Pentingnya Mencarikan Jodoh Untuk Tulisan

by - 20.46


Beberapa hari aku memang sengaja tidak menyempatkan waktu untuk menulis di blog. Karena ada tugas menulis di tempat lain dan nyambi nyicil skripsi. Kali ini ada sesuatu yang pengen aku ceritain. Semoga saja ada yang membaca tulisan ini. Insyaallah bermanfaat.

Dari tadi siang sebelum sholat Jumat, ada teman yang menghubungi melalu whatsapp. Sebenarnya bukan sengaja menghubungi sih, cuma tadi mengomentari postingan foto dagangan di status wa-ku dan kubalas hanya sekadarnya. Lalu dia me-reply pesanku yang sudah lama sekali tenggelam di chat paling atas. Kuklik pesanku itu ternyata sudah tidak ada karena aku pernah membersihkan keseluruhan chat. Pesan itu tentang obrolan kecil kami mengenai akun dakwah yang dia kelola. Akun ini sudah sukses, sering bekerja sama dengan berbagai acara dan followers-nya mencapai ratusan ribu.

Aku ditawari untuk menulis di sana. Sebenarnya sudah lama sejak tahun lalu. Tapi karena aku memang dasarnya susah mempelajari hal-hal yang abstrak, jadinya aku tidak mengiyakan tawarannya. Lebih tepatnya aku menggantungnya, menerima nggak, menolak juga nggak. Aku lebih cepat nyantol dan mudah mempraktikkan kalau mempelajari tentang bagaimana menghitung biaya produksi, mencatat transasksi keuangan, atau membuat laporan keuangan. Aku suka menulis, tapi untuk mempraktikkan teori-teorinya bagiku susah. Ya karena memang, menulis, mendesain, dan mengisi konten membutuhkan daya kreatif. Sedangkan, aku orangnya nggak kreatif-kreatif amat. Alasan aja sih, lebih tepatnya tidak mau berusaha. -_-

Hari ini aku ditawari lagi sama dia. Lagi-lagi aku tetap tidak menjawab iya dan nggak. Sebenarnya aku mau, karena dengan begitu aku bisa ada wadah untuk menulis tulisan-tulisan inspiratif.

Mungkin dia agak kesel juga dengan aku yang kesannya begitu lelet dan nggak bisa diajak kerjasama cepet. Dia tanya begini, “Ada rencana mau nulis buku, nggak?” Kupikir dia tanya begini karena ingin menawari aku untuk nulis buku bareng atau apa gitu. “Iya pengen. Tapi sampai sekarang aku belum tahu mau nulis apa,” jawabku.

“Siapa role modelnya?”

“Dwi Suwiknyo sama Asma Nadia,” jawabku. Karena memang akhir-akhir ini aku lagi ngefans sama Dwi Suwiknyo, kalau sama bunda Asma sih udah lama. Aku suka beliau karena tulisannya lembut dan ringan. Kalau Mas Dwi, sebenarnya aku belum baca bukunya. Hanya membaca tulisannya di blog dan webnya. Aku suka pemikiran dan tindakannya yang care banget sama penulis pemula seperti aku ini.

Lalu temanku ini bilang seperti ini, “Kamu tahu Kurniawan Gunandi sama mbak yang nulis buku Rentang Kisah, nggak? Awalnya mereka itu bisa besar karena mempunyai fans di media sosial. Mereka membangun pembaca dan pendengar setia dulu di media sosial. Sekarang tuh eranya kayak gitu.”

Batinku, bukan cuma sekadar kenal sama mbak yang nulis Rentang Kisah, aku juga fans dan stalker akutnya dia. Kalau lagi suntuk atau down, aku stalking blog dan vlog-nya. Kalian tahu kan siapa dia? Yup, Gita Savitri Devi atau Gitasav. Aku cerita sama temanku ini kalau aku ngefans sama dia bla bla bla. Bahkan aku juga cerita liburan kemarin sampai rela berjam-jam di Gramedia untuk baca buku Rentang Kisah sampai habis. Karena waktu itu aku nggak punya uang buat beli.

 “Aku terlalu takut untuk mengekspos diriku di media sosial. Entah, karena lingkaranku yang nggak suka nulis sehingga aku jadi tidak ada dukungan untuk itu. Atau karena aku merasa tulisanku belum sebagus lainnya,” jawabku yang sedikit curhat kepada dia.

“Sebenarnya orang-orang yang setuju dengan pemikiran kita nggak harus suka nulis juga. Nulis aja sesuatu yang terlintas dalam diri entah kejadian teman atau orang sekitar. Tulisan yang relatable dengan banyak orang itu yang sering viral. Banyak orang yang merasa terwakili. Jadi takutnya karena apa?”

“Apa ya, entah aku kurang percaya diri. merasa takut kalau tulisanku dibaca orang yang kukenal. Makanya selama ini aku hanya ramai di blog. Tapi takut untuk share di media sosial.”

Kulihat lagi dia membalas pesanku seperti ini, “Kalau seumpama Gitasav nggak berani sharing di media sosialnya, nggak mau ngomong di youtube, orang-orang jadi tahu dan menerima pesan dan pola pikirnya nggak, ya? Oh kayaknya bakal tahu sih, kan dia juga nulis di blog. Tapi bakal se masive atau bahkan terinspirasi sama buku dan kisah yang ditulis nggak, ya?”

Dia seperti sedang bicara dengan dirinya sendiri, tapi sebenarnya dia mengajak aku berpikir tentang apa yang diucapkannya.

Dengan sedikit bingung, aku menjawabnya seperti ini, “Pertanyaan sederhana tapi cukup membuat aku mikir terlalu dalam.”

“Sebenarnya dalam benakmu sudah ada jawabannya, kan, ya?”

“Iya, realisasinya yang sulit,” jawabku.

“Memang tidak bisa sih dorongan dari luar soal seperti ini. Harus dorongan dari dalam.”

Sampai sekarang aku mengetik ini, aku mengumpulkan keberanian untuk bisa menunjukkan diriku kepada orang lain. Sebenarnya apa yang dia bilang benar sekali. Tapi ada yang perlu digaris bawahi, semata bukan aku ingin tenar seperti Gitasav. Tapi logikanya gini, katanya aku mau tulisanku menginspirasi banyak orang, tapi siapa yang mau terinspirasi, kalau ternyata aku sendiri nggak mau tulisanku dibaca orang.

Aku nggak tahu harus bagaimana agar aku bisa keluar dari rasa takut dan zona nyaman ini. Sebenarnya kuncinya ada pada diriku sendiri yang harus melawannya. Ya emang bener sih, kelak tulisan akan menemukan jodohnya. Tapi bukan berarti aku harus diam saja. Setidaknya aku mencari jalan agar tulisanku bisa mudah untuk menemukan jodohnya. Kalau didiamkan di sini siapa yang mau menemukan? #Ngomongsamakaca

You May Also Like

2 komentar

  1. Bukan untuk menjadi terkenal, tapi bermanfaat bagi orang lain. Begitu kata mbak Mab ^^

    BalasHapus