Sebenarnya, Hanya Untuk Beribadah kepada Allah
Aku sudah sering merasakan apa
yang kujalani bukanlah hal yang kuimpikan, kurencanakan, atau kuinginkan
sebelumnya. Hampir semua proses hidupku berbanding terbalik dengan apa yang
pernah berjejer rapi di rencana. Awalnya aku mengumpat habis-habisan takdirku.
Aku tidak terima dengan pilihan Allah. Lalu lama-lama, aku baru menyadari bahwa
apa yang ditakdirkan Allah adalah yang terbaik untukku.
Seperti misalnya, aku pernah
bermimpi kuliah di salah satu Universitas bergengsi di Malang. Begitu aku
menggilai tempat itu. Mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang kuliah di
sana. Sampai aku mati-matian mencari di google nama dan nomor telepon
kakak-kakak kelasku untuk kutanyai banyak hal. Siang dan malam aku belajar
untuk berjuang masuk menjadi bagian kampus itu.
Nyatanya, hasil tak selalu
sebanding dengan usaha. Karena katanya, usaha itu ibadah dan hasil adalah
takdir. Aku ditakdirkan oleh Allah dilempar jauh ke kota di hampir ujung timur
Pulau Jawa, ya Jember. Awal berada di sana aku merutuki diri habis-habisan. Aku
merasa gagal karena tidak bisa masuk di kampus bergengsi itu. Aku merasa kalah
dengan teman-temanku yang bisa menaklukkan tempat itu. Tapi apalah daya, mau
tidak mau aku harus menerima semua hal ini. Suka tidak suka aku harus menjalani
semuanya.
Perjalananku di sana tidaklah
mudah. Aku dipenuhi dengan rasa tidak nyaman, penyesalan, dan ketakutan tentang
banyak hal. Meski aku menjadi manusia yang tidak pandai bersyukur, nyatanya
Allah tetap memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya. Sampai aku dipertemukan di
sebuah komunitas yang mengubah banyak hal, entah itu gaya hidup, pemikiran, dan
cara pandang.
Aku lupa pernah membaca dimana,
kurang lebih inti kalimatnya seperti ini: kadang
kita ditempatkan pada tempat yang tidak kita suka, tapi ternyata di tempat itu
Allah ingin mempertemukan kita pada lingkungan yang baik. Bisa jadi ketika kita
ditempatkan Allah seperti yang kita inginkan, lingkungannya tidak sebaik tempat
kita sekarang.
Membaca kalimat itu aku merasa
sedang membaca kisahku sendiri. Aku merasa sedang diingatkan. Allah yang lebih
tahu apa yang belum dan sudah terjadi. Apa yang nampak dan tak nampak.
Nyatanya, Allah ingin mengujiku
lagi sebagai bentuk kasih-Nya. Aku bekerja di sebuah kantor yang ternyata
cabang baru. Di tempat itu masih harus banyak penyesuaian. Tentu pada cabang
baru belum sebagus cabang lama, entah dari fasilitas maupun kondisinya. Mula-mula
aku kecewa, aku merasa salah tempat, salah pilihan, dan aku merutuki diri
sendiri kenapa aku tidak berpikir panjang untuk memilih bekerja di sini. Banyak
hal yang tidak sesuai perkiraanku. Ya, aku menyadari bimbel ini adalah bimbel bagus yang
harganya tak murah. Tidak mudah untuk mencari siswa yang mau menaruhkan uang
puluhan juta demi masuk di kampus bergengsi yang diinginkannya.
Lebih kecewanya lagi, ketika
aku tidak diberitahu dari awal. Aku membayangkan hari pertama kerja akan sibuk
dengan materi baru yang harus kupahami dengan kening berkerut. Aku kuhubungi beberapa kawan yang sudah pernah bekerja di beberapa tempat. Banyak yang
bilang, jalani saja, Allah sedang
memberikan kejutan untukmu. Namanya juga cabang baru masih harus banyak
penyesuain.
Lebih mengagumkan lagi, ada
seorang teman yang bilang seperti ini, jika
pekerjaan-pekerjaan kecil dan mudah yang kamu lakukan dengan niatan ibadah
ikhlas karena Allah, yakinlah kelak itu juga akan bisa menjadi suatu hal yang
besar.
Saat itu juga aku merasa
dipukul keras-keras. Kemana rasa syukurku, kemana rasa sabarku. Seharusnya aku
bersabar menerima keadaan cabang baru ini, dan harusnya aku lebih bersyukur
karena aku sudah mendapatkan kerja. Banyak temanku yang sampai berbulan-bulan
belum juga mendapat pekerjaan. Ada temanku yang kerja di bandara, dia bilang
seperti, kamu enak lho kerjanya masih sedikit
tapi tetap digaji. Aku saja malah ingin kerjaan dikit.
Semenjak banyak dukungan
seperti itu, aku belajar untuk menerima semua ini. Aku menilik kembali ke
perjalananku beberapa tahun belakangan. Dimana aku juga pernah di posisi dan
tempat yang tidak kuinginkan. Padahal itu jauh lebih baik versinya Allah. Kupikir,
aku tidak pernah tahu kejutan apa yang akan diberikan Allah di kota ini. Entah itu
pengalaman, ilmu, teman, keluarga, atau ternyata di sini aku menemukan jodohku.
Pikiran terakhir itu hanyalah kalimat yang menghiburku. Sejatinya, kemana pun
aku pergi hanya untuk beribadah kepada Allah. Harusnya memang begitu.
0 komentar