Sebenarnya, Hanya Untuk Beribadah kepada Allah

by - 20.17


Aku sudah sering merasakan apa yang kujalani bukanlah hal yang kuimpikan, kurencanakan, atau kuinginkan sebelumnya. Hampir semua proses hidupku berbanding terbalik dengan apa yang pernah berjejer rapi di rencana. Awalnya aku mengumpat habis-habisan takdirku. Aku tidak terima dengan pilihan Allah. Lalu lama-lama, aku baru menyadari bahwa apa yang ditakdirkan Allah adalah yang terbaik untukku.

Seperti misalnya, aku pernah bermimpi kuliah di salah satu Universitas bergengsi di Malang. Begitu aku menggilai tempat itu. Mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang kuliah di sana. Sampai aku mati-matian mencari di google nama dan nomor telepon kakak-kakak kelasku untuk kutanyai banyak hal. Siang dan malam aku belajar untuk berjuang masuk menjadi bagian kampus itu.

Nyatanya, hasil tak selalu sebanding dengan usaha. Karena katanya, usaha itu ibadah dan hasil adalah takdir. Aku ditakdirkan oleh Allah dilempar jauh ke kota di hampir ujung timur Pulau Jawa, ya Jember. Awal berada di sana aku merutuki diri habis-habisan. Aku merasa gagal karena tidak bisa masuk di kampus bergengsi itu. Aku merasa kalah dengan teman-temanku yang bisa menaklukkan tempat itu. Tapi apalah daya, mau tidak mau aku harus menerima semua hal ini. Suka tidak suka aku harus menjalani semuanya.

Perjalananku di sana tidaklah mudah. Aku dipenuhi dengan rasa tidak nyaman, penyesalan, dan ketakutan tentang banyak hal. Meski aku menjadi manusia yang tidak pandai bersyukur, nyatanya Allah tetap memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya. Sampai aku dipertemukan di sebuah komunitas yang mengubah banyak hal, entah itu gaya hidup, pemikiran, dan cara pandang.


Aku lupa pernah membaca dimana, kurang lebih inti kalimatnya seperti ini: kadang kita ditempatkan pada tempat yang tidak kita suka, tapi ternyata di tempat itu Allah ingin mempertemukan kita pada lingkungan yang baik. Bisa jadi ketika kita ditempatkan Allah seperti yang kita inginkan, lingkungannya tidak sebaik tempat kita sekarang.

Membaca kalimat itu aku merasa sedang membaca kisahku sendiri. Aku merasa sedang diingatkan. Allah yang lebih tahu apa yang belum dan sudah terjadi. Apa yang nampak dan tak nampak.

Nyatanya, Allah ingin mengujiku lagi sebagai bentuk kasih-Nya. Aku bekerja di sebuah kantor yang ternyata cabang baru. Di tempat itu masih harus banyak penyesuaian. Tentu pada cabang baru belum sebagus cabang lama, entah dari fasilitas maupun kondisinya. Mula-mula aku kecewa, aku merasa salah tempat, salah pilihan, dan aku merutuki diri sendiri kenapa aku tidak berpikir panjang untuk memilih bekerja di sini. Banyak hal yang tidak sesuai perkiraanku. Ya, aku menyadari bimbel ini adalah bimbel bagus yang harganya tak murah. Tidak mudah untuk mencari siswa yang mau menaruhkan uang puluhan juta demi masuk di kampus bergengsi yang diinginkannya.

Lebih kecewanya lagi, ketika aku tidak diberitahu dari awal. Aku membayangkan hari pertama kerja akan sibuk dengan materi baru yang harus kupahami dengan kening berkerut. Aku kuhubungi beberapa kawan yang sudah pernah bekerja di beberapa tempat. Banyak yang bilang, jalani saja, Allah sedang memberikan kejutan untukmu. Namanya juga cabang baru masih harus banyak penyesuain.

Lebih mengagumkan lagi, ada seorang teman yang bilang seperti ini, jika pekerjaan-pekerjaan kecil dan mudah yang kamu lakukan dengan niatan ibadah ikhlas karena Allah, yakinlah kelak itu juga akan bisa menjadi suatu hal yang besar.

Saat itu juga aku merasa dipukul keras-keras. Kemana rasa syukurku, kemana rasa sabarku. Seharusnya aku bersabar menerima keadaan cabang baru ini, dan harusnya aku lebih bersyukur karena aku sudah mendapatkan kerja. Banyak temanku yang sampai berbulan-bulan belum juga mendapat pekerjaan. Ada temanku yang kerja di bandara, dia bilang seperti, kamu enak lho kerjanya masih sedikit tapi tetap digaji. Aku saja malah ingin kerjaan dikit.

Semenjak banyak dukungan seperti itu, aku belajar untuk menerima semua ini. Aku menilik kembali ke perjalananku beberapa tahun belakangan. Dimana aku juga pernah di posisi dan tempat yang tidak kuinginkan. Padahal itu jauh lebih baik versinya Allah. Kupikir, aku tidak pernah tahu kejutan apa yang akan diberikan Allah di kota ini. Entah itu pengalaman, ilmu, teman, keluarga, atau ternyata di sini aku menemukan jodohku. Pikiran terakhir itu hanyalah kalimat yang menghiburku. Sejatinya, kemana pun aku pergi hanya untuk beribadah kepada Allah. Harusnya memang begitu.


You May Also Like

0 komentar