Ramadhan Mencuri Ingatanku

by - 21.21

Ramadhan sudah masuk hari ketiga, tapi rasanya masih hari pertama karena aku baru melaksanakan taraweh malam ini dan puasa besok. Kemarin-kemarin ketika orang rumah sibuk berbuka, berangkat taraweh, sahur, dan melaksanakan rutinitas Ramadhan lainnya, aku merasa hariku masih di bulan-bulan biasanya. Baru malam ini masuk rakaat pertama sholat taraweh di rumah, pikiranku sudah melompat kemana-mana. Ramadhan baru kurasa kehadirannya. Tiba-tiba membayang kalau Ramadhan tahun ini menjadi kesempatan terakhir, atau bahkan malam ini  yang menjadi malam terakhirku. 

Orang rumah masih sholat di masjid, namun aku memilih sholat sendiri di rumah. Selesai sholat perasaanku membuncah ada sesosok teman yang masuk dalam pikiranku. Teman yang tidak akan pernah lagi kutemukan raganya, hanya bisa kukunjungi pusaranya. Dia yang tertidur di mobilnya malam hari perjalanan menuju Bandung lalu keesokan harinya sudah ditemukan tak bernyawa karena kecelakaan tunggal.

Dia tidak pernah mengira Ramadhan tahun kemarin adalah kesempatan terakhirnya. Pikirku, tidak ada yang pernah tahu bisa jadi aku juga begitu. Lalu aku mencari sisa-sisa ingatan, apa yang selama ini sudah kulakukan. Hal yang paling aku takutkan jika ada atau tidak adanya aku di dunia ini tidak memberi pengaruh apa-apa untuk orang lain. 

Ketika suatu waktu kematian masuk dalam pikiranku, yang kuingat adalah teman satu ini. Karena apa? Dia orang yang begitu memberi impact positif untuk orang lain. Kepergiannya membuat banyak orang merasa kehilangan, termasuk aku. Meski kami tidak pernah memilikinya. Apa yang keluar dari ucapannya adalah kebaikan, apa yang dilakukannya adalah bukti kepedulian. Sungguh, aku tidak menemukan kesia-siaan pada apa yang dilakukannya. Raganya yang terkubur, tapi segala kebaikannya masih bersemayam pada ingatan orang-orang.

Kalau kalian juga mengenal dia, pasti apa yang aku tulis ini tidak terlihat berlebihan. Karena memang begitu adanya. 

Sedangkan aku, cuma apa. Manusia yang banyak khilafnya, tapi juga sering melupa untuk memperbaiki diri. Merasa sombong hidup akan lebih lama lagi, padahal jarak hidup dan kematian hanyalah sekedipan mata. Kehidupan dunia tidak akan pernah ada apa-apanya, tapi manusia sepertiku sering lupa hingga mengejar dunia yang sangat fana ini. Sedih jika orang-orang hanya sibuk memberiku ucapan belasungkawa hanya sebagai rasa iba, lalu melupa dengan adanya diriku karena tak pernah ada artinya. Aku takut ragaku ditanam, lalu namaku terbenam tak pernah ada yang mengingat.

Ternyata begini rasanya merindukan seseorang tapi tidak bisa menemuinya. Di antara kami ada batas dimensi dunia yang berbeda. Aku tidak bisa berbuat apa-apa dengan kehidupan barunya. Jika dulu rindu hanya sedekat jempol dan tanda call. Sekarang hanya sepenggal doa yang mampu menembus dunia yang tak kasat mata.

Dia hidupnya menginspirasi, lalu pergi meninggalkan banyak arti. Ternyata kita hidup tergantung ingin dikenang seperti apa.

You May Also Like

0 komentar