Keahlian Memasak dan Gaya Parenting Mona Ratuliu

by - 18.21


Dulu saat sudah duduk di bangku kelas 6 SD, Ibu selalu bilang bahwa aku harus mulai belajar mencuci baju sendiri. Apalagi saat itu aku sudah menstruasi, kata beliau perempuan yang sudah menstruasi berarti sudah baligh dan tidak boleh lagi bajunya dicucikan orangtuanya, apalagi kalau sampai orangtua mencucikan baju yang ada bekas darah. Lalu naik ke tingkat SMP Ibu mulai mengajariku hal baru yaitu memasak. Setiap hari Minggu saat libur sekolah menonton kartun yang tiada hentinya tayang terasa lebih seru dibandingkan harus memetik sayur dan menggoreng lauk di dapur bersama Ibu.

Ibu sering mengeluh ketika aku tidak mengindahkan perintahnya. Ibu bilang, memasak itu harus belajar mulai dari sekarang agar nanti ketika sudah dewasa tidak bingung belajar lagi. Dan belajar masak itu katanya tidak mudah, harus mencoba berulang kali. Ibu takut aku hanya pandai membaca buku, tapi tidak pandai meracik bumbu. Segala cara dilakukan ibu agar aku mau belajar memasak. Namun, hasilnya nihil. Sampai lulus SMA, aku belum juga bisa memasak kecuali merebus mie instans atau goreng telur.

Lalu setelah menjadi mahasiswa dan ngekos, aku mulai belajar memasak karena biayanya lebih hemat. Sempat frustasi karena masakanku tidak enak. Rasanya tidak keruan membuat tidak nafsu makan. Lalu aku menyerah dan memilih untuk membeli makanan saja. Di kos yang baru diwajibkan untuk iuran LPG sekalipun tidak memakainya, kupikir sayang kalau ikut iuran tapi tidak ikut memakai. Akhirnya aku mulai lagi untuk belajar memasak. Rasanya tetaplah sama, belum enak. Lebih sering keasinan. Tapi aku tetap saja melanjutkan untuk terus memasak, lama-lama aku suka dan mulai mencoba memasak yang lainnya misalnya membuat kolak, bubur, dan lainnya. Menurutku masih belum terlalu enak rasanya, tapi not bad-lah, sudah lebih baik dari yang dulu.


Entah karena apa, saat aku sudah bekerja dan harus ngekos lagi, aku lebih suka memasak. Jarang sekali membeli makanan kecuali kalau memang lagi ingin jajan. Menu yang kumasak bervariasi, aku mulai mencoba menu yang agak sulit (menurutku) seperti soto atau sayur lodeh. Karena saat dulu masih kuliah aku hanya memilih menu yang mudah, seperti tumis atau sop. Yang lebih bikin aku semangat lagi adalah rasa masakanku ini semakin enak menurutku. Haha. Ya belum terlalu enak seperti masakan ibu sih, tapi sudah nggak keasinan lagi. Rasanya sudah pas menurutku, kalau nawarin temen kos untuk makan sudah nggak malu lagi. Hehe.

Aku menyadari suatu hal, dimana ketika aku sudah mau belajar memasak itu bukan karena paksaan atau disuruh siapapun. Pun aku menjalaninya dengan mood yang naik turun, sempat nyerah ngerasa capek masak ini itu nggak pernah enak. Lalu tiba-tiba dengan sendirinya keinginan untuk belajar lagi itu muncul kembali. Semacam ada alarm dalam diri sendiri bahwa perempuan yang sudah masuk di usiaku memang seharusnya belajar masak untuk nanti bekal berumah tangga.

Lalu hari ini aku membaca buku Parenthink dari Mona Ratuliu. Di buku itu dijelaskan bahwa ada kalanya anak dibiarkan untuk menjalani hidupnya sendiri tanpa campur tangan orangtua. Anak akan jenuh jika diceramahi dan diperintah ini itu. Karena dia belum menemukan suatu alasan kenapa harus melakukannya. Di buku ini Mona menceritakan bahwa anak pertamanya yang bernama Mima dibiarkan untuk bertanggung jawab memilih belajar atau tidak ketika ujian datang. Jika pun tidak, Mona membiarkan anaknya belajar untuk mengetahui konsekuensi dari pilihannya.
Source: Pribadi

Aku membaca buku ini sore tadi. Sebenarnya sudah lama ingin sekali membeli buku Mona ini, tapi karena dulu saat mahasiswa uang pas-pasan jadinya belum kebeli. Sekarang, Alhamdulillah sudah bisa beli memakai uang sendiri. Haha.

Baca buku itu membuat aku ingat dengan diriku sendiri. Aku merasa banyak perubahan setelah lima tahun berpisah dari orangtua. Dimana aku harus menjalani hidup dengan keputusan dan caraku sendiri. Banyak hal yang membuat aku berpikir lebih mendalam dan belajar.  Contoh kecilnya adalah memasak, ketika ibu memintaku untuk belajar memasak sampai berbusa, menjelaskan perempuan harus begini begitu, tetapi jika aku belum benar-benar memahami alasannya dan merasakan konsekuensi ketika aku nggak bisa maka aku akan tetap tidak beranjak. Bagiku saat itu memasak adalah kemampuan yang tidak wajib dimiliki oleh perempuan. Tapi sekarang, tanpa di suruh pun aku sangat suka belanja ke pasar dan mencoba resep baru di dapur. Karena aku sudah merasakan bagaimana serunya bereksperimen di dapur dan betapa senangnya jika kita bisa menyajikan suatu makanan.

You May Also Like

2 komentar

  1. Kalau udah kepepet biasanya hati tergerak melakukan sesuatu. Tau2 harus bisa masak aja deh begitu menikah ya kan? Step by step itu baguslah belajar ga kudu diburu2 yang penting hasil masakannya dinikmati dan ga boleh mencela tuh yang makannya, namanya juga belajar hehehe. Good luck!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya nih, udah ngerasain susahnya masak, sekarang jadi sayang banget mau buang makanan. Hehe

      Hapus