Aku Menulis Fiksi, Karena Cinta

by - 23.00

Setiap orang itu unik, memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Sebaris kalimat yang sering mampir di telinga, tapi juga sering menguap di udara. Tak terpatri dalam diri kuat-kuat untuk memotivasi. Jadinya ya seperti ini, keseringan merasa minder dengan kemampuan teman lain yang lebih wow. Sampai lupa bahwa sebenarnya aku mempunyai potensi, sayangnya tidak terlalu kuat keinginan untuk mengasahnya. Terlalu lama terkungkung di zona nyaman sampai lupa caranya keluar.

Dari awal kuliah aku sudah ikut UKM riset dan penelitian sampai sekarang. Sudah tiga tahun aku bergabung dengan mereka. Tapi sayang, sekeren apa pun organisasi yang kita ikuti, jika tidak diiringi dengan kemampuan diri untuk berkembang maka tak akan ada hasil apa-apa. Aku sudah sering mengikuti pelatihan menulis karya ilmiah, bahkan beberapa kali menjadi panitia penyelenggara. Aku dan teman-teman yang sudah lama bergabung setiap seminggu sekali memfasilitasi adik tingkat untuk berdiskusi dan belajar menulis karya ilmiah.

Teori hanya sekadar teori jika materi nasibnya berakhir tertulis rapi di kertas dan tersimpan rapat tanpa pernah dinyatakan menjadi karya. Aku belum bisa, bahkan sekali pun belum pernah mencoba untuk menulis karya ilmiah. Berulang kali ditawari, aku menolak dengan alasan sudah ada deadline lomba lain, yaitu menulis fiksi. Untungnya, organisasiku tidak terlalu ketat. Ketuaku tidak terlalu memaksa, dengan catatan asal aku tetap menulis.


Setiap ditanya ikut organisasi apa, aku jarang sekali menyebutkan organisasi penelitian ini sebagai salah satu kegiatan yang membuatku sibuk semasa kuliah. Aku tak pernah mengakuinya di depan orang-orang baru. Karena mereka pasti bilang, “Wah, berarti pandai nulis karya ilmiah dong.” Ah, rasanya hatiku remuk jika mendengar orang bilang seperti itu. Mendadak nyali menciut dan diriku mengecil merasa tak ada apa-apanya. Kalau aku bilang belum bisa menulis karya ilmiah, pasti mereka bilang aku bohong dan pelit ilmu. Serba salah, kan. Itulah mengapa lebih baik aku tidak bilang ke mereka.

Menulis nonfiksi menurutku amatlah sulit. Sangking sulitnya, aku belum pernah ingin mencoba. Sedangkan fiksi, seperti kutemukan cinta di dalamnya. Sesulit apa pun kata orang, bagiku itu sudah seperti makanan sehari-hari yang sering aku cicipi, bahkan wajib dikonsumsi. Meski banyak hal tentang fiksi yang belum aku pelajari dan mengerti, tapi selalu saja penasaran untuk menguliknya lebih dalam.

Aku menulis postingan ini terinspirasi dari buku Resolusi Menulis yang ditulis para anggota grup literasi Sahabat Pena Nusantara. Jika dibaca dari judul, sudah bisa ditebak isinya apa. Pasti ya tentang resolusi menulis para anggota. Awal membaca sebenarnya terasa biasa. Mereka hanya menyebutkan buku apa yang ingin mereka terbitkan, dan apa keinginan mereka di bidang literasi. Semakin dalam lagi aku membuka lembarannya dan menyelami resolusi-resolusi mereka, ada beberapa kisah yang membuat pikiranku terbuka.

Doc. Pribadi

Dari buku ini aku belajar, bahwa sebenarnya mereka orang yang super sibuk bisa menulis dan menelurkan beberapa karya entah fiksi maupun non fiksi, karena mereka menjadikan menulis adalah sebuah kewajiban. Dengan begitu, mereka tidak akan menunggu waktu luang untuk menulis, tapi sudah menjadikan menulis suatu rutinitas yang tidak bisa ditinggalkan.

Ada satu anggota yang tulisannya seakan menamparku. Inilah penggalan tulisan beliau:



Aku mikir, beliau itu orang keren lo. Seorang penulis jurnal dan artikel di media masa. Tentu kualitas tulisannya sudah bagus. Memang seperti yang sudah kukatakan dari awal, setiap orang mempunyai kelebihan di bidangnya masing-masing. Keadaan menjadi terbalik jika aku ada di posisinya saat itu. Justru aku lebih nyaman di fiksi.

Aku merasa iri dan merutuki diri sendiri melihat teman-teman dan adik tingkat yang memenangkan lomba atau lolos penyeleksian awal lomba karya ilmiah. Dalam hati bertanya, kapan aku seperti mereka? Aku merasa tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka yang begitu keren dengan essay dan penelitiannya.


Baiklah, mulai sekarang aku harus bisa memahami diri sendiri dan belajar menerima kemampuan diri. Padahal sebenarnya kalau aku mau berjuang lebih keras lagi dan lebih mengencangkan niat pasti hasilnya juga sama seperti mereka. Aku bisa, kalian bisa, dan semuanya pasti bisa.

You May Also Like

3 komentar

  1. aku suka dengan kalimat ini "mulai sekarang aku harus bisa memahami diri sendiri dan belajar menerima kemampuan diri"

    bener banget Mba, kita tuh gak ada alasan buat menulis selama kita ada niat. Makasih sharenya Mba

    BalasHapus
  2. Uyee upgrade dirii, cintai dirii

    BalasHapus