Aku Pulang!

by - 20.41

Dok. Pribadi

Kemarin ada seorang teman yang melayangkan pesan whatsapp, dia bilang, “Mbak Anik sekarang rajin posting, ya.” Dalam hati aku bilang, “Masa iya sih?” karena merasa, posting di sini masih belum bisa setiap hari. Tapi memang, ini lebih lumayan dibandingkan awal bulan Januari sampai Juni kemarin saat jarang sekali  posting. Paling banyak dua postingan sebulan. Sekarang masih nuansa liburan, jadi mempunyai banyak waktu untuk menulis, pikirku.

Tapi lagi-lagi hati kecilku mengelak, tidak selamanya liburan membuatku rajin. Malah bisa jadi hanya makan, tidur, dan menghabiskan waktu untuk bermalas-malasan. Ingatan sebulan lalu masih awet saja menggelayut. Aku ingat, saat masuk di grup Relawan Nusantara Malang. Di sana ada anggota yang ternyata seorang blogger expert. Beliau menyarankan untuk menuliskan pengalaman sebagai relawan, entah di blog atau media sosial. Aku memang sudah mempraktikkannya. Sudah beberapa kali aku menulis tentang kegiatan kerelawanan di blog ini dan akun media sosial, tapi menurutku jarang orang yang tertarik dengan tulisan bertema humanisme tersebut. Entah, membosankan atau sudah banyak cerita seperti itu. Itu terbukti jumlah like dan komentar yang lebih sedikit dibandingkan dengan statusku yang malah terkesan alay dan tak jelas.


Aku melontarkan sebuah pertanyaan di grup itu kepada beliau, intinya apa yang harus kulakukan kalau sudah menulis tapi masih sedikit pembacanya. Itu kadang yang membuat aku mulai tidak semangat lagi untuk menulis. Bukan menginginkan perhatian orang, tapi aku merasa tulisanku jelek dan banyak yang tidak suka.

Jawaban beliau kurang lebih seperti ini, “Mbak cari lingkaran orang yang mempunyai kesukaan yang sama, menulis dan membaca. Lebih baik, niatkan menulis itu untuk ibadah saja. Meskipun hanya satu atau dua yang membaca, tetaplah menulis sesuatu yang bermanfaat. Itu akan lebih berkah.”

Dari situ aku mikir, aku ini sebenarnya nulis untuk apa ya? Apakah hatiku sudah terkotori oleh riya’? seperti yang dikatakan Ali Bin Abi Thalib, ada tiga ciri orang riya’ yaitu jika sendirian dia menjadi pemalas, dia akan rajin jika bersama orang-orang, dan meningkatkan amalnya jika dipuji serta mengurangi amalnya jika dicela. Mungkin aku ini kurang ikhlas dalam menulis. Padahal aku menulis sebenarnya ingin berbagi kisah-kisah bermanfaat disekelilingku, bukankah berbagi itu seharusnya tanpa mengharap pamrih.

Setelah kupikir-pikir, tiada yang lebih menyenangkan saat mengabadikan sebuah momen yang bermanfaat dalam sebuah tulisan. Sampai kapan pun akan tetap bisa dibaca berulang-ulang, bahkan untuk orang-orang baru sekali pun.

Rasanya sayang juga jika aku membiarkan blog ini berdebu dan gelap tanpa pernah dirawat oleh pemiliknya. Padahal blog ini sudah berusia hampir lima tahun. Tempat tersembunyi dimana aku menyimpan rapi kepingan memori yang tak akan terpanggang oleh sinar mentari dan tak akan menggigil kedinginan karena hujan. Semua cerita-cerita itu masih bisa kutemukan terjejer manis di sini.

Blog ini juga yang menjadi saksi bisu sebuah perjalanan gadis yang mendewasa lebih cepat dari usianya. Bukan karena aku sudah cukup matang, tapi karena banyak air mata yang luruh yang pernah aku goreskan di sini menjadi sebuah kata-kata. Aku selalu percaya setiap air mata bisa mendewasakan dan mengajari kita bijak untuk menghadapi kehidupan.

Seiring bertambahnya detik yang mengurangi sisa usiaku, aku semakin tahu hal-hal apa yang patut kubagikan untuk para pembaca. Orang bilang, sah-sah saja curhat di blog pribadi. Ibaratnya, ini adalah sebuah rumah yang terserah mau aku isi dengan apa selagi tidak berunsur negatif dan merugikan orang-orang yang ingin main ke sini.

Tapi akhir-akhir ini aku berpikir ulang saat akan memposting sebuah kisah sedih yang kusimpan rapat-rapat selama ini. Lama-lama aku merasa malu jika terus-terusan memperlihatkan permasalahan pribadiku. Itulah mengapa aku menghapus separo dari postingan di sini. Sudah tak ada lagi postingan pada tahun 2013-2016 awal, karena aku tak ingin orang lain membaca kesedihanku, dan menyisir setiap resah yang pernah ada di sini. Lagian, rasa sedih itu bukan oleh-oleh yang bisa aku bawakan untuk kalian yang berkunjung ke sini untuk dinikmati. Biar saja aku mengubah haluan apa-apa yang mau aku tulis di sini. Sekali pun aku ingin berbagi tentang kesedihan, cukup kesedihan yang tidak terlalu dalam dan yang sudah kutemukan obatnya. Agar kalian tidak hanya merasakan pahitnya ceritaku, tapi juga bisa menikmati sebuah pelajaran yang aku dapat dari kisahku.

Sebelumnya merasa sayang sekali menghapus tulisan alay, labil, dan tak jelasku dulu. Bagaimana pun, tulisan-tulisan itu menyimpan kenangan masing-masing. Dan aku akan tertawa membaca tulisan di awal aku belajar menulis dulu. Tapi ya sudahlah, akan ada cerita yang lebih baik untuk diarsipkan daripada cerita penuh luka yang akan membuat lubangnya semakin menganga.

Rasanya tak adil jika aku berharap banyak orang berkunjung ke sini jika menulis saja jarang. Pengunjung itu seperti orang yang sangsi, sudah pergi ke sebuah toko tapi barang yang dijual buatan lama. Orang itu tak akan pernah kembali lagi. Tapi masalah satu atau dua orang yang berkunjung, aku akan tetap menulis. Suatu saat nanti aku yakin, rumah ini akan ditemukan oleh orang-orang yang benar-benar nyaman untuk ke sini.

Aku pulang ke sini karena aku rindu setelah sekian lama bergelung dengan kemalasan dan titik jenuh yang membuatku hampir mati kebosanan. Aku rindu memilah kata dan merangkai menjadi sebuah kalimat lalu akan tergores menjadi sebuah cerita. Aku rindu duduk berlama-lama menekan keyboard dan tombol backspace berulang-ulang, dan sampai aku putus asa lalu meninggalkan draft-ku sembarangan sampai banyak cerita tak terselesaikan.

Bosan adalah keniscayaan. Dan selalu rindu yang membuatku berhasil pulang. Semoga tempat ini tetap nyaman dan menyenangkan pemiliknya. Semoga setelah aku pulang ini aku tak akan pergi-pergi lagi dan setiap hari rajin ke sini membawa cerita yang tak akan bisa terulang lagi :))


You May Also Like

0 komentar