Harga Diri Seorang Gadis

by - 22.27

Masih ada sisa-sisa ingatan saat aku memasuki masa pubertas. Ibu begitu antusias dan was-was. Ibu bilang, “Anakku sudah menjadi dara dewasa.” Masih membekas kepingan memori, saat ibu begitu menggebu-gebu menjelaskan ini-itu dan aku harus begini begitu.

Semenjak itu, terlihat sendu yang terlukis jelas di wajah ibu saat aku masih suka menggunakan rok atau celana selutut sepulang sekolah menengah pertama. Ibu dengan sabarnya selalu menegur, tapi selalu luntur dalam ingatanku.

Ibu paling tidak suka melihatku memamerkan betis pada laki-laki berkumis. Atau mengumbar rambut panjang pada laki-laki hidung belang.

Ibu telah menjadi alarm natural yang nasihatnya menggaung di telingaku. Anak gadis bicaranya harus manis, sikapnya tidak boleh sinis, dan pakaiannya tidak boleh tipis. Begitulah, ibu selalu berkisah bagaimana anak gadis harus menjaga diri.

Ibu pernah berkali-kali menyuruh bapak mencariku ke sudut sekolah suatu malam untuk mengetahui keadaanku. Beliau kelimpungan bertanya ke sana-sini, karena aku tak memberitahu kenapa tak juga pulang saat senja tergantikan langit indah bertabur bintang. Padahal aku sedang tidak macam-macam. Hanya terlalu asyik menyiapkan acara organisasi sampai lupa mengabari.


Aku juga pernah jahat saat seharian keluar tanpa memberi kabar. Ponsel kubiarkan tergeletak dalam tas tanpa pernah mempedulikan dering telepon yang memekik berulang kali. Aku bersenang-senang menggemakan tawa, sedang ibu cemas di ujung sana.

Ibu sering cemas berlebihan saat aku tak kunjung pulang dari reuni teman sekolah. Beliau sering mendaratkan pesan singkat yang berisikan peringatan-peringatan agar tak sering pulang malam. Aku juga pernah diomeli habis-habisan karena tak memberi kabar saat melakukan perjalanan jauh.

Aku sering menganggap perhatian dan kecemasan mereka itu terlalu berlebihan. Berulang kali aku bilang, “Aku baik-baik saja, Pak, Bu. Kenapa harus dicemaskan, aku sudah dewasa dan bisa menjaga diriku sendiri.”

Entah, bagaimana perasaan mereka saat aku begitu jahatnya mengucap seperti itu. Andai saat itu aku tahu, menjaga harga diri anak gadis tak semudah menjaga anak kucing yang hanya diberi makan.

“Hati orang tua kalau terjadi apa-apa dengan anaknya itu rasanya seperti teriris.  Apalagi kalau anak gadis,” jawabmu membuatku tertegun beberapa saat.

Aku merasa konyol sekali, saat suatu malam Ibu meneleponku hanya untuk bilang, “Nduk, hati-hati, ya. Kuliah yang bener, jaga diri baik-baik. Kalau terpaksa pulang malam harus sama temen.”

Ah, Ibu. Saat itu aku merasa sok dewasa sampai rasanya tak perlu lagi kau ingatkan perihal itu.

Tapi semakin ke sini, semakin banyak cerita tentang terenggutnya harga diri seorang gadis mampir di telinga, ada rasa takut yang diam-diam menyelinap.

Aku sekarang mengerti, kondisi dunia saat ini mengundang kekhawatiran para orang tua. Aku bisa melihat air muka ibu saat duduk bersama menonton TV. Berita tentang pelecehan sudah mengantre untuk ditayangkan. Kudapati ibu menelan ludah berulang kali dan terlihat jelas resah yang menggelayut di wajahnya.

Wajar saja, jika ibu menyuruhku mengurungkan niat untuk bepergian jauh dari rumah. “Di sini saja, agar Ibu bisa menjagamu,” katanya.

Memang dasarnya aku anak keras kepala. “Aku bisa menjaga diri,” kataku meyakinkan. Aku tak menyerah membujuknya. Sampai aku sudah berkepala dua, beliau masih memperlakukan aku seperti putri kecilnya.

Bapak juga sering bilang, jangan mudah menjatuhkan hati pada laki-laki yang suka mengumbar janji.

“Jaga diri baik-baik.” Aku tersenyum membaca pesan-pesan peringatannya setiap pagi.

Tenanglah, Pak, Bu. Aku masih anak gadismu yang masih tetap manis seperti dulu. Tak perlu lagi menghujani aku dengan kekhawatiran yang tak berkesudahan. Cukup semogakan aku dalam setiap doa yang kau gemakan ke langit. 

Hanya doalah satu-satunya pelangi yang menggantikan gelayut mendung kecemasanmu. Satu-satunya mentari yang mengeringkan basah hujan kerinduan kita. Percayalah, dalam setiap arah langkahku, hatiku selalu basah dengan cinta kepada kalian. Dan aku, adalah anak gadismu yang selalu dijaga oleh Tuhan.

You May Also Like

2 komentar

  1. Dan aku adalah anak gadismu yang selalu dijaga oleh Tuhan.

    *speechless baca tulisan ini Mbak Anik

    BalasHapus