Aku Menulis Fiksi, Karena Cinta
Setiap
orang itu unik, memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Sebaris kalimat
yang sering mampir di telinga, tapi juga sering menguap di udara. Tak terpatri
dalam diri kuat-kuat untuk memotivasi. Jadinya ya seperti ini, keseringan
merasa minder dengan kemampuan teman lain yang lebih wow. Sampai lupa bahwa
sebenarnya aku mempunyai potensi, sayangnya tidak terlalu kuat keinginan untuk
mengasahnya. Terlalu lama terkungkung di zona nyaman sampai lupa caranya keluar.
Dari awal
kuliah aku sudah ikut UKM riset dan penelitian sampai sekarang. Sudah tiga
tahun aku bergabung dengan mereka. Tapi sayang, sekeren apa pun organisasi yang
kita ikuti, jika tidak diiringi dengan kemampuan diri untuk berkembang maka tak
akan ada hasil apa-apa. Aku sudah sering mengikuti pelatihan menulis karya
ilmiah, bahkan beberapa kali menjadi panitia penyelenggara. Aku dan teman-teman
yang sudah lama bergabung setiap seminggu sekali memfasilitasi adik tingkat
untuk berdiskusi dan belajar menulis karya ilmiah.
Teori
hanya sekadar teori jika materi nasibnya berakhir tertulis rapi di kertas dan
tersimpan rapat tanpa pernah dinyatakan menjadi karya. Aku belum bisa, bahkan
sekali pun belum pernah mencoba untuk menulis karya ilmiah. Berulang kali
ditawari, aku menolak dengan alasan sudah ada deadline lomba lain, yaitu
menulis fiksi. Untungnya, organisasiku tidak terlalu ketat. Ketuaku tidak
terlalu memaksa, dengan catatan asal aku tetap menulis.
Setiap
ditanya ikut organisasi apa, aku jarang sekali menyebutkan organisasi
penelitian ini sebagai salah satu kegiatan yang membuatku sibuk semasa kuliah.
Aku tak pernah mengakuinya di depan orang-orang baru. Karena mereka pasti
bilang, “Wah, berarti pandai nulis karya ilmiah dong.” Ah, rasanya hatiku remuk
jika mendengar orang bilang seperti itu. Mendadak nyali menciut dan diriku
mengecil merasa tak ada apa-apanya. Kalau aku bilang belum bisa menulis karya
ilmiah, pasti mereka bilang aku bohong dan pelit ilmu. Serba salah, kan. Itulah
mengapa lebih baik aku tidak bilang ke mereka.
Menulis
nonfiksi menurutku amatlah sulit. Sangking sulitnya, aku belum pernah ingin
mencoba. Sedangkan fiksi, seperti kutemukan cinta di dalamnya. Sesulit apa pun
kata orang, bagiku itu sudah seperti makanan sehari-hari yang sering aku
cicipi, bahkan wajib dikonsumsi. Meski banyak hal tentang fiksi yang belum aku
pelajari dan mengerti, tapi selalu saja penasaran untuk menguliknya lebih
dalam.
Aku
menulis postingan ini terinspirasi dari buku Resolusi Menulis yang ditulis para
anggota grup literasi Sahabat Pena Nusantara. Jika dibaca dari judul, sudah
bisa ditebak isinya apa. Pasti ya tentang resolusi menulis para anggota. Awal
membaca sebenarnya terasa biasa. Mereka hanya menyebutkan buku apa yang ingin
mereka terbitkan, dan apa keinginan mereka di bidang literasi. Semakin dalam
lagi aku membuka lembarannya dan menyelami resolusi-resolusi mereka, ada
beberapa kisah yang membuat pikiranku terbuka.
Doc. Pribadi |
Dari
buku ini aku belajar, bahwa sebenarnya mereka orang yang super sibuk bisa
menulis dan menelurkan beberapa karya entah fiksi maupun non fiksi, karena
mereka menjadikan menulis adalah sebuah kewajiban. Dengan begitu, mereka tidak
akan menunggu waktu luang untuk menulis, tapi sudah menjadikan menulis suatu
rutinitas yang tidak bisa ditinggalkan.
Aku
mikir, beliau itu orang keren lo. Seorang penulis jurnal dan artikel di media
masa. Tentu kualitas tulisannya sudah bagus. Memang seperti yang sudah
kukatakan dari awal, setiap orang mempunyai kelebihan di bidangnya
masing-masing. Keadaan menjadi terbalik jika aku ada di posisinya saat itu.
Justru aku lebih nyaman di fiksi.
Aku
merasa iri dan merutuki diri sendiri melihat teman-teman dan adik tingkat yang
memenangkan lomba atau lolos penyeleksian awal lomba karya ilmiah. Dalam hati
bertanya, kapan aku seperti mereka? Aku merasa tidak ada apa-apanya
dibandingkan mereka yang begitu keren dengan essay dan penelitiannya.
Baiklah,
mulai sekarang aku harus bisa memahami diri sendiri dan belajar menerima
kemampuan diri. Padahal sebenarnya kalau aku mau berjuang lebih keras lagi dan
lebih mengencangkan niat pasti hasilnya juga sama seperti mereka. Aku bisa,
kalian bisa, dan semuanya pasti bisa.
3 komentar
aku suka dengan kalimat ini "mulai sekarang aku harus bisa memahami diri sendiri dan belajar menerima kemampuan diri"
BalasHapusbener banget Mba, kita tuh gak ada alasan buat menulis selama kita ada niat. Makasih sharenya Mba
Ya mbak. Semua tergantung niat ya :)
HapusUyee upgrade dirii, cintai dirii
BalasHapus