Perihal Waktu

by - 23.02

Ada Azhar Nurun Ala yang dua atau tiga tahun (aku agak lupa) menemani istrinya berjuang untuk mendapatkan keturunan. Istrinya sering menangis sampai dia sebagai suami kehabisan akal bagaimana cara menenangkan. Setelah banyak upaya ditempuh, akhirnya ada anak yang dititipkan Allah. Mereka beri nama Salman. Dia dan istrinya baru menyadari suatu hal. Salman lahir ketika ekonomi rumah tangganya kian membaik. Jika Salman lahir menuruti waktu yang diinginkannya saat itu, maka keadaan akan lebih susah. Karena dia masih dalam kondisi menyelesaikan skripsi dan merintis usaha penerbitan baru setelah menikah. 

Ada bulek Sundarihana (Buleknya Kirana kalau kalian tahu) yang kecewa karena ibunya mengalami penyumbatan di jantung dan harus dioperasi. Tapi dalam keadaan demikian dia masih mengambil hikmahnya. Dia bilang di akun Tumblrnya,  Allah mengatur segala sesuatu secara halus. Ibunya tidak mengalami gejala apa-apa. Penyakitnya diketahui ketika ikut check up suaminya ketika masih belum parah. Allah memilihkan waktu sakit ketika suaminya sedang mengurus pensiun sehingga sudah tidak perlu ke kantor dan biaya operasi masih ditanggung perusahaan. Ketika anak-anaknya sudah besar dan bisa ditinggal. Seakan Allah bilang, ibu waktunya istirahat.

Dan di sini aku  juga menyadari suatu hal. Rasa syukur yang lama tak kutemui tiba-tiba menyusup begitu saja menyadarkan. Bersyukur aku belum menikah sampai saat ini. Andai Allah menikahkan aku tepat setelah lulus kuliah seperti keinginanku, entah jadi apa rumah tanggaku. Perempuan yang masih belum punya cukup pemahaman tentang berumah tangga kala itu.  Perempuan yang belum bisa mengelola emosi dan penerimaan akan segala hal. Meski sekarang juga masih harus banyak belajar.

Makin ke sini sering menjejali isi kepala dengan bukunya Azhar Nurun Ala, Aji Nur Afifah, dan buku pranikah serta self improvement lain jadi sadar pernikahan itu sangat luas sekali persiapan mentalnya. Harus siap menerima, memahami, dan lainnya. Andai aku menikah semuda kala itu apa aku bisa mengalahkan keegoisan diriku sendiri. Belum paham arti pernikahan dan tujuannya apa. Bahkan, memahami pernikahan masih hanya untuk memiliki seseorang yang diinginkan. Belum terpikirkan nanti anak dididik seperti apa atau nanti setelah menikah hal-hal apa yang ingin dicapai. Baru paham itu semua jadi sangat bersyukur Allah masih memberikan kesempatan untuk aku memahami banyak hal ketika masih sendiri seperti ini. Manusia macam aku ini memang seringnya sok tahu dan terburu-buru, padahal perihal waktu hanya Allah yang lebih tahu mana yang pas untuk hamba-Nya.

Sekarang pun di saat sedang menikmati kesendirian melakukan apa saja sesukaku juga jadi berpikir, yakin nih siap nanti hal-hal yang biasa kamu lakukan jadi berkurang karena bertambahnya tanggungjawab? 

Lalu sebagian dari diriku mulai menerima bahwa sekarang Allah masih mendidikku banyak hal. Dan masalah siap atau tidak, Allah yang lebih tahu kapan hamba-Nya ini siap menerima tanggung jawab baru.

You May Also Like

0 komentar