Tragedi 22 Mei 2019 dan Media Sosial
Baca judulnya
pasti dikira aku akan membahas mengenai kekisruhan yang sedang terjadi. Memang
iya, tapi bukan kisruh di Tanah Abang, melainkan kisruh pada pikiranku karena
media sosial. Aku nggak akan berbicara politik di sini. Aku sangat tahu bahwa
politik bukanlah kapabilitasku. Sehingga selama ini aku lebih memilih diam,
hanya mendengar, membaca, dan mengamati saja dari sekelilingku. Bersuara hanya
pada orang-orang yang tepat untuk kujadikan teman bicara, tidak ke sembarang
orang agar tak jadi salah paham. Aku tidak ingin menjadi orang yang sok tahu.
Kecamuk dalam
diriku diawali tadi sekitar pukul 11 siang. Aku memang orang yang rajin
mengintip media sosial sembari mengerjakan tugas di tempat kerja. Sesekali tak
hanya mengintip, tapi juga memposting sesuatu karena tiba-tiba ada ide yang
mampir. Sayang kalau menguap begitu saja tak tertuliskan, apalagi aku ini
orangnya pelupa. Jadi, aku sering menunda tugas kerjaan hanya untuk posting di
media sosial. Tulisan-tulisan ringan yang tiba-tiba mampir di pikiran. Lalu siang
tadi instagramku tak bisa di-refresh.
Kupikir karena paketanku. Ternyata bukan, kucoba aplikasi yang lain bisa. Sampai
aplikasi instagram ku uninstal
berulang kali. Ponsel aku restart. Hasilnya
tetap sama. Bahkan, beberapa jam kemudian aku juga mendapati whatsapp eror. Namun,
youtube dan aplikasi lain tetap lancar jaya. Dua aplikasi ini memang sering down karena beberapa hal. Kucoba tanya
ke beberapa orang yang ada di kantor, katanya media sosial mereka aman-aman
saja. Lalu aku mempercayai bahwa ini ada kesalahan pada ponselku.
Ada resah yang
tak berkesudahan. Sembari menyelesaikan pekerjaan, berulang kali aku mencoba
untuk mengotak-ngatik ponsel. Hasilnya sama. Tak kunjung normal kembali. Tanganku
gatal. Pikiranku berkeliaran kemana-mana. Seperti anak ayam yang kehilangan
induknya. Aku kelimpungan mencari cara agar bisa menggunakan media sosial
seperti sediakala. Bekerja jadi tak tenang. Kepikiran. Lalu aku mendapat
laporan dari beberapa orang bahwa ternyata media sosial milik mereka juga eror.
Aku lega, oh bukan ponselku ternyata.
Tapi pikiran tetap berkecamuk. Tak tenang jika hidup tanpa media sosial.
Setelah berbuka
tadi aku menyempatkan diri untuk melihat status teman-teman di whatsapp. Padahal
biasanya jarang sekali. Mereka juga menyuarakan erornya media sosial. Beramai-ramai
menyarankan download VPN. Entah karena apa, tiba-tiba aku kepikiran untuk login
akun facebook yang sudah lama tak kukunjungi. Pemandangan di sana juga sama. Meributkan
masalah media sosial yang sedang eror karena peristiwa hari ini. Aku merasa
lelah. Padahal aku tidak baru saja mengangkat batu bata atau beras
berkarung-karung. Tapi rasanya aku ingin istirahat. Bukan raga, tapi jiwaku. Jiwa
yang selama ini selalu berkeliaran di media sosial entah apa yang sebenarnya
kucari, tapi menjenguk media sosial rasanya adalah sebuah rutinitas yang terasa
kurang apabila terlewatkan.
Hari ini aku
menyadari sesuatu, aku atau bahkan kalian semua sedang kebanjiran informasi. Sampai
pusing rasanya melihat ini dan itu, membaca sini dan sana. Seolah bingung
membedakan mana informasi sebenarnya dan mana yang hanya dibuat-buat. Otakku terlalu
jengah untuk kuajak berpikir terlalu keras, melihat informasi yang terlalu
banyak. Bahkan, ucapan-ucapan tak sehat di media sosial. Entah itu
sumpah-serapah, makian, atau cacian. Mataku amat sakit membacanya. Jiwaku amat
lelah dibuatnya. Kemana pun kita pergi, selalu ada campur masalah keributan
ini. Aku tak menemukan kedamaian.
Aku menulis ini
ditemani sebuah lagu lawas yang tadi sempat tak sengaja kudengarkan di salah
satu akun orang. Liriknya kok bikin adem ya, aku dengar lagi. Coba baca
liriknya, ya. Resapi. Semoga setelah ini ketenangan bisa menjalar ke pikiran
kita.
Damai bersama-mu
Ku termenung di bawah mentari
di antara megahnya alam ini
menikmati indahnya kasih-Mu
kurasakan damainya hatiku
di antara megahnya alam ini
menikmati indahnya kasih-Mu
kurasakan damainya hatiku
Sabda-Mu bagai air yang mengalir
basahi panas terik di hatiku
menerangi semua jalanku
kurasakan tenteramnya hatiku
basahi panas terik di hatiku
menerangi semua jalanku
kurasakan tenteramnya hatiku
Jangan biarkan damai ini pergi
jangan biarkan semuanya berlalu
hanya pada-Mu Tuhan
tempatku berteduh
dari semua kepalsuan dunia
jangan biarkan semuanya berlalu
hanya pada-Mu Tuhan
tempatku berteduh
dari semua kepalsuan dunia
Bila ku jauh dari diri-Mu
akan kutempuh semua perjalanan
agar selalu ada dekat-Mu
biar kurasakan lembutnya kasih-Mu
akan kutempuh semua perjalanan
agar selalu ada dekat-Mu
biar kurasakan lembutnya kasih-Mu
Di sisi lain aku
juga merasakan ada yang tak sehat dalam diriku. Aku mulai menganggap bahwa
media sosial adalah tempat kita hidup, tempat kita bersemayam. Padahal media
sosial dan dunia ini sifatnya sama yaitu fana. Semakin dicari maka semakin
tidak ada. Tempat sementara ketika kita lelah di dunia nyata. Bukan tempat
memulangkan segala hal dari diri kita. Tapi entah kenapa, aku baru sadar, bahwa
selama ini aku menganggap media sosial tempat segalanya. Tanpanya aku tak berarti
apa-apa. Ada yang kosong. Rasanya aku ingin puasa media sosial. Aku ingin
merasakan hidupku yang sebenarnya. Menikmati udara di dunia nyata tanpa
embel-embel status dan like yang
bertebaran.
Jangan salah
paham, ya. Aku tidak sedang menyalahkan media sosial. Yang aku ributkan di sini
adalah diriku sendiri. Diri yang belum bijak menggunakan waktunya. Aku memang
sudah bisa menahan untuk tidak posting hal-hal semu di instagram, tapi nyatanya
aku masih belum bisa menahan diri untuk bijak menengoknya. Aku belum bisa
memasang alarm pada diriku untuk menggunakan media sosial seperlunya. Padahal sebenarnya dengan media sosial ada banyak informasi yang kita dapatkan. Ada banyak campaign berfaedah yang bisa kita ikuti. Cuma ya gitu, sebaik apa pun harus ada porsi penggunaannya. Harus ada batasnya. Karena ada banyak hal penting lain yang ada dalam hidup kita. Tidak hanya media sosial belaka. Ada banyak hal di dunia nyata yang perlu kita perhatikan dan lakukan.
Aku merasa ingin
menertawai diriku sendiri, kenapa baru beberapa jam saja tidak bisa mengakses
media sosial aku sudah kelimpungan seperti ini. Padahal dalam urusan kerjaan
aku hanya menggunakan beberapa persen saja dengan whatsapp. Jadi sebenarnya
tidak ada alasan untuk aku menggunakan media sosial terlalu lama.
Aku sudah pernah
melihat video beberapa orang yang sudah pernah mencoba untuk puasa media
sosial. Hasilnya mereka lebih produktif dan pikiran mereka lebih fokus. Hidup mereka
lebih tenang tanpa ada campur tangan kesemuan.
Semoga setelah
ini kita bisa lebih bijak, ya. :)
0 komentar