasakan damainya hatiku
Sabda-Mu bagai air yang mengalir
basahi panas terik di hatiku
menerangi semua jalanku
kurasakan tenteramnya hatiku
Jangan biarkan damai ini pergi
jangan biarkan semuanya berlalu
hanya pada-Mu Tuhan
tempatku berteduh
dari semua kepalsuan dunia
Bila ku jauh dari diri-Mu
akan kutempuh semua perjalanan
agar selalu ada dekat-Mu
biar kurasakan lembutnya kasih-Mu

Di sisi lain aku juga merasakan ada yang tak sehat dalam diriku. Aku mulai menganggap bahwa media sosial adalah tempat kita hidup, tempat kita bersemayam. Padahal media sosial dan dunia ini sifatnya sama yaitu fana. Semakin dicari maka semakin tidak ada. Tempat sementara ketika kita lelah di dunia nyata. Bukan tempat memulangkan segala hal dari diri kita. Tapi entah kenapa, aku baru sadar, bahwa selama ini aku menganggap media sosial tempat segalanya. Tanpanya aku tak berarti apa-apa. Ada yang kosong. Rasanya aku ingin puasa media sosial. Aku ingin merasakan hidupku yang sebenarnya. Menikmati udara di dunia nyata tanpa embel-embel status dan like yang bertebaran.

Jangan salah paham, ya. Aku tidak sedang menyalahkan media sosial. Yang aku ributkan di sini adalah diriku sendiri. Diri yang belum bijak menggunakan waktunya. Aku memang sudah bisa menahan untuk tidak posting hal-hal semu di instagram, tapi nyatanya aku masih belum bisa menahan diri untuk bijak menengoknya. Aku belum bisa memasang alarm pada diriku untuk menggunakan media sosial seperlunya. Padahal sebenarnya dengan media sosial ada banyak informasi yang kita dapatkan. Ada banyak campaign berfaedah yang bisa kita ikuti. Cuma ya gitu, sebaik apa pun harus ada porsi penggunaannya. Harus ada batasnya. Karena ada banyak hal penting lain yang ada dalam hidup kita. Tidak hanya media sosial belaka. Ada banyak hal di dunia nyata yang perlu kita perhatikan dan lakukan. 

Aku merasa ingin menertawai diriku sendiri, kenapa baru beberapa jam saja tidak bisa mengakses media sosial aku sudah kelimpungan seperti ini. Padahal dalam urusan kerjaan aku hanya menggunakan beberapa persen saja dengan whatsapp. Jadi sebenarnya tidak ada alasan untuk aku menggunakan media sosial terlalu lama.

Aku sudah pernah melihat video beberapa orang yang sudah pernah mencoba untuk puasa media sosial. Hasilnya mereka lebih produktif dan pikiran mereka lebih fokus. Hidup mereka lebih tenang tanpa ada campur tangan kesemuan.

Semoga setelah ini kita bisa lebih bijak, ya. :)

You May Also Like

0 komentar